Mengenal Allah sebagai TUAN bukan TUHAN
Posted by mochihotoru | Posted in Religions, Thoughts | Posted on 10:45:00 PM
Mengenal Allah adalah jalan utama menuju keselamatan secara rasional. Inilah cara mengabdi yang benar, yaitu kenali dulu Allah. Bagimana mungkin kita dapat mengabdi kepada sesuatu yang tidak kita kenal? Bagaimana mungkin seorang hamba dapat mengabdi kepada tuannya kalau dia tidak mengetahui karakter atau sifat tuannya, tidak mengenali apa yang disenangi dan dibenci oleh tuannya. Bagaimana mungkin seorang hamba akan diterima pengabdiannya oleh tuan yang dia tidak kenal?
Seorang budak yang mengabdi kepada tuan yang tidak dikenalnya, maka seluruh perbuatannya pasti akan ditolak dan pasti akan bertentangan dengan kehendak tuannya. Sebab pemikiran seorang budak tidak akan sama dengan pemikiran seorang tuan, ilmu seorang budak tidak akan sama dengan ilmu seorang tuan, demikian pula selera budak tidak akan sama dengan selera seorang tuan. Tatkala seorang budak mengabdi berdasarkan pikiran dan ukuran-ukuran pribadinya, maka pasti seluruh pengabdiannya akan ditolak, dan dia akan terkena murka dari tuannya.
Secara rasional dalam kehidupan sehari hari pasti demikian, dan tidak ada orang yang akan menyanggah pendapat ini. Ini adalah jalan utama agar pengabdiannya bisa diterima oleh tuannya. Maka mengertilah kita mengapa yang pertama-tama diajarkan oleh Allah kepada para nabi dan rasul-Nya adalah pengenalan tentang sifat-sifat-Nya, sebagai langkah awal dalam melaksanakan pangabdiannya itu.
Manusia tidak bisa hidup dengan dua tuan. Kalau mengabdi kepada dua tuan, maka tatkala kita mengabdi kepada salah satu tuan, maka tuan yang lain akan menjadi cemburu, iri hati. Ini merupakan esensi iman yang tidak bisa ditawar-tawar, bahwa manusia tidak bisa mengabdi kepada dua tuan.
Sengaja kita menggunakan kata-kata “tuan” karena asal kata “tuhan” sebenarnya berasal dari kata-kata “tuan” (bahasa Melayu). Kata-kata “tuhan” dimunculkan pada tahun 1668 M, oleh salah seorang pendeta Belanda, ketika mereka menjajah bumi Nusantara. Kata-kata “tuhan” mereka adopsi dari kata-kata “tuan” dari bahasa Melayu yang memiliki makna “sesuatu yang ditaati, sesuatu yang dihormati”. Kata “tuan” itu penuh dengan muatan spirit (energi). Sedangkan kata-kata “tuhan” tidak memiliki makna spirit (roh) pengabdian.
Kita lihat sejarah Bangsa Israel contohnya. Bangsa Israel adalah bangsa budak, tatkala mereka mengetahui akan dirinya, maka dia tidak mau diperbudak, karena esensinya dia adalah budak Allah, tidak boleh ada yang berhak menjadi tuan dalam dirinya kecuali Allah. Tatkala Bangsa Israel, mengetahui dirinya bahwa esensinya dia adalah budak Allah, yang di dalam kitab Allah tertulis, kata Allah: “Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk menjadi budak-Ku”, sesungguhnya mereka (Bangsa Israel) diciptakan untuk mengabdi hanya kepada Allah, bukan kepada Firaun yang mengaku diri sebagai tuan. Maka terjadilah sebuah kebangkitan. Roh Allah masuk di dalam diri Bangsa Israel. Bangsa Israel bangkit untuk melepaskan diri dari perbudakan. Apa yang dimaksud dengan membangkitkan? Yakni dari tidak sadar, menjadi sadar. Dari orang yang tidak tahu harga dirinya, menjadi tahu harga dirinya. Dari orang yang tadinya mati, sekarang dia bangkit hidup. Tentu saja setelah ditiupkan roh kepadanya. Maka Bangsa Israel bangkit dari kematian. Dan sejarah mencatat, Bangsa Israel yang tadinya menjadi bangsa budak, kemudian dia sadar dan bangkit dari perbudakan, dan Allah telah menuntunnya, maka Bangsa Israel diangkat oleh Allah, ditinggikan derajatnya, dimuliakan di antara bangsa-bangsa yang lain, menjadi bangsa yang memimpin dunia, menjadi wasit daripada dunia. Itulah nikmat yang pernah Allah berikan kepada Bangsa Israel, karena Bangsa Israel mau beriman kepada Allah. Apa yang terjadi pada sejarah Bangsa Israel saat itu akan terjadi pula pada dunia hari ini, karena rumusannya sejarah akan mengulang.
