Konsistensi dan Efektivitas Fatwa NU

Posted by mochihotoru | Posted in , , | Posted on 9:40:00 PM

0

Imam Abu Ishaq al-Syatibi dalam karyanya, Al-Muwafaqat fi Ushul al-Syari’ah, menyatakan bahwa ulama pemberi fatwa (mufti) selalu berdiri di tengah kompleksnya problematika masyarakat muslim, sebagaimana posisi Nabi Muhammad. Sebab, ulama adalah pewaris misi Sang Nabi. Sejak 1926, Nahdlatul Ulama (NU), sebagai organisasi kaum ulama, telah menjalankan posisinya berdiri di tengah masyarakat untuk membimbing umat menyelesaikan problem ritual dan sosialnya.

Pada penghujung 1997, ulama-ulama NU mengeluarkan fatwa mendukung demonstrasi mahasiswa yang marak di berbagai kota. NU menganggap demonstrasi adalah bagian pelaksanaan amar makruf nahi mungkar. Enam bulan kemudian, Presiden Soeharto mengundurkan diri, antara lain, akibat demonstrasi mahasiswa. Akan tetapi, ketika Presiden Abdurrahman Wahid diganggu berbagai demonstrasi, sejumlah ulama NU menggulirkan wacana bughat (makar). Meskipun akhirnya ulama NU tidak jadi mengeluarkan fatwa tentang kriteria bughat, wacana itu telanjur bergulir dan menuai kecaman di mana-mana. Wacana bughat ini dianggap tidak konsisten dengan dukungan NU terhadap demonstrasi mahasiswa tahun 1997.

Pada Juli 2002 ini, setahun setelah turunnya Presiden Abdurrahman Wahid, NU kembali mengeluarkan fatwa, dan "keras". Para ulama NU menyatakan bahwa jenazah koruptor yang belum mengembalikan uang hasil korupsinya tidak wajib disalati. Forum Bahtsul Masail NU mengacu pada hadis riwayat Imam Bukhari bahwa Nabi Muhammad tidak berkenan menyalati jenazah yang masih punya utang. Kelihatannya, NU menganggap koruptor sebenarnya telah "berutang" kepada rakyat karena uang yang diambilnya adalah uang milik rakyat, sehingga perilaku Nabi itu juga dapat diberlakukan di sini.

Namun, bukankah negara kita juga banyak utang? Jangan-jangan, kita semua akan wafat dalam keadaan menanggung utang negara dan karenanya tidak wajib disalati? NU berkelit dengan menganggap utang negara bukanlah utang yang harus ditanggung tiap-tiap individu rakyat.

Masalah lain muncul ketika koruptor mengembalikan harta yang "dipinjamnya", apakah hukumannya menjadi gugur? NU menjawab "tidak!". Pengembalian uang hasil korupsi tidak menggugurkan hukuman. Boleh jadi, NU merespons perkembangan kasus Buloggate II, di mana terdakwa telah mengembalikan dana Rp 40 milyar. Pendapat NU ini terhitung sebuah terobosan karena Imam Syafi'i, yang mazhabnya dianut secara luas oleh kalangan NU, dalam kitab Al-Umm berpendapat bahwa tobatnya pencuri dapat menggugurkan hukuman potong tangan selama kasusnya belum sampai ke meja hakim.

Selain itu, menurut Imam Abu Hanifah, hukuman atas tindak pidana pencurian itu bersifat pilihan: potong tangan atau mengembalikan (mengganti) barang yang dicuri kepada pemiliknya (Tafsir Fakhr al-Razi, Juz XI, halaman 228), atau menurut ulama lain, menafkahkannya di jalan Allah (Tafsir Ruh al-Ma’ani, Juz VI, halaman 135).

Pertanyaan yang muncul kemudian: hukuman apa yang layak bagi para koruptor? NU dengan "keras" menyarankan dikenakannya hukuman potong tangan, dan bahkan hukuman mati. Hukum kita tentu saja belum mengatur pidana potong tangan tersebut, dan pada saat yang sama NU menyarankan agar Pasal 29 UUD 1945 tidak diubah. Konsistensi dan efektivitas fatwa NU ini layak dipertanyakan. NU merujuk pada ketentuan hukum Islam soal pidana pencurian, namun menolak pemberlakuan Piagam Jakarta.

