TAHUKAH ANDA: SALAT BAGI UMAT KRISTEN
Posted by mochihotoru | Posted in Christianity, Culture, Religions | Posted on 11:46:00 AM
Barangkali agak asing rupanya, jika orang Kristen berbicara tentang salat. Karena kata “salat” atau “sembahyang” itu sendiri jarang disinggung-sentuh oleh orang Kristen. Padahal jauh sebelum saudara kita kaum muslim menggunakan istilah ini, orang Kristen Ortodoks telah menggunakan kata “salat” saat menunaikan ibadah.
Kata “salat” itu sendiri dalam bahasa Arab, serumpun dengan kata “tzelota” dalam bahasa Aram (Suriah), yaitu bahasa yang digunakan oleh Tuhan Yesus Kristus sewaktu hidup di dunia. Umat Kristen Ortodoks Arab, yaitu umat Kristen Ortodoks yang berada di Mesir, Palestina, Yordania, Lebanon, dan daerah Timur Tengah lainnya, menggunakan kata “tzelota” tadi dalam bentuk bahasa Arab yaitu “shalat”, sehingga doa “Bapa kami” oleh umat Kristen Ortodoks Arab disebut sebagai “Shalat al Rabbaniyah”. Dengan demikian, salat itu bukanlah datang dari umat Islam atau meminjam istilah Islam semata. Jauh sebelum ajaran Islam muncul, istilah “salat” untuk menunaikan ibadah telah digunakan oleh kaum Kristen Ortodoks, tentu saja dalam penghayatan yang berbeda. [Selain itu, kaum Yahudi Essenes (Esseioi), Samaria (Shomronim), Hanif (Hunafa) di Arab, bahkan kaum pagan Mekkah pun ikut melaksanakan ritual ini. Baik kaum Yahudi, Sabean, Kristen, Hanif, maupun Islam, serta kaum pagan Mekkah pra-Islam sekalipun, yang melaksanakan ritual ini mengaku bahwa ritual peribadahan ini merupakan teladan yang diajarkan langsung oleh nabi, utusan, dan orang-orang yang dipakai Allah lain--termasuk Tuhan Yesus Kristus.]
Dalam Gereja Ortodoks, sesuai dengan data-data Alkitab, baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, menyebutkan bahwa salat itu dilakukan tujuh kali dalam sehari (Mzm 119:164) berdasarkan urutan waktu dan masing-masing salat itu mempunyai makna teologis di sekitar Inkarnasi Sang Firman Allah dan karyaNya. Sedangkan nama-nama salat tersebut adalah sebagai berikut:
1. “Salat Jam Pertama” (“Sembahyang Singsing Fajar”, “Orthros”, “Matinus”, “Laudes”) atau “Shalatus Sa’atul Awwal” (“Salatus Shakhar”), yaitu ibadah pagi sebanding dengan “Salat Subuh” dalam ajaran Islam (jam 5-6 pagi). Data ini diambil dari Kitab Keluaran 29:38-41 berkenaan dengan ibadah korban pagi dan petang, yang dalam Gereja dihayati sebagai peringatan lahirnya Sang Firman Menjelma sebagai Sang Terang Dunia (Yoh 8:12).
2. “Salat Jam Ketiga” (“Sembahyang Jam Ketiga”, “Tercia”) atau “Shalatus Sa’atus Tsalitsu”, salat ini sebanding dengan “Salat Dhuha” dalam ajaran Islam meskipun bukan salat wajib (jam 9-11 pagi). Ini terungkap dalam Kitab Kisah Para Rasul 2:1, 15 yang mempunyai pengertian penyaliban Yesus dan juga turunnya Sang Roh Kudus (Mrk 15:25; Kis 2:1-12,15). Itu sebabnya dengan salat ini, kita teringatkan agar mempunyai tekat dan kerinduan untuk menyalibkan dan memerangi hawa nafsu (kedagingan) sendiri, agar kasih Allah dalam Roh Kudus melimpah dalam hidup.
