Sejarah Pengumpulan Al-qur’an berikut penyusunannya
Posted by mochihotoru | Posted in Holy Books | Posted on 1:01:00 PM
Pembukaan
Sebelum kita beranjak pada pembahasan tentang pengumpulan Al-qur’an, ada baiknya kita tahu apa ma’na dari Al-qur’an itu sendiri.
Secara etimologi Al-Qur’an berasal dari bahasa Arab yang berarti "bacaan". Kata Al-Qur’an adalah bentuk masdar dari kata kerja qara’a yang artinya membaca.
Konsep pemakaian kata ini dapat juga dijumpai pada salah satu surat Al-Qur’an sendiri yakni pada ayat 17 dan 18 Surat Al Qiyaamah yang artinya:
“Sesungguhnya mengumpulkan Al-Qur’an (di dalam dadamu) dan (menetapkan) bacaannya (pada lidahmu) itu adalah tanggungan Kami. (Karena itu), jika Kami telah membacakannya, hendaklah kamu ikuti bacaannya”.(75:17-75:18).(manahil al-‘irfan juz.1-hal, 13).
Sedangkan secara terminologi banyak perbedaan pendapat tentang hal ini, namun kita dapat menyimpulkannya bahwa al-qur’an adalah lafad berbahasa arab yang di turunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad S.A.W. sebagai mu’jizat yang di wahyukan kepadanya, melalui perantara Malaikat Jibril, di turunkan secara bertahap, kemudian di kumpulkan dalam satu mushaf, bernilai ibadah bagi yang membacanya, yang mana di mulai dengan S.Al-fatihah dan di akhiri dengan S. An-Nash. (Al-manar fi ‘Ulumil Qur’an hal.10).
Al-qur’an merupakan kitab yang mempunyai kharismatik yang tinggi, keasliannya selalu terjaga , bahkan ia mampu berjalan sesuai dengan kondisi zaman. Perkembangan iptek-pun justru menjadikan-nya salah satu jalan pencerahan yang di dapat dari berbagai elemen. Seperti ilmu astronomi, politik, budaya, social, dsb.
Ia menjadi pegangan utama umat islam yang tak kan berubah walau bumi sudah terlampau tua. Riset dan Penelitian yang di lakuakan oleh banyak ilmuan-pun telah banyak membuktikan tentang kebenaran isi dan kandungannya. Dari kebenaran itu ada sebagian dari mereka yang langsung meng-imani kebenarannya dan tak jarang pula sebagian dari mereka yang berpaling dan membelakanginya. Dan Allah telah memberi sinyal yang akurat tentang penjagaan keutuhan Al-qur’an, Allah Taala berfirman:
“Sesungguhnya Al-quran adalah kitab yang mulia. Tidak akan dihinggapi oleh kebatilan (kepalsuan), baik dari hadapan atau pun dari belakangnya. Itulah wahyu yang turun dari Tuhan yang Maha Bijaksana lagi Terpuji.” (Q.S. Fushshilat:41-42).
Mengkaji kembali sejarah Al-qur’an di rasa perlu, mengingat urgennya kita mengetahui lika-liku penyusunan dan pengumpulannya, agar kita tidak terjebak oleh prasangka negatif yang menjerumuskan pada lembah kesesatan.
Secara global kita bisa membagi sejarah kepenulisan dan pengumpulan Al-qur’an pada tiga fase utama, yaitu:
1. zaman Rasulullah SAW
2. zaman kholifah Abu Bakar
3. zaman kholiafah Ustman bin Affan
melalui fase ini-lah al-qur’an mampu di kumpulkan secara instant, higienis, dan berbobot. Jadi tak salah jika al-qur’an ini menjadi sebuah acuan utama bagi umat islam. Untuk pemaparan lebih jelasnya, akan sedikit kami jelaskan nanti.
1. pengumpulan Al-qur’an Pada zaman rasulullah SAW
Atas perintah Nabi saw., Al Qur’an ditulis oleh penulis-penulis
wahyu di atas pelepah kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana, potongan tulang belulang binatang. Semuanya ditulis teratur seperti yang Allah wahyukan dan belum terhimpun dalam satu mushaf. Namun nabi hanya memberi isyarat tentang peletakan surat dan urutan ayat, sebagaimana hadist nabi yang di riwayatkan oleh ibnu abbas bahwa:
saat Allah menurunkan kepadanya surah, maka nabi menyeru kepada sebagian penulis (al-qur’an) sembari berkata: letakkanlah surah ini pada maudhu’ yang di sebutkan di dalamnya seperti ini dan seperti itu.
