THE BEGINNING

Posted by mochihotoru | Posted in | Posted on 8:37:00 PM

Tahun akhirnya berganti. Dari 2008 ke 2009. Sungguh terasa sangat cepat. Rasanya baru kemarin pergi bersama adikku Cindy ke Alun-alun Garut, melihat ratusan kembang api yang menandakan datangnya tahun 2008. Sekarang, tahun 2009 akan segera membawaku ke usia 19 tahun.

Walau tahun 2009 ini terlambat satu detik karena penyesuaian waktu yang dilakukan oleh lembaga standardisasi waktu dunia di Greenwich, Inggris, semua orang tetap bergembira merayakan tanggal 1 Januari ini. Semua memiliki resolusinya sendiri. Termasuk aku. Dan di dalamnya termasuk REVOLUSI III. Hahaha pasti semua bertanya-tanya apa itu. REVOLUSI III ini adalah bagian dari perubahan yang selama ini aku lakukan dengan cepat. Bermula sejak kelas XI SMA. Aku yang tadinya seorang yang pendiam, tak peduli apapun--bahkan pada nilai sekolah, kurang bergaul, dan lainnya, serta dipacu secara langsung oleh seseorang aku cinta dahulu, aku pun mulai merencanakan perubahan. Sejauh ini banyak perubahan yang aku buat. Namun karena kondisiku yang--baru aku sadari--masih labil, perbaikan-perbaikan pun tak sepenuhnya berjalan. Selama 2008 pun aku menemui banyak sekali hal yang tak pernah kusangka sebelumnya. This is a real life, kupikir. Karena itu, selama Desember kemarin, aku banyak evaluasi diri dengan harapan REVOLUSI di tahun 2009 ini bisa membawaku ke puncak Gunung Olympus [Lho? Kok jg ngaco?]. Maksudku, aku bisa lebih baik dan siap terjun ke tengah masyarakat.

Akhirnya! Setelah lama aku berharap, hari ini aku pergi ke Pantai Santolo di Pamengpeuk. Papa mengajakku malam tahun baru kemarin sebelum dia tidur. Pukul enam pun aku bangun untuk bersiap walau sedikit pusing dan pegal--yang berbeda dari biasanya--karena mungkin aku tidur pukul dua pagi demi mengirim ucapan tahun baru kepada teman-temanku.

Perjalanan membutuhkan waktu sekitar empat jam dari Terminal Guntur sampai Terminal Pamengpeuk. Meski lama, tapi ternyata benar kata orang-orang, mata kita sungguh dimanjakan oleh pemandangan alam yang sangat indah. Pegunungan yang landai, pepohonan yang hijau, kabut yang bergerak, hawa dingin yang menyentuh lembut, udara yang sejuk... Sungguh sulit untuk aku gambarkan secara utuh. Bahkan ketika bis beristirahat sejenak dan menyediakan waktu bagi penumpang untuk ke kamar kecil, jajan, atau makan, aku berjalan-jalan di luar warung untuk melihat deretan pengunungan itu. Maha Besar Tuhan! Ah, tapi sayang sekali aku tak punya kamera digital. Ada kamera handphone pun aku sulit mengabadikannya karena aku berposisi di tengah di dalam bis. Ketika berpindah posisi pun aku tak banyak bisa mengabadikan gambar secara baik. Andai saja aku pergi dengan mobil pribadi, aku pasti banyak menepi hanya untuk diam menikmati keindahan alam dan memotret pemandangan. (-_-')

Pukul 12 siang aku sampai di Pamengpeuk. Gila! Udaranya itu lho panas banget! Tipikal udara di dataran rendah. Berbeda sekali dengan udara di Garut Kota. Tadinya kita mau mampir ke tempatnya Regi, yang sepertinya pacar adikku--Cindy orang yg cuek dalam hal percintaan, akan tetapi tak jadi dan langsung menuju pulau. Ternyata, perjalanan kami masih memerlukan angkutan umum untuk sampai di tujuan.

Tak lama kemudian, aku pun berada di tepi pantai. Entah mengapa, tapi aku selalu merasa takjub dengan keindahan alam. Entah karena aku belum ke tempat ini atau aku telanjur terpesona. Kalau dipikir-pikir, aku memang katrok juga ya? Orang Garut tapi baru pertama kali lihat ke Pamengpeuk. Aku malah lebih dulu lihat Ancol yang jauh. Huff..

Namun sayang, setelah menikmati keindahan pantai agak lama, dan diantar Regi yang mengajak ke pantai lain di sana dan menikmati ikan nila besar yang dibakar, kepalaku malah pusing. Tenggorokanku pun terasa sakit, apalagi saat menelan makanan dan minuman. Badanku pun pegal, terutama sekitar leher. Aku benar-benar merasa lelah. Aku pun tanya Mbah Google dengan menyertakan gejala-gejala itu. Belum bisa dipastikan, tapi mungkin radang tenggorokan. Karena hal itu, aku tak bisa lagi sepenuhnya perjalananku ini. Ketika aku melintas pulau kecil yang penuh dengan monyet-monyet putih yang pemalu di Taman Wisata Santolo, aku memang sedikit melupakan rasa sakit itu. Terutama saat melihat sunset aka matahari terbenam. Sungguh indah. Namun, setelah semua itu, rasa sakitku bertambah hebat. Aku mulai kesulitan berbicara. Kami tak dapat langsung mencari transportasi ke Garut karena harus menjemput Cindy di rumah Regi.

Setelah menjemput Regi, matahari sudah menghilang. Kita tahu transportasi akan sulit didapat. Namun melihat kondisiku begini dan pekerjaan papa yang menanti, kami berusaha mencarinya. Ajakan Regi agar kami menginap akhinya kami tolak. Ya, kami pikir memang tak sopan jika kami menginap di tempat mereka. Belum kenal, sudah berani menginap sekeluarga. Walaupun kenal, pasti sebagai orang Sunda siapapun akan sungkan.

Malam semakin larut, kami belum mendapatkan transportasi menuju Garut. Sementara itu, kondisiku semakin mengkhawatirkan dan di ambang bahaya [lebay deh!]. Akhirnya terpaksa kami mencari dokter di sana. Setelah diperiksa dokter, ternyata hipotesisku tepat. Aku memang menderita radang tenggorokan. Bahkan saat kutulis postingan ini. Aku menginap di penginapan Beni Mekar yang kami dapat setelah berjuang keras--saking jauhnya.

Comments (0)

Post a Comment