KULAKUKAN ATAS NAMA TUHAN
Posted by mochihotoru | Posted in Thoughts | Posted on 8:46:00 PM
"Agama harus menjaga kita dari berbuat dosa, tetapi berapa banyaknya dosa diperbuat orang atas nama agama itu." -RA KARTINI
Beberapa hari yang lalu, ketika aku sedang merasa penasaran dengan sosok Raden Ajeng Kartini, aku berselancar di dunia maya. Membuka-buka artikel tentang tokoh emansipasi wanita Indonesia ini. Kebetulan, tanggal 21 April kemarin diperingati sebagai Hari Kartini demi mengenang jasanya yang besar. Lalu aku menemukan kutipan menarik di atas. Sebuah harapan dan keharusan (baca: syarat) bagi sebuah agama yang dianggap suci.
Ada yang menarik dari sana. Apalagi jika dikaitkan dengan sejarah umat manusia dari zaman Adam hingga Barrack Obama sekarang. Yaitu fenomena di mana agama selalu menjadi tameng bagi karya-karya merusak manusia. Aku percaya, sebuah agama yang membawa kebenaran akan membawa kebaikan bagi umat manusia. Bukan hanya untuk satu umat saja. Bahkan terhadap agama lainnya. Menjaga hubungan baik terhadap setiap manusia dan alam.
Namun, apa yang terjadi (sampai) hari ini? Banyak sekali aksi kejahatan dan kekerasan yang terjadi atas nama agama. Melakukan berbagai aksi berkedok agama yang tak membawa kebaikan sama sekali bagi agamanya. Bahkan banyak pula penyebaran agama yang dilakukan dengan cara kotor demi menjalankan misi keagamaan yang suci.
Mulai dari penyembuhan massal yang tak ubahnya tukang obat main sulap di pasar, kesaksian palsu via mantan agama palsu, bujukan materi, sampai paksaan beragama setelah merusak jiwa korban dilakukan atas nama agama. Terkadang yang melakukannya bahkan seorang kiyai, pendeta, atau pastor. Mereka melakukan itu seolah-olah tak ada cara yang baik dan santun tapi terbuka dalam menyebarkan agama. Mereka melakukannya dengan penekanan. Apakah Tuhan senang jika seseorang mengucapkan syahadat jika hatinya melihat tuhan lain? Apakah Tuhan senang umatnya berbohong agar orang lain memercayai dan memeluk (kebohongan tentang) Tuhan, bukannya memercayai kebenaran Tuhan sementara Tuhan berkata bahwa kejujuran itu baik? Apakah Tuhan senang umatNya melakukan dosa walau itu demi diriNya? Tuhan tentu tak sepengecut itu. Tuhan pemilik kebenaran mutlak. Tak perlu ditambahi atau dikurangi lagi. Tak perlu kabar gembira tentangNya dibubuhi dosa walau kecil. Tuhan tak mau umatNya bersaksi tentangNya secara terpaksa. Karena surga itu hanya untuk orang yang percaya.
Ada pula yang ekstrem untuk melakukan misi keagamaannya. Seperti pengrusakan rumah ibadat, kantor, dan perumahan pengikut Ahmadiyah di Indonesia oleh muslim mainstream yang merasa benar; penyebaran agama di tengah misi trilogi Gold, Glory, Gospel dalam penaklukan dunia Timur yang diiringi tekanan senjata oleh bangsa Barat; atau invasi bersenjata Zionis Israel dan Yahudisasi ke tanah Palestina yang mereka dapatkan dari Inggris sejak 1947.
Selain misi keagamaan, ada pula yang melakukan hal yang secara tak langsung akan merusak citra agamanya namun tetap dilakukan atas nama agama, seperti kerusuhan serta pembantaian di Ambon, Sampit, dan Poso. Pengeboman bunuh diri di berbagai tempat yang dianggap penting dan strategis di beberapa tempat di dunia (juga di Jakarta dan Bali) oleh orang yang mengaku mujahidin adalah isu paling menarik dibahas terutama sejak runtuhnya gedung kembar WTC (Peristiwa 9/11). Namun peristiwa terbesar sepanjang sejarah manusia adalah Perang Salib.
Perang Salib dimulai sejak Paus Alexander II memberi restu kepausan bagi Kristen Iberia untuk memerangi kaum muslim tahun 1063. Kemudian Paus Urbanus II mengobarkan semangat Perang Salib ini ke segenap kaum kristiani pada Konsili Clermont tahun 1095. Perang yang berlangsung berabad-abad ini dicetuskan karena adanya berita bohong tentang kekejaman kaum muslim terhadap peziarah Kristen. Memang sebuah kewajaran jika kita merasa terpanggil untuk membela (tapi tak perlu melakukan kekerasan) saudara seiman yang ditindas. Apalagi ditambah tekanan bahwa jika tak turut serta maka akan dianggap kafir. Namun pada hakikatnya Perang Salib bukanlah perang agama, melainkan perang merebut kekuasaan daerah. Hal ini dibuktikan bahwa tentara Salib dan tentara Muslim saling bertukar ilmu pengetahuan.