(H.R. ahmad(1/56), abu daud, dan tirmidzi, bab :wa min shurah at-taubah,3086. namun syeikh ahmad syakir dan al-bani mendhoifkannya)
Pada masa ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup, terdapat beberapa orang yang ditunjuk untuk menuliskan Al Qur’an sebagaimana hadist nabi: ambillah al-qur’an dari keempat orang yakni Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Talib, Muawiyah bin Abu Sufyan dan Ubay bin Kaab.
(baca; soheh bukhori manaqib al-anshor, bab manaqib ubay bin ka’ab, 3808 dan imam muslim fi fadhoil as-sohabat, 3464).
Sahabat yang lain juga kerap menuliskan wahyu tersebut walau tidak diperintahkan. Di samping itu banyak juga sahabat-sahabat langsung menghafalkan ayat-ayat Al-Qur’an setelah di turunkannya wahyu.
2. penulisan Al Qur’an pada masa Abu Bakar As Shiddiq
Biology_1
Imam Bukhari meriwayatkan dalam shahihnya sebab-sebab yang melatarbelakangi pengumpulan naskah-naskah Al-Qur’an yang terjadi pada masa Abu Bakar yaitu
sebagaimana yang diriwatkan dari Zaid bin Tsabit r.a:
"Suatu ketika Abu bakar menemuiku untuk menginformasikan perihal tentang korban pada perang yamamah (terjadi pada tahun 12 H) , ternyata Umar juga bersamanya.
Abu Bakar berkata :" Umar menghadap kapadaku dan mengatakan bahwa korban yang gugur pada perang Yamamah sangat banyak khususnya dari kalangan para penghafal Al-Qur’an, aku khawatir kejadian hal serupa yang akan menimpa para penghafal Al-Qur’an di beberapa tempat, sehingga suatu saat nanti tidak akan ada lagi sahabat yang hafal Al-Qur’an, menurutku sudah saatnya engkau wahai khalifah memerintahkan untuk mengumpul-kan Al-Qur’an, lalu aku berkata kepada Umar : " bagaimana mungkin kita melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah s. a. w. ?"
Umar menjawab: "Demi Allah, ini adalah sebuah kebaikan".
Selanjutnya Umar selalu saja mendesakku untuk melakukannya sehingga Allah melapangkan hatiku, maka aku setuju dengan usul umar untuk mengumpulkan Al-Qur’an.
Zaid berkata: Abu bakar berkata kepadaku : "engkau adalah seorang pemuda yang cerdas dan pandai, kami tidak meragukan hal itu, dulu engkau menulis wahyu (Al-Qur’an) untuk Rasulullah s. a. w., maka sekarang periksa dan telitilah Al-Qur’an lalu kumpulkanlah menjadi sebuah mushaf".
Zaid berkata : "Demi Allah, andaikata mereka memerintahkan aku untuk memindah salah satu gunung tidak akan lebih berat dariku dan pada memerintahkan aku untuk mengumpulkan Al-Qur’an
Abu Bakar menjawab: “Demi Allah, itu tindakan yang mulia.
Abu
Bakar terus memaksaku untuk menerima tugas ini, sehingga Allah melapangkan
hatiku untuk menerimanya sebagaimana Allah lapangkan hati Abu Bakar dan Umar. maka aku pun mulai mengumpulkannya dari pelepah kurma, lempengan batu dan
mendengarkan dari hafalan para sahabat , sehingga aku menjumpai
ayat terakhir dalam surah At-Taubah dari Khuzaimah al-Ansari, yang belum pernah
aku dapati dari orang lain.
"Laqad jaa-akum rasuulun min anfusikum…"
(hingga akhir surah Baraa-ah).
Lembaran2 (suhuf) yang aku tuliskan itu di simpan oleh Abu Bakar hingga akhir hayatnya. kemudian di turunkan pada Umar bin khottob, dan berpindah kepada anaknya Hafsah setelah wafatnya.
(HR buhkhori fi fadoil al-qur’an, bab:jam’u al-qur’an,487).