Bagaimana ini bisa terjadi? Saya menduga kuat, pembahasan soal Pasal 29 UUD 1945 dilakukan dalam Bahtsul Masail kategori maudhu'iyyah (tematik), sedangkan masalah korupsi dibahas dalam Bahtsul Masail kategori waqi'iyah siyasiyyah (politik aktual). Biasanya, kedua pembahasan ini dilakukan pada saat yang bersamaan dalam ruangan yang berbeda, dan diikuti peserta yang juga berbeda (berdasarkan pengalaman memantau Muktamar Lirboyo 1999). Itulah sebabnya, fatwa yang satu dengan fatwa yang lain terkesan tidak nyambung.

NU juga mengharamkan hibah yang diterima pejabat. Diduga kuat, fatwa ini merespons kecenderungan para pejabat "mengakali" pengisian daftar kekayaan. Boleh jadi, fatwa ini merujuk pada satu peristiwa ketika Nabi memarahi sahabat yang menjadi utusannya dalam memungut zakat di suatu kota. Utusan tersebut, selain berhasil mengumpulkan zakat, rupanya juga menerima berbagai pemberian. Ketika mendapat laporan soal ini, Nabi murka dan meminta harta pemberian itu dimasukkan ke kas negara. Nabi bersabda, "Kalau engkau bukan pejabat yang aku kirim, apakah mereka akan memberimu berbagai hadiah?" Nabi "mencium" adanya kepentingan tertentu di balik pemberian tersebut.

Sayangnya, fatwa soal haramnya hibah ini tidak dikeluarkan NU ketika Presiden Wahid digoyang kasus sumbangan Sultan Brunei. Tentu akan menarik kalau para ulama saat itu bertanya pada presiden, "Andai kata engkau bukan presiden, apakah Sultan Brunei akan memberi sumbangan tersebut?"

Terlepas dari kritik atas konsistensi dan efektivitas fatwa NU itu, suara ulama yang memahami kejengkelan rakyat terhadap akutnya praktek korupsi di semua level pemerintahan ini harus disambut gembira. 'Ala kulli hal, fatwa ini merupakan suara moral yang tersisa, nada keadilan yang tertinggal dan gema harapan di tengah bayang-bayang kehancuran bangsa akibat korupsi yang merajalela.

[Nadirsyah Hosen, Alumnus Fakultas Hukum Northern Territory University dan Islamic Studies Program pada University of New England, Australia]

[Kolom, GATRA, Nomor 38. Beredar Senin, 5 Agustus 2002]


KRONOLOGI KELAHIRAN YESUS KRISTUS MENURUT SAINS

Posted by mochihotoru | Posted in , , , | Posted on 8:34:00 PM

0

DISCLAIMER: Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk merusak (atau menghina) kepercayaan dan tradisi mayoritas umat kristiani yang telah dipegang paling tidak sejak sekitar tahun 350 M saat Uskup Roma Yulius I (Paus Yulius I) dari Gereja Barat secara resmi menjadikan Natal, yang diadopsi dari Pesta Kelahiran Dewa Matahari, sebagai hari raya yang harus diperingati setiap tahunnya. Tulisan ini merupakan rekonstruksi ulang kejadian-kejadian seputar kelahiran Yesus Kristus yang disusun secara netral dan sola scriptura menurut hasil temuan para pakar Alkitab, ahli astronomi, maupun ahli sejarah dari kalangan kekristenan sendiri dengan mengambil potongan-potongan ayat Injil sinoptik, apokrifa, dan bukti ilmiah secara lengkap.


Pada zaman Herodes Agung (74 SM – 4 atau 1 SM), raja Yudea, hiduplah seorang imam yang bernama Zakharia, seorang Farisi dari rombongan Abia. Isterinya juga berasal dari keturunan Harun dan anggota suku Lewi, namanya Elisabet. Keduanya adalah benar di hadapan Allah dan hidup menurut segala perintah dan ketetapan TUHAN dengan tidak bercacat. Tetapi mereka tidak mempunyai anak, sebab Elisabet mandul dan keduanya telah lanjut umurnya.

Pada suatu kali, tiba giliran rombongannya, Zakharia melakukan tugas keimaman di hadapan TUHAN. Rombongan kedelapan ini memulai pelayanan sekitar akhir bulan Mei tahun itu. Sebab ketika diundi, sebagaimana lazimnya, untuk menentukan imam yang bertugas, dialah yang ditunjuk untuk masuk ke dalam Bait Suci dan membakar ukupan (dupa) di situ. Sementara itu seluruh umat berkumpul di luar dan sembahyang. Waktu itu adalah waktu pembakaran ukupan. Maka tampaklah kepada Zakharia seorang malaikat TUHAN berdiri di sebelah kanan mezbah pembakaran ukupan.

