URUTAN KETIGA “100 TOKOH”: YESUS (6 SM - 30 M)

Posted by mochihotoru | Posted in | Posted on 2:39:00 PM

Pengaruh Yesus terhadap sejarah kemanusiaan begitu jelas dan begitu besar. Rasanya tak banyak orang yang mempersoalkan apa sebab Yesus, yang disebut Nabi Isa oleh umat Islam, berada di tempat hampir teratas dalam daftar buku ini. Malahan, mungkin banyak orang bertanya-tanya kenapa Yesus tidak berada di tempat teratas.

Akan halnya Kekristenan, tak adalah kiranya masalahnya. Dalam perjalanan sang waktu tak syak lagi agama ini sudah peroleh pemeluk lebih besar dari agama lain yang mana pun juga. Perlu ditegaskan bukanlah perihal pengaruh dari pelbagai agama yang menjadi titik perhitungan di buku ini, melainkan ihwal yang menyangkut pengaruh perorangan. Tidak seperti Agama Islam, Agama Kristen didirikan bukan oleh seorang melainkan dua--Yesus dan Santo Paulus--karena itu pengakuan jasa-jasa atas perkembangan agama itu harus dibagi sama antara kedua tokoh itu.

Yesus meletakkan dasar-dasar pokok gagasan etika Kekristenan termasuk pandangan spiritual serta ide pokok mengenai tingkah laku.manusia. Sedangkan teologi Kristen dikelola dasar-dasarnya oleh Santo Paulus. Yesus mempersembahkan pesan-pesan spiritual sedangkan Santo Paulus menambahkannya ke dalam bentuk pemujaan terhadap Yesus. Lebih dari itu, Paulus merupakan penulis bagian-bagian penting Perjanjian Baru dan merupakan penganjur pertama orang-orang agar memeluk Agama Kristen pada abad pertama lahirnya agama itu.

Yesus terhitung berusia muda tatkala "wafat" (lain halnya dengan Buddha atau Muhammad), dan yang ditinggalkannya hanya sejumlah terbatas pengikut. Tatkala Yesus mangkat, pengikutnya cuma terdiri dari sejumlah kecil sekte Yahudi. Baru lewat tulisan-tulisan Santo Paulus dan kegigihan khotbahnya yang tak kenal lelah, sekte kecil itu diubah menjadi kekuatan dinamis dan merupakan gerakan yang lebih besar, baik terdiri dari orang Yahudi maupun bukan. Dari situlah—akhirnya--tumbuh menjadi salah satu agama besar dunia.

Akibat hal-hal itu banyak orang beranggapan Pauluslah dan bukan Yesus yang lebih layak dipandang sebagai pendiri Agama Kristen, karena itu tempatnya dalam daftar urutan buku ini mesti lebih tinggi ketimbang Yesus! Biarpun sulit dibayangkan apa wujud kekristenan tanpa Paulus, tapi sebaliknya juga amatlah jelas: tanpa Yesus, Agama Kristen tak akan pernah ada sama sekali.

Sebaliknya, tampak tak beralasan menganggap Yesus bertanggung jawab terhadap semua keadaan seperti penilaian gereja-gereja Kristen serta pribadi-pribadi pemeluk Agama Kristen kemudian, khusus sejak Yesus sendiri tidak setuju dengan sikap-sikap seperti itu. Di antara mereka misalnya: perang agama antaraliran Kristen, penyembelihan kejam, dan pemburuan terhadap orang Yahudi, merupakan kontradiksi dengan sikap dan ajaran Yesus. Rasanya tak beralasan menganggap bahwa perbuatan itu disetujui oleh Yesus.

Di samping itu walau ilmu pengetahuan modern pertama kali tumbuh di negeri-negeri pemeluk Kristen di Eropa Barat tapi rasanya tidak kena kalau hal itu dianggap sebagai tanggung jawab Yesus. Dengan sendirinya tak seorang pun di antara para pemuka pemeluk Kristen menafsirkan ajaran Yesus sebagai suatu seruan untuk melakukan penyelidikan ilmiah terhadap dunia dalam arti fisik. Yang terjadi justru sebaliknya: berbondong-bondongnya masyarakat Romawi memeluk Agama Kristen [pada abad IV] mengakibatkan merosotnya baik dasar umum teknologi maupun tingkat umum minat terhadap ilmu pengetahuan.

Bahwa ilmu pengetahuan kebetulan tumbuh di Eropa sebenarnya suatu petunjuk adanya budaya yang diwariskan turun-temurun yang selaras dengan jalan pikiran ilmiah. Ini samasekali tak ada sangkut-pautnya dengan ajaran-ajaran Yesus, tapi berkat pengaruh rasionalisme Yunani yang jelas tercermin dalam karya-karya Aristoteles dan Euclid. Adalah perlu dicatat timbulnya ilmu pengetahuan modern bukanlah muncul pada masa kejayaannya kekuasaan gerejani dan kesucian Kristen, melainkan pada saat mulai menyingsingnya renaissance, saat tatkala Eropa sedang mencoba memperbaharui warisan yang telah ada sebelum kedatangan Yesus.

Kisah kehidupan Yesus, jika dikaitkan dengan Perjanjian Baru, tentulah sudah tidak asing lagi bagi para pembaca, karena itu bisa membosankan jika dikunyah-kunyah lagi. Tapi, ada juga segi-segi yang masih layak dicatat. Pertama, sebagian terbesar informasi yang kita peroleh tentang kehidupan Yesus tidak keruan, simpang-siur, tak menentu. Bahkan kita tidak tahu siapa nama aslinya. Besar kemungkinan nama aslinya Yehoshua, sebuah nama umum orang Yahudi (orang Inggris menyebutnya Yoshua). Dan tahun kelahirannya pun tidaklah pasti, walaupun tahun 6 sebelum Masehi dapat dijadikan pegangan.