3. Al Qur’an pada masa Usman bin ‘Affan.
Untuk pertama kali Al Qur’an ditulis dalam satu mushaf. Penulisan
ini disesuaikan dengan tulisan aslinya yang terdapat pada Hafshah
bt. Umar. (hasil usaha pengumpulan di masa Abu Bakar ra).
Pada masa khalifah ke-3 ini yakni Utsman bin Affan, terdapat perbedaan dalam cara pembacaan Al-Qur’an (qira’at) yang disebabkan oleh adanya perbedaan lahjah(cara pengucapan) antar suku yang berasal dari daerah yang berbeda-beda. Hal ini menimbulkan kekhawatiran di benak Utsman, sehingga ia mengambil kebijakan untuk membuat sebuah mushaf standar (menyalin mushaf yang dipegang Hafsah) yang kemudian dikenal dengan istilah cara penulisan (rasam) Utsmani yang digunakan hingga saat ini. Bersamaan dengan standarisasi ini, seluruh mushaf yang berbeda dengan standar yang dihasilkan, diperintahkan untuk dibakar. Dengan proses inilah Utsman berhasil mencegah terjadinya perselisihan di antara umat Islam dalam penulisan dan pembacaan Al-Qur’an di masa mendatang.
9641
Sampai pada Khalifah ke-4 pengganti Ustman(Ali bin Abi Thalib). Ketika orang-orang menanyakan peristiwa pembakaran naskah-naskah al-qur’an kepada Ali bin Abi Thalib,
maka Ali menjawab kepada orang-orang itu :
“Andaikata Ustman tidak memerintahkan perkara pembakaran itu, maka aku yang akan melakukannya, semoga Allah membalas Ustman dari umat ini dengan sebaik-baik balasan, ia telah melaksanakan tugas itu dengan baik dan ia mempunyai kelebihan mengembalikan manusia kepada satu bacaan sebagaimana Abu Bakar mengumpulkan Al-qur’an”(manahil al-’irfan jus.1 hal.301)
Demikianlah rentetan sejarah pengumpulan al-qur’an. Yang kemudian berlanjut sampai pada tahap penyempurnaan tanda baca (‘irob, harakot dan pemberian titik) pada masa muawiyah bin abi sofyan. Dan terus berkembang sampai lahir-nya penafsiran dan penta’wilan Al-qur’an.
sumber: http://fana-malcom.blog.friendster.com
Sebelum kita beranjak pada pembahasan tentang pengumpulan Al-qur’an, ada baiknya kita tahu apa ma’na dari Al-qur’an itu sendiri.
Secara etimologi Al-Qur’an berasal dari bahasa Arab yang berarti "bacaan". Kata Al-Qur’an adalah bentuk masdar dari kata kerja qara’a yang artinya membaca.
Konsep pemakaian kata ini dapat juga dijumpai pada salah satu surat Al-Qur’an sendiri yakni pada ayat 17 dan 18 Surat Al Qiyaamah yang artinya:
“Sesungguhnya mengumpulkan Al-Qur’an (di dalam dadamu) dan (menetapkan) bacaannya (pada lidahmu) itu adalah tanggungan Kami. (Karena itu), jika Kami telah membacakannya, hendaklah kamu ikuti bacaannya”.(75:17-75:18).(manahil al-‘irfan juz.1-hal, 13).
Sedangkan secara terminologi banyak perbedaan pendapat tentang hal ini, namun kita dapat menyimpulkannya bahwa al-qur’an adalah lafad berbahasa arab yang di turunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad S.A.W. sebagai mu’jizat yang di wahyukan kepadanya, melalui perantara Malaikat Jibril, di turunkan secara bertahap, kemudian di kumpulkan dalam satu mushaf, bernilai ibadah bagi yang membacanya, yang mana di mulai dengan S.Al-fatihah dan di akhiri dengan S. An-Nash. (Al-manar fi ‘Ulumil Qur’an hal.10).
Al-qur’an merupakan kitab yang mempunyai kharismatik yang tinggi, keasliannya selalu terjaga , bahkan ia mampu berjalan sesuai dengan kondisi zaman. Perkembangan iptek-pun justru menjadikan-nya salah satu jalan pencerahan yang di dapat dari berbagai elemen. Seperti ilmu astronomi, politik, budaya, social, dsb.