Melihat hal itu ia terkejut dan menjadi takut. Tetapi malaikat itu berkata kepadanya: “Jangan takut, hai Zakharia, sebab doamu telah dikabulkan dan Elisabet, isterimu, akan melahirkan seorang anak laki-laki bagimu dan haruslah engkau menamai dia Yohanes. Engkau akan bersukacita dan bergembira, bahkan banyak orang akan bersukacita atas kelahirannya itu. Sebab ia akan besar di hadapan TUHAN dan ia tidak akan minum anggur atau minuman keras dan ia akan penuh dengan Roh Kudus mulai dari rahim ibunya; ia akan membuat banyak orang Israel berbalik kepada TUHAN, Allah mereka, dan ia akan berjalan mendahului TUHAN dalam roh dan kuasa Elia untuk membuat hati bapa-bapa berbalik kepada anak-anaknya dan hati orang-orang durhaka kepada pikiran orang-orang benar dan dengan demikian menyiapkan bagi TUHAN suatu umat yang layak bagi-Nya.”

Lalu kata Zakharia kepada malaikat itu: “Bagaimanakah aku tahu, bahwa hal ini akan terjadi? Sebab aku sudah tua dan isteriku sudah lanjut umurnya.”

Jawab malaikat itu kepadanya: “Akulah Jibril yang melayani Allah dan aku telah diutus untuk berbicara dengan engkau dan untuk menyampaikan kabar baik ini kepadamu. Sesungguhnya engkau akan menjadi bisu dan tidak dapat berkata-kata sampai kepada hari, di mana semuanya ini terjadi, karena engkau tidak percaya akan perkataanku yang akan nyata kebenarannya pada waktunya.”

Sementara itu orang banyak menanti-nantikan Zakharia. Mereka menjadi heran, bahwa ia begitu lama berada dalam Bait Suci. Ketika ia keluar, ia tidak dapat berkata-kata kepada mereka dan mengertilah mereka, bahwa ia telah melihat suatu penglihatan di dalam Bait Suci. Lalu ia memberi isyarat kepada mereka, sebab ia tetap bisu. Lalu ketika selesai jangka waktu tugas jabatannya, ia pulang ke rumah pada awal bulan Juni.

Beberapa lama kemudian Elisabet, isterinya, mengandung dan selama lima bulan ia tidak menampakkan diri, katanya: “Inilah suatu perbuatan TUHAN bagiku, dan sekarang Ia berkenan menghapuskan aibku di depan orang.”

[Sementara itu, hiduplah seorang anak perawan yang mulia dan terberkati yang dilahirkan di kota Nazaret dan mendapat pendidikan di Bait Suci di Yerusalem; nama perawan itu Maria. Nama bapanya adalah Yoakhim, nama ibunya adalah Anna. Keluarga bapanya berasal dari Galilea dan kota Nazaret. Keluarga ibunya berasal dari Betlehem. Orang tuanya mengadakan sumpah bahwa jika Allah memberikan keturunan bagi mereka, mereka akan mempersembahkan anaknya untuk melayani TUHAN; begitulah mereka berdoa pada setiap Hari Raya di dalam Bait Suci.

Sang Perawan TUHAN, saat dia semakin tumbuh besar dari tahun ke tahun, semakin meningkat pula dalam kesempurnaan, dan menurut perkataan Pemazmur, bapa dan ibunya telah meninggalkan dirinya, tetapi TUHAN senantiasa menjaganya. Karena dia selalu bercakap-cakap dengan para malaikat, dan setiap hari menerima tamu dari Allah, yang menjaganya dari segala jenis kejahatan dan membuat dia berlimpahan dengan segala hal yang baik. Dan ketika dia tiba di umurnya yang keempat belas, di mana si jahat tidak lagi bisa mencobainya, orang-orang baik yang dia kenal mengagumi perilaku dan tutur katanya. Saat itu Imam Besar membuat ketetapan agar semua gadis yang tinggal di Bait Suci dan sampai pada umur itu haruslah pulang ke rumahnya masing-masing, dan karena mereka telah mencapai kedewasaan yang layak, mereka harus menikah sesuai dengan adat istiadat mereka. Meskipun gadis-gadis lain siap menjalankan ketetapan ini, Maria sang Perawan TUHAN menjadi satu-satunya yang menjawab bahwa ia tidak bisa memenuhinya. Alasannya adalah, bahwa dia dan orang tuanya telah menyerahkan dirinya untuk melayani TUHAN; dan bahwa dia telah bersumpah untuk menyerahkan keperawanannya kepada TUHAN, di mana dia tak akan pernah melanggarnya dengan bersetubuh dengan laki-laki.]