3. “Salat Jam Keenam” (“Sembahyang Jam Keenam”, “Sexta”) atau “Shalatus Sa’atus Sadis”. Ini nyata terlihat dalam Kisah Para Rasul 10:9 dan salat ini sebanding dengan “Salat Zuhur” dalam ajaran Islam (jam 12-1 tengah hari), yang mempunyai makna sebagai peringatan akan penderitaan Kristus di atas salib (Luk 23:44-45), dan pencuri yang disalib bersama-sama Kristus bertobat. Berpijak dari makna ini, kita pun diharapkan seperti pencuri selalu ingat akan hidup pertobatan dan selalu memohon rahmat Ilahi agar mampu mencapai tujuan hidup yaitu masuk dalam kerajaan Allah.
4. “Salat Jam Kesembilan” (“Sembahyang Jam Kesembilan”, “Nona”) atau “Shalatus Sa’atus Tis’ah” (Kis 3:1) sebanding dengan “Salat Ashar” dalam ajaran Islam (jam 3-4 sore). Salat ini dilakukan untuk mengingatkan saat Kristus menghembuskan nafas terakhir-Nya di atas salib (Mrk 15:34-38), sekaligus untuk mengingatkan bahwa kematian Kristus di atas salib adalah untuk menebus dosa-dosa, agar manusia dapat melihat dan merasakan rahmat Ilahi.
5. “Salat Senja” (“Sembahyang Senja”, “Esperinos”, “Vesperus”) atau “Shalatul Ghurub”. Salat ini sebanding dengan “Salat Magrib” dalam ajaran Islam (kira-kira jam 6 sore), sama seperti salat jam pertama, salat ini dilatar belakangi oleh ibadah korban pagi dan petang yang terdapat dalam Kitab Keluaran 29:38-41. Makna dan tujuan salat ini adalah untuk memperingati ketika Kristus berada dalam kubur dan bangkit pada esok harinya, seperti halnya matahari tenggelam dalam kegelapan untuk terbit pada esok harinya.
6. “Salat Purna Bujana” (“Salat Tidur”, “Completorium”) atau “Shalatul Naum” (Mzm 4:9). Salat ini sebanding dengan “Salat Isya” dalam ajaran Islam (jam 8-12 malam), yang mempunyai makna untuk mengingatkan bahwa pada saat malam seperti inilah Kristus tergeletak dalam kuburan dan tidur yang akan dilakukan itu adalah gambaran dari kematian itu.
7. “Salat Tengah Malam” (“Sembahyang Ratri Madya”, “Prima”) atau “Shalatul Lail” atau “Shalat Satar” (Kis 16:25). Salat ini sebanding dengan “Salat Tahajud” dalam ajaran Islam. Salat tengah malam ini mengandung pengertian bahwa Kristus akan datang seperti pencuri di tengah malam (Mat 24:42; Luk 21:26; Why 16:15), hingga demikian hal itu mengingatkan orang percaya untuk tetap selalu berjaga-jaga dalam menghidupi imannya.
Dalam Gereja Ortodoks, seperti Kanisah Ortodoks Syria (KOS), salat tujuh kali sehari ini dikenal sebagai “Salat Nabi Daud” berdasarkan Mazmur 119:164, yaitu mencontoh kebiasaan Daud berdoa, lalu dijadikan sebagai pola waktu-waktu sembahyang umat Kristen Purba. Namun di samping itu Gereja Ortodoks lain juga mengenal salat tiga kali sehari bagi mereka yang memang merasa tak cukup waktu, yang dikenal sebagai “Salat Nabi Daniel”, sesuai dengan Kitab Mazmur 55:18 dan Kitab Daniel 6:11.