Ia menjadi pegangan utama umat islam yang tak kan berubah walau bumi sudah terlampau tua. Riset dan Penelitian yang di lakuakan oleh banyak ilmuan-pun telah banyak membuktikan tentang kebenaran isi dan kandungannya. Dari kebenaran itu ada sebagian dari mereka yang langsung meng-imani kebenarannya dan tak jarang pula sebagian dari mereka yang berpaling dan membelakanginya. Dan Allah telah memberi sinyal yang akurat tentang penjagaan keutuhan Al-qur’an, Allah Taala berfirman:
“Sesungguhnya Al-quran adalah kitab yang mulia. Tidak akan dihinggapi oleh kebatilan (kepalsuan), baik dari hadapan atau pun dari belakangnya. Itulah wahyu yang turun dari Tuhan yang Maha Bijaksana lagi Terpuji.” (Q.S. Fushshilat:41-42).
Mengkaji kembali sejarah Al-qur’an di rasa perlu, mengingat urgennya kita mengetahui lika-liku penyusunan dan pengumpulannya, agar kita tidak terjebak oleh prasangka negatif yang menjerumuskan pada lembah kesesatan.
Secara global kita bisa membagi sejarah kepenulisan dan pengumpulan Al-qur’an pada tiga fase utama, yaitu:
1. zaman Rasulullah SAW
2. zaman kholifah Abu Bakar
3. zaman kholiafah Ustman bin Affan
melalui fase ini-lah al-qur’an mampu di kumpulkan secara instant, higienis, dan berbobot. Jadi tak salah jika al-qur’an ini menjadi sebuah acuan utama bagi umat islam. Untuk pemaparan lebih jelasnya, akan sedikit kami jelaskan nanti.
1. pengumpulan Al-qur’an Pada zaman rasulullah SAW
Atas perintah Nabi saw., Al Qur’an ditulis oleh penulis-penulis
wahyu di atas pelepah kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana, potongan tulang belulang binatang. Semuanya ditulis teratur seperti yang Allah wahyukan dan belum terhimpun dalam satu mushaf. Namun nabi hanya memberi isyarat tentang peletakan surat dan urutan ayat, sebagaimana hadist nabi yang di riwayatkan oleh ibnu abbas bahwa:
saat Allah menurunkan kepadanya surah, maka nabi menyeru kepada sebagian penulis (al-qur’an) sembari berkata: letakkanlah surah ini pada maudhu’ yang di sebutkan di dalamnya seperti ini dan seperti itu.
(H.R. ahmad(1/56), abu daud, dan tirmidzi, bab :wa min shurah at-taubah,3086. namun syeikh ahmad syakir dan al-bani mendhoifkannya)
Pada masa ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup, terdapat beberapa orang yang ditunjuk untuk menuliskan Al Qur’an sebagaimana hadist nabi: ambillah al-qur’an dari keempat orang yakni Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Talib, Muawiyah bin Abu Sufyan dan Ubay bin Kaab.
(baca; soheh bukhori manaqib al-anshor, bab manaqib ubay bin ka’ab, 3808 dan imam muslim fi fadhoil as-sohabat, 3464).
Sahabat yang lain juga kerap menuliskan wahyu tersebut walau tidak diperintahkan. Di samping itu banyak juga sahabat-sahabat langsung menghafalkan ayat-ayat Al-Qur’an setelah di turunkannya wahyu.
2. penulisan Al Qur’an pada masa Abu Bakar As Shiddiq
Biology_1
Imam Bukhari meriwayatkan dalam shahihnya sebab-sebab yang melatarbelakangi pengumpulan naskah-naskah Al-Qur’an yang terjadi pada masa Abu Bakar yaitu
sebagaimana yang diriwatkan dari Zaid bin Tsabit r.a:
"Suatu ketika Abu bakar menemuiku untuk menginformasikan perihal tentang korban pada perang yamamah (terjadi pada tahun 12 H) , ternyata Umar juga bersamanya.
Abu Bakar berkata :" Umar menghadap kapadaku dan mengatakan bahwa korban yang gugur pada perang Yamamah sangat banyak khususnya dari kalangan para penghafal Al-Qur’an, aku khawatir kejadian hal serupa yang akan menimpa para penghafal Al-Qur’an di beberapa tempat, sehingga suatu saat nanti tidak akan ada lagi sahabat yang hafal Al-Qur’an, menurutku sudah saatnya engkau wahai khalifah memerintahkan untuk mengumpul-kan Al-Qur’an, lalu aku berkata kepada Umar : " bagaimana mungkin kita melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah s. a. w. ?"