Dalam bulan yang keenam kandungan Elisabet, yaitu bulan Desember, Allah menyuruh malaikat Jibril pergi ke sebuah kota di Galilea bernama Nazaret, kepada seorang perawan yang saat itu telah bertunangan dengan seorang duda beranak enam [juga bapa dari Yakobus yang Adil] bernama Yusuf dari keluarga Daud itu. Ketika malaikat itu masuk ke rumah Maria, ia berkata: “Salam, hai engkau yang dikaruniai, TUHAN menyertai engkau.”

Maria terkejut mendengar perkataan itu, lalu bertanya di dalam hatinya, apakah arti salam itu. Kata malaikat itu kepadanya: “Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah. Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus. Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. Dan TUHAN Allah akan mengaruniakan kepada-Nya tahta Daud, bapa leluhur-Nya, dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan.”

Kata Maria kepada malaikat itu: “Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?”

Jawab malaikat itu kepadanya: “Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah. Dan sesungguhnya, Elisabet, sanakmu itu, iapun sedang mengandung seorang anak laki-laki pada hari tuanya dan inilah bulan yang keenam bagi dia, yang disebut mandul itu. Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil.” Kata Maria: “Sesungguhnya aku ini adalah hamba TUHAN; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” Lalu malaikat itu meninggalkan dia.

Beberapa waktu kemudian berangkatlah Maria dan langsung berjalan ke pegunungan menuju sebuah kota di Yehuda. Di situ ia masuk ke rumah Zakharia dan memberi salam kepada Elisabet. Dan ketika Elisabet mendengar salam Maria, melonjaklah anak yang di dalam rahimnya dan Elisabet pun penuh dengan Roh Kudus, lalu berseru dengan suara nyaring: “Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu. Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku? Sebab sesungguhnya, ketika salammu sampai kepada telingaku, anak yang di dalam rahimku melonjak kegirangan. Dan berbahagialah ia, yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari TUHAN, akan terlaksana.”

Lalu kata Maria: “Jiwaku memuliakan TUHAN, dan hatiku bergembira karena Allah, Juru Selamatku, sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya. Sesungguhnya, mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia, karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan nama-Nya adalah kudus. Dan kasih-Nya turun-temurun atas orang yang takut akan Dia. Ia memperlihatkan kuasa-Nya dengan perbuatan tangan-Nya dan mencerai-beraikan orang-orang yang congkak hatinya; Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dari tahtanya dan meninggikan orang-orang yang rendah; Ia melimpahkan segala yang baik kepada orang yang lapar, dan menyuruh orang yang kaya pergi dengan tangan hampa; Ia menolong Israel, hamba-Nya, karena Ia mengingat kasih-Nya, seperti yang dijanjikan-Nya kepada nenek moyang kita, kepada Abraham dan keturunannya untuk selama-lamanya.”

Kemudian genaplah bulannya bagi Elisabet, yaitu pada bulan Maret, untuk bersalin dan iapun melahirkan seorang anak laki-laki. Ketika tetangga-tetangganya serta sanak saudaranya mendengar, bahwa TUHAN telah menunjukkan kasih-Nya yang begitu besar kepadanya, bersukacitalah mereka bersama-sama dengan dia. Maka datanglah mereka pada hari yang kedelapan untuk menyunatkan anak itu dan mereka hendak menamai dia Zakharia menurut nama bapanya, tetapi ibunya berkata: “Jangan, ia harus dinamai Yohanes.”

Kata mereka kepadanya: “Tidak ada di antara sanak saudaramu yang bernama demikian.” Lalu mereka memberi isyarat kepada bapanya untuk bertanya nama apa yang hendak diberikannya kepada anaknya itu. Ia meminta batu tulis, lalu menuliskan kata-kata ini: “Namanya adalah Yohanes.” Dan merekapun heran semuanya. Seketika itu juga terbukalah mulutnya dan terlepaslah lidahnya, lalu ia berkata-kata dan memuji Allah.

Maka ketakutanlah semua orang yang tinggal di sekitarnya, dan segala peristiwa itu menjadi buah tutur di seluruh pegunungan Yudea. Kemudian semua orang, yang mendengarnya, merenungkannya dan berkata: “Menjadi apakah anak ini nanti?” Sebab tangan TUHAN menyertai dia.