Sebelum melakukan ibadah salat tersebut di atas, menurut Tradisi Gereja dan Alkitab, sebagaimana saudara kita kaum muslim jika mau salat harus “bersuci” (“wudu”) lebih dulu, umat Kristen Ortodoks pun juga “bersuci” sebelum menunaikan salat yaitu dengan jalan membasuh telapak tangan, membasuh wajah dan kepala, membasuh tungkai kaki, serta seluruh kaki. Ini semua tertulis dalam Kitab Mazmur 26:1-12. Sedangkan “kiblat” sewaktu salat adalah menghadap ke Timur. Karena Kaabah Bait Allah di Yerusalem itu digenapi oleh Kristus sendiri (Yoh 2:9-21), artinya Yesus Kristuslah yang dianggap sebagai Kaabah atau Bait Allah yang hidup itu. Dengan demikian orang Kristen merasa harus berkiblat kepada-Nyalah jika bersalat. Padahal dalam kenyataan, Yesus itu sesuai dengan surat Filipi 3:20 berada di surga, jadi kiblatnya bukan arah mata-angin maupun dunia ini, namun untuk menimbulkan lambang kiblat itu di surga. Kitab Suci menyebut Eden (‘Adn) sebagai lambang surga itu berada di sebelah Timur (Kej 2:8), maka ke arah Timur itulah kiblat salat dilakukan. Di sisi lain, karena Kristus nanti datang dari arah Timur ke Barat (Mat 24:27), dengan menghadap ke Timur saat salat menunjukkan arti bahwa orang percaya selalu mengharapkan kedatangan Kristus yang kedua kali. [Kepercayaan bahwa tubuh Kristuslah yang menjadi kiblat ini, menggantikan tradisi kaum Essenes, penganut kristen purba, dan kaum Yahudi yang benar (di luar sekte Farisi dan Saduki) yang berkiblat ke Bait Suci (Bait al Maqdis) atau tradisi kaum Samaria yang berkiblat ke Gunung Gerizim. Hal ini kemungkinan besar disebabkan pula oleh dihancurkannya Bait Suci tahun 70 M oleh Titus.]
Dari segenap uraian yang terungkap di atas jelaslah sudah bahwa meskipun makna dan tujuan doa salat adalah untuk menyatukan umat percaya pada Allah, namun Gereja Ortodoks, yang lebih dekat tradisinya dengan kebiasaan Tuhan kita Yesus Kristus, sepanjang sejarahnya tahu menempatkan mana yang doa dan mana yang salat. Itulah sebabnya bagi umat Kristen Ortodoks jika mendengar istilah “salat” bukanlah hal yang baru, karena “salat” adalah bagian ibadah yang selalu terjaga dan dilakukan dalam Gereja dari abad-abad permulaan sampai sekarang.
*) Dikutip dari catatan Sdr. Agustinus Londong Padang.
**) Disunting dan ditambahi oleh Mochihotoru
Sumber: Pemuda-Pemudi Pecinta Kristus
Kata “salat” itu sendiri dalam bahasa Arab, serumpun dengan kata “tzelota” dalam bahasa Aram (Suriah), yaitu bahasa yang digunakan oleh Tuhan Yesus Kristus sewaktu hidup di dunia. Umat Kristen Ortodoks Arab, yaitu umat Kristen Ortodoks yang berada di Mesir, Palestina, Yordania, Lebanon, dan daerah Timur Tengah lainnya, menggunakan kata “tzelota” tadi dalam bentuk bahasa Arab yaitu “shalat”, sehingga doa “Bapa kami” oleh umat Kristen Ortodoks Arab disebut sebagai “Shalat al Rabbaniyah”. Dengan demikian, salat itu bukanlah datang dari umat Islam atau meminjam istilah Islam semata. Jauh sebelum ajaran Islam muncul, istilah “salat” untuk menunaikan ibadah telah digunakan oleh kaum Kristen Ortodoks, tentu saja dalam penghayatan yang berbeda. [Selain itu, kaum Yahudi Essenes (Esseioi), Samaria (Shomronim), Hanif (Hunafa) di Arab, bahkan kaum pagan Mekkah pun ikut melaksanakan ritual ini. Baik kaum Yahudi, Sabean, Kristen, Hanif, maupun Islam, serta kaum pagan Mekkah pra-Islam sekalipun, yang melaksanakan ritual ini mengaku bahwa ritual peribadahan ini merupakan teladan yang diajarkan langsung oleh nabi, utusan, dan orang-orang yang dipakai Allah lain--termasuk Tuhan Yesus Kristus.]