Memang pada kenyataannya, semua agama besar di duni tidak bebas dari kehadiran pemeluknya yang terlibat tindak kekerasan, kekejaman, dan pertumpahan darah yang memalukan. Padahal agama oleh penganjurnya dikhotbahkan sebagai pembawa kasih. Islam mempromosikan penghargaan kepada sesama manusia tanpa membedakan ras, warna kulit, gender, bahkan agama. Agama Kristen pun demikian dengan doktrin cinta kasihnya. Begitu pula Buddha, Hindu, Baha'i, dan lainnya. Namun sayang, dalam kenyataannya kita menyaksikan berbagai peristiwa yang bertolak belakan dari apa yang dikhotbahkan di rumah-rumah ibadat.
Ajaran agama yang banyak disosialisasikan di masyarakat adalah ajaran yang dangkal dan cenderung menyulut kebencian dan permusuhan terhadap sesama manusia yang kebetulan tidak seagama. Penganjur agama seringkali hanya membesarkan agamanya sendiri, bahkan secara tak langsung mengajak umatnya berperang terhadap agama lain. Banyak juga yang hanya menunjukkan ayat-ayat kekafiran tanpa memberikan ayat-ayat tentang toleransi dalam kitab suci sehingga orang yang berada di luar agama itu menyangka bahwa memang ajaran itulah yang menjadi cirinya. Dia lupa ajaran kasih antarmanusia yang dikhotbahkan sebelumnya. Atau memang tak ada?
Bagaimanapun juga, agama diterima dan dipahami sebagai sesuatu yang bersifat 'mengancam' (ultimate) yang berkaitan dengan keselamatan manusia, tidak saja dalam kehidupan sekarang ini tetapi terutama kehidupan nanti. Terdapat keinginan luhur dalam setiap penganut agama untuk 'berbagi keselamatan' dengan orang lain, keluarga, teman-teman, dan sesamanya. Masalah muncul ketika para penganut agama menerima agama sebagai 'kebenaran mutlak', lebih-lebih ketika mereka berusaha memaksakan orang lain untuk menerimanya. Lebih parah lagi, mereka "memtlakkan" pemahaman mereka sendiri sebagai kebenaran. Karena itu, tak mengherankan jika para penganut agama merasa 'terpanggil' untuk melakukan apa saja--kadang termasuk melakukan tindak kriminal dan juga anarkisme--demi agama mereka masing-masing.
Tindakan-tindakan yang melanggar hukum inilah yang bermasalah. Tidak ada satu agama pun yang luput dari penganutnya yang melawan hukum dalam agama itu sendiri. Bahkan mereka mengatasnamakan Tuhannya untuk membenarkan tindakannya. Apa Tuhan akan merestui tindakan-tindakan mereka itu?
Beberapa hari yang lalu, ketika aku sedang merasa penasaran dengan sosok Raden Ajeng Kartini, aku berselancar di dunia maya. Membuka-buka artikel tentang tokoh emansipasi wanita Indonesia ini. Kebetulan, tanggal 21 April kemarin diperingati sebagai Hari Kartini demi mengenang jasanya yang besar. Lalu aku menemukan kutipan menarik di atas. Sebuah harapan dan keharusan (baca: syarat) bagi sebuah agama yang dianggap suci.
Ada yang menarik dari sana. Apalagi jika dikaitkan dengan sejarah umat manusia dari zaman Adam hingga Barrack Obama sekarang. Yaitu fenomena di mana agama selalu menjadi tameng bagi karya-karya merusak manusia. Aku percaya, sebuah agama yang membawa kebenaran akan membawa kebaikan bagi umat manusia. Bukan hanya untuk satu umat saja. Bahkan terhadap agama lainnya. Menjaga hubungan baik terhadap setiap manusia dan alam.
Namun, apa yang terjadi (sampai) hari ini? Banyak sekali aksi kejahatan dan kekerasan yang terjadi atas nama agama. Melakukan berbagai aksi berkedok agama yang tak membawa kebaikan sama sekali bagi agamanya. Bahkan banyak pula penyebaran agama yang dilakukan dengan cara kotor demi menjalankan misi keagamaan yang suci.
Mulai dari penyembuhan massal yang tak ubahnya tukang obat main sulap di pasar, kesaksian palsu via mantan agama palsu, bujukan materi, sampai paksaan beragama setelah merusak jiwa korban dilakukan atas nama agama. Terkadang yang melakukannya bahkan seorang kiyai, pendeta, atau pastor. Mereka melakukan itu seolah-olah tak ada cara yang baik dan santun tapi terbuka dalam menyebarkan agama. Mereka melakukannya dengan penekanan. Apakah Tuhan senang jika seseorang mengucapkan syahadat jika hatinya melihat tuhan lain? Apakah Tuhan senang umatnya berbohong agar orang lain memercayai dan memeluk (kebohongan tentang) Tuhan, bukannya memercayai kebenaran Tuhan sementara Tuhan berkata bahwa kejujuran itu baik? Apakah Tuhan senang umatNya melakukan dosa walau itu demi diriNya? Tuhan tentu tak sepengecut itu. Tuhan pemilik kebenaran mutlak. Tak perlu ditambahi atau dikurangi lagi. Tak perlu kabar gembira tentangNya dibubuhi dosa walau kecil. Tuhan tak mau umatNya bersaksi tentangNya secara terpaksa. Karena surga itu hanya untuk orang yang percaya.