Zakharia, bapanya, lalu penuh dengan Roh Kudus, lalu bernubuat, katanya: “Terpujilah TUHAN, Allah Israel, sebab Ia melawat umat-Nya dan membawa kelepasan baginya, Ia menumbuhkan sebuah tanduk keselamatan bagi kita di dalam keturunan Daud, hamba-Nya itu—seperti yang telah difirmankan-Nya sejak purbakala oleh mulut nabi-nabi-Nya yang kudus—untuk melepaskan kita dari musuh-musuh kita dan dari tangan semua orang yang membenci kita, untuk menunjukkan kasih-Nya kepada nenek moyang kita dan mengingat akan perjanjian-Nya yang kudus, yaitu sumpah yang diucapkan-Nya kepada Abraham, bapa leluhur kita, bahwa Ia mengaruniai kita, supaya kita, terlepas dari tangan musuh, dapat beribadah kepada-Nya tanpa takut, dalam kekudusan dan kebenaran di hadapan-Nya seumur hidup kita. Dan engkau, hai anakku, akan disebut sebagai nabi Allah Yang Mahatinggi; karena engkau akan berjalan mendahului TUHAN untuk mempersiapkan jalan bagi-Nya, untuk memberikan kepada umat-Nya pengertian akan keselamatan yang berdasarkan pengampunan dosa-dosa mereka, oleh kasih dan belas kasihan dari Allah kita, dengan mana Ia akan melawat kita, Surya pagi dari tempat yang tinggi, untuk menyinari mereka yang diam dalam kegelapan dan dalam naungan maut untuk mengarahkan kaki kita kepada jalan damai sejahtera.”

Setelah Maria tinggal kira-kira tiga bulan lamanya bersama dengan Elisabet, dia pun pulang kembali ke rumahnya di Yerusalem. Sementara Yohanes bertambah besar dan makin kuat rohnya. Ia tinggal di padang gurun sampai kepada hari ia harus menampakkan diri kepada Israel.

Pada waktu Maria bertunangan dengan Yusuf, ternyata ia mengandung dari Roh Kudus, sebelum mereka hidup sebagai suami isteri. Akhirnya hal ini diketahui pula oleh Yusuf suaminya. Karena Yusuf, seorang yang tulus hati dan tidak mau mencemarkan nama isterinya di muka umum, ia bermaksud menceraikannya dengan diam-diam. Tetapi ketika ia mempertimbangkan maksud itu, malaikat TUHAN nampak kepadanya dalam mimpi dan berkata: “Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus. Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka.” Hal itu terjadi supaya genaplah yang difirmankan TUHAN oleh nabi: ‘Sesungguhnya, perempuan muda itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan memanggil-Nya Allah bersama kita’. Sesudah bangun dari tidurnya, Yusuf berbuat seperti yang diperintahkan malaikat TUHAN itu kepadanya. Ia mengambil Maria sebagai isterinya, tetapi tidak bersetubuh dengan dia bahkan setelah ia melahirkan anaknya laki-laki

Pada waktu itu Kaisar Agustus (63 SM – 14 M) mengeluarkan suatu perintah, menyuruh mendaftarkan semua orang di seluruh dunia. Inilah sensus yang pertama kali diadakan sewaktu Kirenius menjadi wali negeri di Suriah. Maka pada awal musim gugur itu, pergilah semua orang mendaftarkan diri, masing-masing di kotanya sendiri. Demikian juga Yusuf pergi dari kota Nazaret di Galilea ke Yudea, ke kota Daud yang bernama Betlehem Efrata—karena ia berasal dari keluarga dan keturunan Daud—supaya didaftarkan bersama-sama dengan Maria, tunangannya, yang sedang mengandung. Saat itu semua orang menantikan perayaan Sukkot; yang disebut pula Hari Raya Tabernakel.

Ketika mereka telah berada di kota itu, tibalah waktunya bagi Maria untuk bersalin; [dan dia tidak dapat melanjutkan perjalanan ke kota, lalu berkata: Mari kita masuk ke gua ini.” Ketika itu matahari hampir terbenam. Tapi Yusuf bergegas pergi, agar dapat menjemput bidan; dan ketika dia bertemu dengan seorang wanita Ibrani tua yang baru datang dari Yerusalem, dia berkata kepadanya: “Mohon kemari sejenak, hai Wanita tua, dan masuklah ke dalam gua itu, dan engkau akan melihat seorang perempuan yang siap melahirkan.”]