Dalam Gereja Ortodoks, sesuai dengan data-data Alkitab, baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, menyebutkan bahwa salat itu dilakukan tujuh kali dalam sehari (Mzm 119:164) berdasarkan urutan waktu dan masing-masing salat itu mempunyai makna teologis di sekitar Inkarnasi Sang Firman Allah dan karyaNya. Sedangkan nama-nama salat tersebut adalah sebagai berikut:
1. “Salat Jam Pertama” (“Sembahyang Singsing Fajar”, “Orthros”, “Matinus”, “Laudes”) atau “Shalatus Sa’atul Awwal” (“Salatus Shakhar”), yaitu ibadah pagi sebanding dengan “Salat Subuh” dalam ajaran Islam (jam 5-6 pagi). Data ini diambil dari Kitab Keluaran 29:38-41 berkenaan dengan ibadah korban pagi dan petang, yang dalam Gereja dihayati sebagai peringatan lahirnya Sang Firman Menjelma sebagai Sang Terang Dunia (Yoh 8:12).
2. “Salat Jam Ketiga” (“Sembahyang Jam Ketiga”, “Tercia”) atau “Shalatus Sa’atus Tsalitsu”, salat ini sebanding dengan “Salat Dhuha” dalam ajaran Islam meskipun bukan salat wajib (jam 9-11 pagi). Ini terungkap dalam Kitab Kisah Para Rasul 2:1, 15 yang mempunyai pengertian penyaliban Yesus dan juga turunnya Sang Roh Kudus (Mrk 15:25; Kis 2:1-12,15). Itu sebabnya dengan salat ini, kita teringatkan agar mempunyai tekat dan kerinduan untuk menyalibkan dan memerangi hawa nafsu (kedagingan) sendiri, agar kasih Allah dalam Roh Kudus melimpah dalam hidup.
3. “Salat Jam Keenam” (“Sembahyang Jam Keenam”, “Sexta”) atau “Shalatus Sa’atus Sadis”. Ini nyata terlihat dalam Kisah Para Rasul 10:9 dan salat ini sebanding dengan “Salat Zuhur” dalam ajaran Islam (jam 12-1 tengah hari), yang mempunyai makna sebagai peringatan akan penderitaan Kristus di atas salib (Luk 23:44-45), dan pencuri yang disalib bersama-sama Kristus bertobat. Berpijak dari makna ini, kita pun diharapkan seperti pencuri selalu ingat akan hidup pertobatan dan selalu memohon rahmat Ilahi agar mampu mencapai tujuan hidup yaitu masuk dalam kerajaan Allah.
4. “Salat Jam Kesembilan” (“Sembahyang Jam Kesembilan”, “Nona”) atau “Shalatus Sa’atus Tis’ah” (Kis 3:1) sebanding dengan “Salat Ashar” dalam ajaran Islam (jam 3-4 sore). Salat ini dilakukan untuk mengingatkan saat Kristus menghembuskan nafas terakhir-Nya di atas salib (Mrk 15:34-38), sekaligus untuk mengingatkan bahwa kematian Kristus di atas salib adalah untuk menebus dosa-dosa, agar manusia dapat melihat dan merasakan rahmat Ilahi.
5. “Salat Senja” (“Sembahyang Senja”, “Esperinos”, “Vesperus”) atau “Shalatul Ghurub”. Salat ini sebanding dengan “Salat Magrib” dalam ajaran Islam (kira-kira jam 6 sore), sama seperti salat jam pertama, salat ini dilatar belakangi oleh ibadah korban pagi dan petang yang terdapat dalam Kitab Keluaran 29:38-41. Makna dan tujuan salat ini adalah untuk memperingati ketika Kristus berada dalam kubur dan bangkit pada esok harinya, seperti halnya matahari tenggelam dalam kegelapan untuk terbit pada esok harinya.
6. “Salat Purna Bujana” (“Salat Tidur”, “Completorium”) atau “Shalatul Naum” (Mzm 4:9). Salat ini sebanding dengan “Salat Isya” dalam ajaran Islam (jam 8-12 malam), yang mempunyai makna untuk mengingatkan bahwa pada saat malam seperti inilah Kristus tergeletak dalam kuburan dan tidur yang akan dilakukan itu adalah gambaran dari kematian itu.
