BEBERAPA KOREKSI MENURUT GEREJA PENTAKOSTA

Posted by mochihotoru | Posted in , | Posted on 5:41:00 PM

Perjamuan Tuhan, bukan Perjamuan Kudus

Perjamuan Tuhan mengajar perjamuan berkhasiat menguduskan (gereja Katolik Roma dan Doktrin salah Transubstansial dan Konsubstansial Luther). Perjamuan Tuhan adalah Upacara menjadi peringatan akan Yesus (I Korintus 11:24, 25).

Baptisan Air, bukan Baptisan Kudus

Baptisan Anak tidak dibenarkan karena syarat orang dibaptis adalah percaya dengan segenap hati, dan tidak boleh diwakilkan. Tertullian, Bapak Gereja Abad kedua adalah orang pertama yang menentang Praktik Baptisan Bayi. Namun ia tidak sanggup membendung arus yang begitu deras seorang diri. Praktik ini semakin berkembang. Penyebab lain baptisan bayi ialah perkembangan doktrin tentang gereja lokal. Gereja waktu itu menoleransi ide penyatuan gereja dan negara. Konsep negera Kristen melahirkan konsep masyarakat suci. Setiap warga negara adalah warga gereja dan sebaliknya. Penyatuan gereja dan negara mensyaratkan setiap bayi yang lahir segera dibaptis untuk memasuki masyakarat suci (Sacral Society) agar mendapat kepastian Keselamatan (surga). Karena ada kebutuhan membaptis (melakukan permandian) bayi maka cara yg lebih aman adalah cara memercik atau meneteskan air ke atas kepala sang bayi. Ini disebut Rantisan (Rantiso) dan bukan baptisan (Baptiso = Baptism).

Atas nama siapa dibaptis? Baptisan menjadi sah jika diatasnamakan pada salah satu dari Bapa, Anak, atau Roh Kudus, atau ketiga-tiganya. (Kis 2:38; 10:48, 19:5, Mat 28:19-20). Bukti ini memberitahukan kita bahwa nama komposisi otoritas tidak menjadi persoalan pada masa itu.

Cara Baptis yang Alkitabiah bukan dengan mengibarkan Bendera (Bala Keselamatan), Percik (Katolik dan denominasi yang sepaham), namun dengan BAPTIS (cara selam ke dalam air). Pembaptisan ulang terhadap mereka yang belum menerima Baptisan yang benar adalah dengan melakukan tindakan Alkitabiah. Perlu diingat, yang berhak membaptis dengan Roh Kudus hanya Yesus Kristus (Matius 3:11).

Ordinan bukan Sakramen

Istilah yang Benar adalah Ordinan (Upacara yg Diperintahkan) dan bukan Sakramen (Upacara yg Menguduskan).

Penilik (Bishop) = Penatua (Presbiter) = Gembala (Pastor)

Ini jabatan yg sama artinya. Jabatan nabi dan rasul, menurut Gereja Pentakosta, sudah tidak ada sejak Wahyu 22:21 selesai, yaitu puluhan tahun setelah diangkatnya Yesus Kristus. Jabatan yang diperlukan Gereja Lokal saat ini (Pejabat Gereja) adalah Gembala, Penginjil, dan Pengajar atau GURU dan Diaken (bukan Majelis) yaitu pelayanan kepada jemaat yg tidak bersifat pengajaran. Tiap-tiap Misionaris harus berada di bawah satu Gereja Lokal bukan di bawah sebuah badan Misi (mission board). Syarat semua Pejabat Gereja adalah bukan seorang yang baru bertobat (I Tim 3:7).

Seorang yang menjadi diaken atau penilik jemaat diharuskan SUAMI dari SATU ISTRI (I Tim 3:2, 12) dan bukan ISTRI dari SATU SUAMI. Maka jelas semua jabatan Gereja hanya untuk pria. Hal ini tidak menutup kesempatan bagi wanita untuk melayani Tuhan, melainkan hanya untuk memangku jabatan gereja. Tuhan menghendaki jemaat-Nya dipimpin laki-laki, bukan sebaliknya. Kalau dalam rumah tangga telah ditetapkan bahwa suami adalah kepala istri, bagaimana mungkin istrinya kemudian menjadi Gembala di dalam Jemaat Tuhan untuk menggembalakan suaminya? Bagaimana mungkin istrinya bertindak sebagai pemimpin yang mengatur ini dan itu di dalam Jemaat Tuhan, sedangkan suaminya duduk mendengarkan pengajaran dengan patuh?

Prinsip Dasarnya adalah bahwa suami mengasihi istri dan istri tunduk pada suami. Ketika hal-hal demikian dikemukakan, seringkali orang akan mengemukakan kasus adanya keluarga yang suaminya bebal sedamgkan istrinya pintar. Namun kita tahu bahwa Tuhan tidak mungkin setuju bahwa struktur yang telah ditetapkannya itu dirombak hanya karena ada sejumlah kecil keluarga yang berada dalam kondisi ‘istimewa’. Sekalipun ada seorang istri yang superjenius, perintah Tuhan bahwa suami mengasihi istri dan istri tunduk kepada suami itu tetap harus dipatuhinya. Sekalipun ada wanita yang superjenius di gereja, perintah bahwa yang memimpin dan mengajar jemaat itu adalah laki-laki tetap harus dihormati. Beberapa ayat dijelaskan secara tegas oleh Paulus dalam I Timotius Pasal 2:11-15:

“Seharusnyalah perempuan berdiam diri dan menerima ajaran dengan patuh. Aku tidak mengizinkan perempuan mengajar dan juga tidak mengizinkannya memerintah laki-laki; hendaklah ia berdiam diri. Karena Adam yang pertama dijadikan, kemudian barulah Hawa. Lagipula bukan Adam yang tergoda, melainkan perempuan itulah yang tergoda dan jatuh ke dalam dosa. Tetapi perempuan akan diselamatkan karena melahirkan anak, asal ia bertekun dalam iman dan kasih dan pengudusan dengan segala kesederhanaan.”

Paulus dengan tegas tanpa kompromi mengatakan bahwa ia sama sekali tidak mengizinkan perempuan mengajar atau memerintah laki-laki. Alasan yg dikemukakan bukan masalah pendidikan, melainkan masalah struktural. Ini menunjuk pada pola dasar yang menurutnya ditetapkan Allah kepada Adam dan Hawa.

Syarat Pembaptisan

Kondisi seseorang yang memberi diri untuk dibaptis ialah bertobat dan percaya kepada Kristus. Atau dengan kata lain telah dilahirbarukan. Dalam Alkitab tidak ada indikasi bahwa seseorang harus mengikuti katekisasi sekian bulan dulu untuk memenuhi persyaratan dibaptis. Pengajaran dilakukan setelah ia menjadi anggota gereja. Sesuai dengan I Korintus 5:12, kita tidak punya wewenang menghakimi orang-orang yang ada di luar jemaat, karena hanya setelah mereka berada dalam jemaatlah kita punya wewenang untuk menghakimi, mengajar, serta mendisiplinkan mereka. Urutannya sesuai dengan Matius 28:18-20—yang ditulis oleh pihak Gereja di kemudian hari untuk mendukung pengabaran Injil ke seluruh dunia dan menambahkan doktrin keimanan:

“Yesus mendekati mereka dan berkata: ‘Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.’"

(referensi: dedewijaya.blogspot.com)

Comments (0)

Post a Comment