Sementara itu dengan bantuan malaikat TUHAN, Maria pun melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung; [saat itu tanggal 1 Tisri atau 11 September di mana aktivitas benda angkasa seperti Yupiter, Mars, Merkurius, Regulus, dan Venus serta gabungan konjungsinya yang bermacam-macam di Rasi Bintang Leo nampak oleh mata. Matahari saat itu nampak di Rasi Bintang Virgo. Maka genaplah isi kitab Wahyu yang berbunyi: Seorang perempuan berselubungkan matahari, dengan bulan di bawah kakinya dan sebuah mahkota dari dua belas bintang di atas kepalanya.] Lalu dibungkusnya Anak itu dengan lampin dan dibaringkan-Nya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di penginapan.

[Matahari telah terbenam, ketika seorang wanita tua dan Yusuf sampai ke gua, dan mereka memasuki gua tersebut. Dan lihatlah, tempat itu diisi oleh cahaya, lebih terang dari cahaya lentera atau lilin, bahkan lebih terang dari cahaya matahari. Bayi itu yang dibungkus dengan lampin itu lalu menyusu kepada Maria ibunya. Ketika mereka berdua melihat cahaya ini, alangkah terkejutnya mereka; wanita tua bertanya kepada Maria: “Apakah engkau ibu dari Anak ini?” Maria menjawab, betul. Lalu wanita itu berkata: “Engkau sungguh sangat berbeda dengan perempuan lain.” Maria menjawab: “Karena tak ada seorang anak pun yang sama seperti Anakku, begitu pula tak ada perempuan yang sama seperti ibu-Nya.” Wanita itu menjawab dan berkata: “Oh Nyonya, aku datang kemari supaya aku beroleh upah yang kekal.” Kemudian Bunda kita Maria berkata kepadanya: “Letakkan tanganmu di atas Bayi ini;” dan ketika selesai melakukannya, dia menjadi sehat. Dan ketika dia akan keluar, katanya: “Mulai dari sekarang, seluruh hari-hari dalam hidupku, aku akan hadir kepada dan menjadi pelayan-Nya.”]

Di daerah itu ada gembala-gembala yang tinggal di padang menjaga kawanan ternak mereka pada waktu malam pada awal musim gugur, setelah panen akhir-musim-panas. Tiba-tiba berdirilah seorang malaikat TUHAN di dekat mereka dan kemuliaan TUHAN bersinar meliputi mereka dan mereka sangat ketakutan. Lalu kata malaikat itu kepada mereka: “Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa: Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud. Dan inilah tandanya bagimu: Kamu akan menjumpai seorang bayi dibungkus dengan lampin dan terbaring di dalam palungan.”

Tiba-tiba tampaklah bersama-sama dengan malaikat itu sejumlah besar bala tentara surga yang memuji Allah, katanya: “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya.” Setelah malaikat-malaikat itu meninggalkan mereka dan kembali ke surga, gembala-gembala itu berkata seorang kepada yang lain: “Marilah kita pergi ke Betlehem untuk melihat apa yang terjadi di sana, seperti yang diberitahukan TUHAN kepada kita.” Lalu mereka cepat-cepat berangkat dan menjumpai Maria dan Yusuf dan bayi itu, yang sedang berbaring di dalam palungan. Dan ketika mereka melihat-Nya, mereka memberitahukan apa yang telah dikatakan kepada mereka tentang Anak itu. Semua orang yang mendengarnya heran tentang apa yang dikatakan gembala-gembala itu kepada mereka. Tetapi Maria menyimpan segala perkara itu di dalam hatinya dan merenungkannya.

Maka kembalilah gembala-gembala itu sambil memuji dan memuliakan Allah karena segala sesuatu yang mereka dengar dan mereka lihat, semuanya sesuai dengan apa yang telah dikatakan kepada mereka.

Ketika genap delapan hari dan Yesus harus disunatkan, Ia oleh Yusuf diberi nama Yesus, yaitu nama yang disebut oleh malaikat sebelum Ia dikandung ibu-Nya. Ketika genap waktu penyucian, menurut hukum Taurat Musa, mereka membawa Dia ke Yerusalem untuk menyerahkan-Nya kepada TUHAN, seperti ada tertulis dalam hukum TUHAN: “Semua anak laki-laki sulung harus dikuduskan bagi Allah”, dan untuk mempersembahkan korban menurut apa yang difirmankan dalam hukum TUHAN, yaitu sepasang burung tekukur atau dua ekor anak burung merpati.