Ada pula yang ekstrem untuk melakukan misi keagamaannya. Seperti pengrusakan rumah ibadat, kantor, dan perumahan pengikut Ahmadiyah di Indonesia oleh muslim mainstream yang merasa benar; penyebaran agama di tengah misi trilogi Gold, Glory, Gospel dalam penaklukan dunia Timur yang diiringi tekanan senjata oleh bangsa Barat; atau invasi bersenjata Zionis Israel dan Yahudisasi ke tanah Palestina yang mereka dapatkan dari Inggris sejak 1947.
Selain misi keagamaan, ada pula yang melakukan hal yang secara tak langsung akan merusak citra agamanya namun tetap dilakukan atas nama agama, seperti kerusuhan serta pembantaian di Ambon, Sampit, dan Poso. Pengeboman bunuh diri di berbagai tempat yang dianggap penting dan strategis di beberapa tempat di dunia (juga di Jakarta dan Bali) oleh orang yang mengaku mujahidin adalah isu paling menarik dibahas terutama sejak runtuhnya gedung kembar WTC (Peristiwa 9/11). Namun peristiwa terbesar sepanjang sejarah manusia adalah Perang Salib.
Perang Salib dimulai sejak Paus Alexander II memberi restu kepausan bagi Kristen Iberia untuk memerangi kaum muslim tahun 1063. Kemudian Paus Urbanus II mengobarkan semangat Perang Salib ini ke segenap kaum kristiani pada Konsili Clermont tahun 1095. Perang yang berlangsung berabad-abad ini dicetuskan karena adanya berita bohong tentang kekejaman kaum muslim terhadap peziarah Kristen. Memang sebuah kewajaran jika kita merasa terpanggil untuk membela (tapi tak perlu melakukan kekerasan) saudara seiman yang ditindas. Apalagi ditambah tekanan bahwa jika tak turut serta maka akan dianggap kafir. Namun pada hakikatnya Perang Salib bukanlah perang agama, melainkan perang merebut kekuasaan daerah. Hal ini dibuktikan bahwa tentara Salib dan tentara Muslim saling bertukar ilmu pengetahuan.
Memang pada kenyataannya, semua agama besar di duni tidak bebas dari kehadiran pemeluknya yang terlibat tindak kekerasan, kekejaman, dan pertumpahan darah yang memalukan. Padahal agama oleh penganjurnya dikhotbahkan sebagai pembawa kasih. Islam mempromosikan penghargaan kepada sesama manusia tanpa membedakan ras, warna kulit, gender, bahkan agama. Agama Kristen pun demikian dengan doktrin cinta kasihnya. Begitu pula Buddha, Hindu, Baha'i, dan lainnya. Namun sayang, dalam kenyataannya kita menyaksikan berbagai peristiwa yang bertolak belakan dari apa yang dikhotbahkan di rumah-rumah ibadat.
Ajaran agama yang banyak disosialisasikan di masyarakat adalah ajaran yang dangkal dan cenderung menyulut kebencian dan permusuhan terhadap sesama manusia yang kebetulan tidak seagama. Penganjur agama seringkali hanya membesarkan agamanya sendiri, bahkan secara tak langsung mengajak umatnya berperang terhadap agama lain. Banyak juga yang hanya menunjukkan ayat-ayat kekafiran tanpa memberikan ayat-ayat tentang toleransi dalam kitab suci sehingga orang yang berada di luar agama itu menyangka bahwa memang ajaran itulah yang menjadi cirinya. Dia lupa ajaran kasih antarmanusia yang dikhotbahkan sebelumnya. Atau memang tak ada?
Bagaimanapun juga, agama diterima dan dipahami sebagai sesuatu yang bersifat 'mengancam' (ultimate) yang berkaitan dengan keselamatan manusia, tidak saja dalam kehidupan sekarang ini tetapi terutama kehidupan nanti. Terdapat keinginan luhur dalam setiap penganut agama untuk 'berbagi keselamatan' dengan orang lain, keluarga, teman-teman, dan sesamanya. Masalah muncul ketika para penganut agama menerima agama sebagai 'kebenaran mutlak', lebih-lebih ketika mereka berusaha memaksakan orang lain untuk menerimanya. Lebih parah lagi, mereka "memtlakkan" pemahaman mereka sendiri sebagai kebenaran. Karena itu, tak mengherankan jika para penganut agama merasa 'terpanggil' untuk melakukan apa saja--kadang termasuk melakukan tindak kriminal dan juga anarkisme--demi agama mereka masing-masing.
Tindakan-tindakan yang melanggar hukum inilah yang bermasalah. Tidak ada satu agama pun yang luput dari penganutnya yang melawan hukum dalam agama itu sendiri. Bahkan mereka mengatasnamakan Tuhannya untuk membenarkan tindakannya. Apa Tuhan akan merestui tindakan-tindakan mereka itu?
Comments (0)
Post a Comment