Bahkan tahun “wafat”-nya pun yang mestinya diketahui dengan jelas oleh para pengikutnya, juga belum bisa dipastikan hingga hari ini. Yesus sendiri tidak meninggalkan karya tulisan sama sekali, sehingga sebetulnya segala sesuatu mengenai peri kehidupannya hanya berpegang pada penjelasan Perjanjian Baru.

Malangnya, ajaran-ajaran Yesus bertentangan satu sama lain dalam banyak pokok masalah. Matius dan Lukas menyuguhkan versi yang sama sekali berbeda mengenai kata-kata akhir yang diucapkan Yesus. Kedua versi ini sepintas lalu tampak berasal dari kutipan-kutipan langsung dari Perjanjian Lama.

Sesungguhnya bukanlah barang kebetulan Yesus mampu mengutip dari Perjanjian Lama. Sebab, meskipun Yesus pemuka Agama Kristen, dia sendiri sebetulnya seorang Yahudi yang taat. Sudah sering sekali ditunjukkan bahwa Yesus dalam banyak hal teramat mirip dengan nabi-nabi kaum dari Perjanjian Lama dan dia terpengaruh secara mendalam oleh mereka. Seperti halnya nabi-nabi, Yesus memiliki pesona personalitas luar biasa yang meninggalkan kesan mendalam dan tak terhapuskan begitu bertemu dengannya. Yesus seorang yang mempunyai daya karisma dalam arti yang sesungguh-sungguhnya .

Berbeda sangat dengan Muhammad yang menggenggam kekuasaan agama dan politik di satu tangan, Yesus tidak punya pengaruh politik di masa hidupnya ataupun di abad berikutnya. (Kedua manusia itu memang punya pengaruh tidak langsung dalam jangka panjang perkembangan politik). Yesus menyebar pengaruh sepenuhnya dalam ruang lingkup etika dan merupakan seorang pemimpin spiritual.

Apabila peninggalan Yesus semata-rnata dalam kualitas selaku pemuka spirituaI, tentu saja tepat jika orang mempertanyakan sampai sejauh mana gagasan spiritualnya mempengaruhi dunia. Salah satu sentral ajaran Yesus tentu saja Golden Rule-nya. Kini, Golden Rule-nya itu sudah diterima oleh banyak orang, apakah seseorang itu Kristen atau bukan, sebagai patokan tingkah laku moral. Kita bisa saja berbuat tidak selalu atas dasar patokan itu, tetapi sedikitnya kita mencoba menyelusuri relnya. Jika Yesus benar merupakan perumus pertama dari patokan dan petunjuk yang sudah diterima sebagai hampir prinsip yang universal, bisa dipastikan dia layak didudukkan pada urutan pertama daftar ini.

Tapi, fakta menunjukkan yang namanya, Golden Rule itu sebenarnya sudah menjadi patokan yang jadi pegangan Yudaisme, jauh sebetum Yesus lahir. Pendeta Hillel, pemuka Yahudi yang hidup satu abad sebelum Masehi secara terang-terangan mengatakan bahwa Golden Rule itu adalah patokan utama Yudaisme.

Hal ini bukan saja diketahui oleh dunia Barat melainkan juga Timur. Filsuf Cina Kong Hu-Cu telah mengusulkan konsepsi ini pada tahun 500 sebelum Masehi. Juga kata-kata seperti itu terdapat di dalam Mahabharata, kumpulan puisi Hindu purba. Jadi, kenyataan menunjukkan bahwa filosofi yang terkandung di dalam The Golden Rule diterima oleh hampir tiap kelompok agama besar.

Apakah ini berarti Yesus tak punya gagasan etik yang orisinal? Bukan begitu! Pandangan yang bermutu tinggi dan terang benderang dipersembahkan dalam Matius 5:43-44 yang berbunyi:

“Kamu dengar apa yang dikatakan bahwa kamu harus mencintai tetanggamu dan membenci musuhmu. Tapi kukatakan padamu, kasihanilah mereka yang telah mengutukmu; berbuat baiklah kepada mereka yang membencimu; berdoalah buat mereka yang menaruh dendam kepadamu dan menganiayamu.”

Dan kalimat sebelumnya berbunyi “Janganlah melawan kejahatan. Jika mereka tampar pipi kananmu, berikan pipi kirimu juga.”

Kini, pendapat ini bukan merupakan bagian dari Yudaisme di masa Yesus dan bukan pula jadi bagian pegangan agama-agama lain. Sudah dapat dipastikan merupakan yang pernah terdengar. Apabila ide ini dianut secara meluas, saya tidak ragu maupun bimbang sedikit pun menempatkan Yesus dalam urutan pertama dalam daftar.

Tapi, kenyataan menunjukkan anutan ide itu tidaklah meluas benar. Malahan, umumnya takkan bisa diterima masyarakat. Sebagian besar pemeluk Kristen rnenganggap perintah "cintailah musuhmu" hanyalah bisa direalisasi dalam dunia sempurna, tapi tidak bisa jalan selaku penuntun tingkah laku di dunia tempat kita semua hidup sekarang ini. Umumnya ajaran itu tidak dilaksanakan, dan pula tidak mengharapkan orang lain melakukannya. Kepada anak-anak pun, kita tidak memberi ajaran seperti itu. Ajaran Yesus yang paling nyata adalah tetap merupakan semacam ajaran yang bersifat kelompok dan secara mendasar tak melewati anjuran yang teruji lebih dulu.

(terjemahan dari buku “100 Tokoh” karya Michael H. Hart)

Comments (0)

Post a Comment