Hiduplah di Yerusalem seorang bernama Simeon. Ia seorang yang benar dan saleh yang menantikan penghibur bagi Israel. Roh Kudus ada di atasnya, dan kepadanya telah dinyatakan oleh Roh Kudus, bahwa ia tidak akan mati sebelum ia melihat Mesias, yaitu Dia yang diurapi TUHAN. Ia datang ke Bait Allah oleh Roh Kudus. Ketika Yesus, Anak itu, dibawa masuk oleh orang tua-Nya untuk melakukan kepada-Nya apa yang ditentukan hukum Taurat, ia menyambut Anak itu dan menatang-Nya sambil memuji Allah, katanya: “Sekarang, TUHAN, biarkanlah hamba-Mu ini pergi dalam damai sejahtera, sesuai dengan firman-Mu, sebab mataku telah melihat keselamatan yang dari pada-Mu, yang telah Engkau sediakan di hadapan segala bangsa, yaitu terang yang menjadi penyataan bagi bangsa-bangsa lain dan menjadi kemuliaan bagi umat-Mu, Israel.”

Dan bapa serta ibu-Nya amat heran akan segala apa yang dikatakan tentang Dia. Lalu Simeon memberkati mereka dan berkata kepada Maria, ibu Anak itu: “Sesungguhnya Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan atau membangkitkan banyak orang di Israel dan untuk menjadi suatu tanda yang menimbulkan perbantahan—dan suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri, supaya menjadi nyata pikiran hati banyak orang.”

Lagipula di situ ada Hana, seorang nabi perempuan, anak Fanuel dari suku Asyer. Ia sudah sangat lanjut umurnya. Sesudah kawin ia hidup tujuh tahun lamanya bersama suaminya, dan sekarang ia janda dan berumur delapan puluh empat tahun. Ia tidak pernah meninggalkan Bait Allah dan siang malam beribadah dengan berpuasa dan berdoa. Ketika itu juga datanglah ia ke situ dan mengucap syukur kepada Allah dan berbicara tentang Anak itu kepada semua orang yang menantikan kelepasan untuk Yerusalem.

Sesudah Yesus dilahirkan di Betlehem di tanah Yudea, datanglah orang-orang majus, dalam bahasa Persia: magi, yang menguasai astronomi, sejarah, dan agama dari Timur (Persia) ke Yerusalem dan bertanya-tanya: “Di manakah Dia, raja orang Yahudi yang baru dilahirkan itu? Kami telah melihat bintang-Nya di Timur dan kami datang untuk menyembah Dia.” Ketika Raja Herodes mendengar hal itu terkejutlah ia beserta seluruh Yerusalem. Maka dikumpulkannya semua imam kepala dan ahli Taurat bangsa Yahudi, lalu dimintanya keterangan dari mereka, di mana Mesias akan dilahirkan.

Mereka berkata kepada Raja: “Di Betlehem di tanah Yudea, karena demikianlah ada tertulis dalam kitab nabi: Dan engkau Betlehem, tanah Yehuda, engkau sekali-kali bukanlah yang terkecil di antara mereka yang memerintah Yehuda, karena dari padamulah akan bangkit seorang pemimpin, yang akan menggembalakan umat-Ku Israel.”

Lalu dengan diam-diam Herodes memanggil orang-orang majus itu dan dengan teliti bertanya kepada mereka, bilamana bintang itu nampak. Kemudian ia menyuruh mereka ke Betlehem, katanya: “Pergi dan selidikilah dengan seksama hal-hal mengenai Anak itu dan segera sesudah kamu menemukan Dia, kabarkanlah kepadaku supaya aku pun datang menyembah Dia.”

Setelah mendengar kata-kata raja itu, berangkatlah mereka. Dan lihatlah, bintang yang mereka lihat di Timur itu mendahului mereka hingga tiba dan berhenti di atas tempat Anak itu berada. Ketika mereka melihat bintang itu, sangat bersukacitalah mereka. Maka masuklah mereka ke dalam rumah itu dan melihat Anak Kecil (bahasa Yunani: paidion), yang telah berumur sekitar 18 bulan, itu bersama Maria, ibu-Nya, lalu sujud menyembah Dia. Mereka pun membuka tempat harta bendanya dan mempersembahkan persembahan kepada-Nya, yaitu emas, kemenyan, dan mur. Setelah itu, karena diperingatkan dalam mimpi supaya jangan kembali kepada Herodes, maka pulanglah mereka ke negerinya melalui jalan lain.

