Allah merupakan sebutan dalam agama Islam untuk Tuhan Yang Mahaagung. Namun juga dipakai agama penerus ajaran Abraham lain seperti Yahudi, Kristen, dan Baha’i. Nama Allah ini sendiri berasal dari bahasa Arab, Allāh. Sebelum munculnya agama Islam pada abad VII, nama Allah telah dipergunakan secara luas oleh masyarakat pagan Arab maupun penganut agama hanif Abraham, Kristen, dan Yahudi di Jazirah Arab.
Masyarakat Indonesia umumnya sudah mengenal kata ini sejak kedatangan Islam pada abad XIII. Pada abad XVII, agama Kristen masuk ke Indonesia dan turut memakai kata Allah. Alkitab bahasa Indonesia menerjemahkan nama Allah dari kata Ibrani, Elohim. Perbedaannya, Allah merupakan spesifikasi dari ‘ilah’ dan tak memiliki bentuk jamak, sedangkan Elohim lebih merupakan kata jamak dari ‘eloah’ dan menjadi bentuk hormat untuk menyebut Tuhan yang Maha Esa. Namun baik ilah maupun eloah, keduanya berasal dari akar yang sama, yaitu ‘il/el’ Semitik. Perbedaan lainnya adalah, nama Allah yang merupakan nama diri (personal name) dalam Alquran juga budaya Arab berubah statusnya menjadi nama umum/jenis (generic name) dalam Alkitab dan sesuai dengan kata Elohim dalam budaya Ibrani.
Kata Allah sudah menjadi kata umum bagi masyarakat Indonesia yang beragama Samawi untuk menyebut ‘Sang Sesembahan’. Kamus Besar Bahasa Indonesia sudah memasukkan kata Allah sejak dicetak pertama kali pada tahun 1988. Hal ini seharusnya bisa menyatukan semua penganut agama yang memakai kata tersebut. Dengan persamaan ini para penganut agama ini harus menyadari bahwa mereka menyembah Tuhan yang sama walaupun dengan persepsi yang berbeda mengenai-Nya.
Namun, alih-alih menyatukan antarumat beragama, kata Allah malah membuat sebagian dari mereka berselisih paham. Sebagian umat Islam menganggap bahwa penerjemah Alkitab tak seharusnya memakai nama Allah karena merasa para penerjemah Alkitab menggunakan nama itu secara salah, sedangkan sebagian umat Kristen berpendapat bahwa nama Allah adalah nama Dewa Bulan dan bukan nama yang tak pantas untuk menerjemahkan nama Elohim. Tidak hanya itu, saling caci pun menjadi kebiasaan di antara kedua umat ini karena perbedaan pelafalan.
Perbedaan pelafalan ini dipengaruhi persepsi mereka sendiri mengenai nama Allah. Umat Islam menyebutnya dengan ‘aloh’ atau ‘auloh’. Pelafalan ini berasal dari pelafalan bahasa Arab, bahasa asalnya. Pengucapan Lafzhul Jalalah pada kata Allah dalam bahasa Arab memang harus diucapkan seperti ketika umat Islam menyebut Allah (lam kembar).
Umat Kristen membaca kata Allah ini dengan ‘alah’ sesuai pelafalan orang Indonesia. Dari sudut pandang bahasa Arab, pelafalan yang dipakai mereka seperti ketika kita membaca kata alah (lam tunggal). Bukan cuma orang Kristen, orang non-Kristen dan non-Islam pun banyak pula yang menggunakan pelafalan ini karena memang sesuai lidah mereka.
Sekarang mari kita lihat dari kaidah bahasa Indonesia. Secara fonologis, lidah masyarakat Indonesia memang sulit untuk mengucapkan kata Allah sesuai dengan pengucapan orang Arab. Contohnya, orang suku Sunda mengucapkannya dengan ‘aloh’. Banyak kata bahasa Arab yang diserap ke dalam bahasa Indonesia pun diubah pelafalan dan penulisannya sesuai lidah orang Indonesia, contohnya: Itsnin menjadi Senin (hari).
Belum diketahui apakah umat Islam pra-Kristen di Indonesia mengucapkan Allah dengan pelafalan ‘auloh’ seperti pengucapan umat Islam sekarang atau malah dengan pengucapan ‘alah’ seperti umat non-Kristen seperti sekarang. Namun bisa jadi pengucapan ‘alah’ pun digunakan pula oleh banyak umat Islam sebelum kedatangan Kristen. Hal ini ditujukan agar masyarakat Indonesia pada saat itu bisa menerima Islam yang masih asing bagi mereka. Sedangkan perbedaan pengucapan yang menjadi simbol masing-masing agama ini terjadi setelah penggunaan kata Allah oleh umat Kristen.
Apa salahnya jika umat Islam mengucapkan kata Allah dengan pelafalan seperti umat Kristen? Perlu diketahui, pengucapan umat Kristen bisa disebut merupakan pengucapan yang benar karena sesuai dengan ejaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Bukan hanya itu, pengucapan Allah mereka sesuai dengan lidah Indonesia sehingga orang Indonesia tidak merasa kesulitan dalam mengucapkan nama Tuhan.
Lalu, apa salahnya jika umat Kristen mengucapkan Allah dengan pelafalan seperti umat Islam? Ingat, menurut Islam yang muncul dari Jazirah Arab, Allah merupakan nama diri Tuhan karena nama generik bagi sesembahan sebenarnya adalah ‘ilah’. Kata ilah ini pun sejak dulu sudah ada di Indonesia. Ilah setara dengan nama generik Tuhan dalam bahasa Ibrani: Elohim. Allah dalam bahasa Arab setara dengan tetragramaton Yahweh (YHVH). Dilihat dari sudut pandang ini, wajar umat Islam di Indonesia yang hanya ingin mengucapkan nama diri Sang Sesembahan sesuai pengucapan aslinya dalam bahasa Arab karena menurut mereka nama Allah tak bisa diterjemahkan.
Tak ada yang benar dan tak ada yang salah dalam pelafalan nama Sang Sesembahan ini. Yang salah adalah apabila seseorang mencaci umat agama lain hanya karena perbedaan pelafalan. Baik ‘alah’ maupun ‘auloh’, keduanya merujuk kepada Tuhan yang tak mau namanya disebut secara sembarangan (Keluaran 20:7) dan hanya ingin disebut dengan nama yang baik saja (Al Isra 17:110).
Yang lebih penting lagi, kita sebagai masyarakat Indonesia yang plural, wajib untuk menjunjung perbedaan dan hak asasi sesama. Kita disatukan oleh slogan ‘Bhinneka Tunggal Ika’ yang berarti ‘Berbeda-beda tapi tetap Satu’ dan aturan hukum negara yang sama. Sehingga tak ada celah untuk saling menindas satu sama lain. Jika umat beragama ini tak bisa bersatu lagi, bisa dipastikan kita akan mengalami perpecahan dan disintegrasi bangsa. Apa kita perlu mengundang kembali Inggris, Portugis, Belanda, dan Jepang untuk menjajah Indonesia kembali agar kita bisa bersatu lagi seperti di zaman penjajahan dan di awal Kemerdekaan?
Jatinangor, Juli 2009
Itukan keinginan anda, yg disembah islam dan kristen berbeda..
Kristen esa itu trinitas.
Tlg anda pelajari ttg tauhid rububiyah
Lalu bagaimana dengan kata "ALLAH" dalam pembukaan uud 1945. Bagaimana pelafalannya. auloh atau alah