Umar menjawab: "Demi Allah, ini adalah sebuah kebaikan".
Selanjutnya Umar selalu saja mendesakku untuk melakukannya sehingga Allah melapangkan hatiku, maka aku setuju dengan usul umar untuk mengumpulkan Al-Qur’an.
Zaid berkata: Abu bakar berkata kepadaku : "engkau adalah seorang pemuda yang cerdas dan pandai, kami tidak meragukan hal itu, dulu engkau menulis wahyu (Al-Qur’an) untuk Rasulullah s. a. w., maka sekarang periksa dan telitilah Al-Qur’an lalu kumpulkanlah menjadi sebuah mushaf".
Zaid berkata : "Demi Allah, andaikata mereka memerintahkan aku untuk memindah salah satu gunung tidak akan lebih berat dariku dan pada memerintahkan aku untuk mengumpulkan Al-Qur’an
Abu Bakar menjawab: “Demi Allah, itu tindakan yang mulia.
Abu
Bakar terus memaksaku untuk menerima tugas ini, sehingga Allah melapangkan
hatiku untuk menerimanya sebagaimana Allah lapangkan hati Abu Bakar dan Umar. maka aku pun mulai mengumpulkannya dari pelepah kurma, lempengan batu dan
mendengarkan dari hafalan para sahabat , sehingga aku menjumpai
ayat terakhir dalam surah At-Taubah dari Khuzaimah al-Ansari, yang belum pernah
aku dapati dari orang lain.
"Laqad jaa-akum rasuulun min anfusikum…"
(hingga akhir surah Baraa-ah).
Lembaran2 (suhuf) yang aku tuliskan itu di simpan oleh Abu Bakar hingga akhir hayatnya. kemudian di turunkan pada Umar bin khottob, dan berpindah kepada anaknya Hafsah setelah wafatnya.
(HR buhkhori fi fadoil al-qur’an, bab:jam’u al-qur’an,487).
3. Al Qur’an pada masa Usman bin ‘Affan.
Untuk pertama kali Al Qur’an ditulis dalam satu mushaf. Penulisan
ini disesuaikan dengan tulisan aslinya yang terdapat pada Hafshah
bt. Umar. (hasil usaha pengumpulan di masa Abu Bakar ra).
Pada masa khalifah ke-3 ini yakni Utsman bin Affan, terdapat perbedaan dalam cara pembacaan Al-Qur’an (qira’at) yang disebabkan oleh adanya perbedaan lahjah(cara pengucapan) antar suku yang berasal dari daerah yang berbeda-beda. Hal ini menimbulkan kekhawatiran di benak Utsman, sehingga ia mengambil kebijakan untuk membuat sebuah mushaf standar (menyalin mushaf yang dipegang Hafsah) yang kemudian dikenal dengan istilah cara penulisan (rasam) Utsmani yang digunakan hingga saat ini. Bersamaan dengan standarisasi ini, seluruh mushaf yang berbeda dengan standar yang dihasilkan, diperintahkan untuk dibakar. Dengan proses inilah Utsman berhasil mencegah terjadinya perselisihan di antara umat Islam dalam penulisan dan pembacaan Al-Qur’an di masa mendatang.
9641
Sampai pada Khalifah ke-4 pengganti Ustman(Ali bin Abi Thalib). Ketika orang-orang menanyakan peristiwa pembakaran naskah-naskah al-qur’an kepada Ali bin Abi Thalib,
maka Ali menjawab kepada orang-orang itu :
“Andaikata Ustman tidak memerintahkan perkara pembakaran itu, maka aku yang akan melakukannya, semoga Allah membalas Ustman dari umat ini dengan sebaik-baik balasan, ia telah melaksanakan tugas itu dengan baik dan ia mempunyai kelebihan mengembalikan manusia kepada satu bacaan sebagaimana Abu Bakar mengumpulkan Al-qur’an”(manahil al-’irfan jus.1 hal.301)
Demikianlah rentetan sejarah pengumpulan al-qur’an. Yang kemudian berlanjut sampai pada tahap penyempurnaan tanda baca (‘irob, harakot dan pemberian titik) pada masa muawiyah bin abi sofyan. Dan terus berkembang sampai lahir-nya penafsiran dan penta’wilan Al-qur’an.
sumber: http://fana-malcom.blog.friendster.com
Comments (0)
Post a Comment