Setelah orang-orang majus, yaitu para magi, itu berangkat, nampaklah malaikat TUHAN kepada Yusuf dalam mimpi dan berkata: “Bangunlah, ambillah Anak itu serta ibu-Nya, larilah ke Mesir dan tinggallah di sana sampai Aku berfirman kepadamu, karena Herodes akan mencari Anak itu untuk membunuh Dia.” Maka Yusuf pun bangunlah, diambilnya Anak itu serta ibu-Nya malam itu juga, lalu menyingkir ke Mesir, dan tinggal di sana hingga Herodes mati. Hal itu terjadi supaya genaplah yang difirmankan TUHAN oleh nabi: “Dari Mesir Kupanggil Anak-Ku.”

Ketika Herodes tahu, bahwa ia telah diperdayakan oleh orang-orang majus itu, ia sangat marah. Lalu ia menyuruh membunuh semua anak di Betlehem dan sekitarnya, yaitu anak-anak yang berumur dua tahun ke bawah, sesuai dengan waktu yang dapat diketahuinya dari orang-orang majus itu. Dengan demikian genaplah firman yang disampaikan oleh Nabi Yeremia: “Terdengarlah suara di Rama, tangis dan ratap yang amat sedih; Rahel menangisi anak-anaknya dan ia tidak mau dihibur, sebab mereka tidak ada lagi.”

Setelah Herodes Agung mati, nampaklah malaikat TUHAN kepada Yusuf dalam mimpi di Mesir, katanya: “Bangunlah, ambillah Anak itu serta ibu-Nya dan berangkatlah ke tanah Israel, karena mereka yang hendak membunuh Anak itu, sudah mati.” Lalu Yusuf pun bangunlah, diambilnya Anak itu serta ibu-Nya dan pergi ke tanah Israel. Tetapi setelah didengarnya, bahwa Arkhelaus (23 SM – sekitar 18 M) menjadi raja di Yudea menggantikan Herodes, bapanya, ia takut ke sana. Karena dinasihati dalam mimpi, pergilah Yusuf ke daerah Galilea. Setibanya di sana ia pun tinggal di sebuah kota yang bernama Nazaret. Hal itu terjadi supaya genaplah firman yang disampaikan oleh nabi-nabi, bahwa Ia akan disebut: Orang Nazaret.

Setelah selesai semua yang harus dilakukan menurut hukum TUHAN, kembalilah mereka ke kota kediamannya, yaitu kota Nazaret di Galilea. Anak itu bertambah besar dan menjadi kuat, penuh hikmat, dan kasih karunia Allah ada pada-Nya.

Tiap-tiap tahun orang tua Yesus pergi ke Yerusalem pada hari raya Paskah. Ketika Yesus telah berumur dua belas tahun pergilah mereka ke Yerusalem seperti yang lazim pada hari raya itu. Sehabis hari-hari perayaan itu, ketika mereka berjalan pulang, tinggallah Yesus di Yerusalem tanpa diketahui orang tua-Nya. Karena mereka menyangka bahwa Ia ada di antara orang-orang seperjalanan mereka, berjalanlah mereka sehari perjalanan jauhnya, lalu mencari Dia di antara kaum keluarga dan kenalan mereka. Karena mereka tidak menemukan Dia, kembalilah mereka ke Yerusalem sambil terus mencari Dia. Sesudah tiga hari mereka menemukan Dia dalam Bait Allah; Ia sedang duduk di tengah-tengah alim ulama, sambil mendengarkan mereka dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada mereka. Dan semua orang yang mendengar Dia sangat heran akan kecerdasan-Nya dan segala jawab yang diberikan-Nya. Dan ketika orang tua-Nya melihat Dia, tercenganglah mereka, lalu kata ibu-Nya kepada-Nya: “Nak, mengapakah Engkau berbuat demikian terhadap kami? Bapa-Mu dan aku dengan cemas mencari Engkau.” Jawab-Nya kepada mereka: “Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?” Tetapi mereka tidak mengerti apa yang dikatakan-Nya kepada mereka. Lalu Ia pulang bersama-sama mereka ke Nazaret; dan Ia tetap hidup dalam asuhan mereka. Dan ibu-Nya menyimpan semua perkara itu di dalam hatinya. Yesus pun makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia.


Keterangan: Kalimat dalam akolade atau tanda kurung besar sepenuhnya adalah dalil para ahli (mengenai tanggal 11 September, susunan konjugasi bintang, serta Yakobus saudara Tuhan) dan ayat-ayat dalam Injil apokrifa yang dipakai di kalangan Gereja Timur dan Gereja perdana namun tak dikenal di kalangan Gereja Barat.

Sumber: Injil Lukas, Injil Matius, Injil Kelahiran Maria, Injil Pertama Masa Kecil Yesus Kristus, Truth or Tradition, Catholic Encyclopedia, Wikipedia