7. “Salat Tengah Malam” (“Sembahyang Ratri Madya”, “Prima”) atau “Shalatul Lail” atau “Shalat Satar” (Kis 16:25). Salat ini sebanding dengan “Salat Tahajud” dalam ajaran Islam. Salat tengah malam ini mengandung pengertian bahwa Kristus akan datang seperti pencuri di tengah malam (Mat 24:42; Luk 21:26; Why 16:15), hingga demikian hal itu mengingatkan orang percaya untuk tetap selalu berjaga-jaga dalam menghidupi imannya.
Dalam Gereja Ortodoks, seperti Kanisah Ortodoks Syria (KOS), salat tujuh kali sehari ini dikenal sebagai “Salat Nabi Daud” berdasarkan Mazmur 119:164, yaitu mencontoh kebiasaan Daud berdoa, lalu dijadikan sebagai pola waktu-waktu sembahyang umat Kristen Purba. Namun di samping itu Gereja Ortodoks lain juga mengenal salat tiga kali sehari bagi mereka yang memang merasa tak cukup waktu, yang dikenal sebagai “Salat Nabi Daniel”, sesuai dengan Kitab Mazmur 55:18 dan Kitab Daniel 6:11.
Sebelum melakukan ibadah salat tersebut di atas, menurut Tradisi Gereja dan Alkitab, sebagaimana saudara kita kaum muslim jika mau salat harus “bersuci” (“wudu”) lebih dulu, umat Kristen Ortodoks pun juga “bersuci” sebelum menunaikan salat yaitu dengan jalan membasuh telapak tangan, membasuh wajah dan kepala, membasuh tungkai kaki, serta seluruh kaki. Ini semua tertulis dalam Kitab Mazmur 26:1-12. Sedangkan “kiblat” sewaktu salat adalah menghadap ke Timur. Karena Kaabah Bait Allah di Yerusalem itu digenapi oleh Kristus sendiri (Yoh 2:9-21), artinya Yesus Kristuslah yang dianggap sebagai Kaabah atau Bait Allah yang hidup itu. Dengan demikian orang Kristen merasa harus berkiblat kepada-Nyalah jika bersalat. Padahal dalam kenyataan, Yesus itu sesuai dengan surat Filipi 3:20 berada di surga, jadi kiblatnya bukan arah mata-angin maupun dunia ini, namun untuk menimbulkan lambang kiblat itu di surga. Kitab Suci menyebut Eden (‘Adn) sebagai lambang surga itu berada di sebelah Timur (Kej 2:8), maka ke arah Timur itulah kiblat salat dilakukan. Di sisi lain, karena Kristus nanti datang dari arah Timur ke Barat (Mat 24:27), dengan menghadap ke Timur saat salat menunjukkan arti bahwa orang percaya selalu mengharapkan kedatangan Kristus yang kedua kali. [Kepercayaan bahwa tubuh Kristuslah yang menjadi kiblat ini, menggantikan tradisi kaum Essenes, penganut kristen purba, dan kaum Yahudi yang benar (di luar sekte Farisi dan Saduki) yang berkiblat ke Bait Suci (Bait al Maqdis) atau tradisi kaum Samaria yang berkiblat ke Gunung Gerizim. Hal ini kemungkinan besar disebabkan pula oleh dihancurkannya Bait Suci tahun 70 M oleh Titus.]
Dari segenap uraian yang terungkap di atas jelaslah sudah bahwa meskipun makna dan tujuan doa salat adalah untuk menyatukan umat percaya pada Allah, namun Gereja Ortodoks, yang lebih dekat tradisinya dengan kebiasaan Tuhan kita Yesus Kristus, sepanjang sejarahnya tahu menempatkan mana yang doa dan mana yang salat. Itulah sebabnya bagi umat Kristen Ortodoks jika mendengar istilah “salat” bukanlah hal yang baru, karena “salat” adalah bagian ibadah yang selalu terjaga dan dilakukan dalam Gereja dari abad-abad permulaan sampai sekarang.
*) Dikutip dari catatan Sdr. Agustinus Londong Padang.
**) Disunting dan ditambahi oleh Mochihotoru
Sumber: Pemuda-Pemudi Pecinta Kristus
Comments (0)
Post a Comment