Banyak orang yang mengaku iman kepada Allah. Bahkan Abu Jahal (sebutan bagi pemimpin bangsa jahiliyah) adalah orang yang sangat kental imannya kepada Allah, sangat dominan dengan perkataan-perkataan agamis dan ritus-ritus agamis di Kaabah. Tetapi dia adalah orang yang tidak percaya, bahwa mengabdi kepada Allah harus taat dan tunduk patuh kepada aturan atau hukum Allah. Ketika Muhammad datang dengan membawa sistem kehidupan surgawi Allah, maka dia menolaknya.
Abu Jahal adalah orang yang yakin dan percaya bahwa alam semesta dan manusia adalah ciptaan Allah, adalah Kerajaan Allah. Tetapi disebabkan Muhammad Rasul Allah dia tidak mau mengimaninya, maka karena itu dia dikatakan orang yang kafir kepada Allah dan Rasul-Nya. Artinya, percaya kepada Allah saja bukanlah berarti telah menjadi orang beriman. Setiap orang bisa saja mengatakan “my god” (tuhanku). Itu bisa saja tuhan pribadi, tidak menjadi jaminan bahwa itu adalah Tu(h)an yang sama seperti “Tu(h)an-nya” Abraham. Orang boleh saja menyebut nama Allah, tetapi Allah yang menurut gambaran pribadi mereka.
Hari ini, Ideologi Tuan Allah Abraham, tidak ada pada kaum kristiani, tidak ada pada kaum Yahudi dan tidak ada pada kaum Islamisme. Mereka semua datang berbicara di depan manusia pada hari ini tidak lain atas nama partai-partai, pemimpin partai-partai, golongan, dan bukan mengatasnamakan Allah Tuan Semesta Alam; Allah Abraham. Tidak ada bangsa-bangsa di dunia hari ini yang berbicara atas nama Allah Tuan Semesta Alam; Allah Abraham, karena itu adalah sebuah ideologi. Mereka berbicara hanya atas nama negara mereka masing-masing, ideologi mereka masing-masing, partai masing-masing.
Bekas imperium Kerajaan Yerusalem pertama telah musnah. Dan bekas imperium Yerusalem kedua pun juga telah musnah. Demikian juga halnya dengan bekas imperium Darussalam, juga telah musnah. Tidak ada satu pun bangsa-bangsa dunia yang dahulu mendukung Kerajaan Allah yang ditegakkan oleh Muhammad, Yesus, dan Musa, hari ini tampil Atas Nama Allah Tuan Semesta Alam, Allah Abraham.
Kenapa dunia hari ini tidak ada yang tampil atas nama Allah Tuan Semesta Alam; Allah Abraham? Sebab mereka mengabdi kepada Tuan yang lain selain Tuan semesta alam. Sebab mereka telah menduakan Tuan Semesta Alam. Mereka menyembah secara ritus kepada Allah dengan cara masing-masing tetapi mereka mengabdi kepada Tuan lain selain Allah, hukum dan aturan yang mereka taati jelas bukan kehendak Allah. Itulah sebabnya mereka menduakan Allah. Sehingga ideologi atau falsafah hidup mereka bukan Allah semesta alam, tetapi Tuan berhala yang menjadi pengatur mereka di bumi.
(sumber: beritagembira.com)
tolonglah saya menemui kebenaran