BAGAIMANA MEMBACA KATA ‘ALLAH’?

Posted by mochihotoru | Posted in , | Posted on 4:39:00 PM

2

Allah merupakan sebutan dalam agama Islam untuk Tuhan Yang Mahaagung. Namun juga dipakai agama penerus ajaran Abraham lain seperti Yahudi, Kristen, dan Baha’i. Nama Allah ini sendiri berasal dari bahasa Arab, Allāh. Sebelum munculnya agama Islam pada abad VII, nama Allah telah dipergunakan secara luas oleh masyarakat pagan Arab maupun penganut agama hanif Abraham, Kristen, dan Yahudi di Jazirah Arab.

Masyarakat Indonesia umumnya sudah mengenal kata ini sejak kedatangan Islam pada abad XIII. Pada abad XVII, agama Kristen masuk ke Indonesia dan turut memakai kata Allah. Alkitab bahasa Indonesia menerjemahkan nama Allah dari kata Ibrani, Elohim. Perbedaannya, Allah merupakan spesifikasi dari ‘ilah’ dan tak memiliki bentuk jamak, sedangkan Elohim lebih merupakan kata jamak dari ‘eloah’ dan menjadi bentuk hormat untuk menyebut Tuhan yang Maha Esa. Namun baik ilah maupun eloah, keduanya berasal dari akar yang sama, yaitu ‘il/el’ Semitik. Perbedaan lainnya adalah, nama Allah yang merupakan nama diri (personal name) dalam Alquran juga budaya Arab berubah statusnya menjadi nama umum/jenis (generic name) dalam Alkitab dan sesuai dengan kata Elohim dalam budaya Ibrani.

Kata Allah sudah menjadi kata umum bagi masyarakat Indonesia yang beragama Samawi untuk menyebut ‘Sang Sesembahan’. Kamus Besar Bahasa Indonesia sudah memasukkan kata Allah sejak dicetak pertama kali pada tahun 1988. Hal ini seharusnya bisa menyatukan semua penganut agama yang memakai kata tersebut. Dengan persamaan ini para penganut agama ini harus menyadari bahwa mereka menyembah Tuhan yang sama walaupun dengan persepsi yang berbeda mengenai-Nya.

Namun, alih-alih menyatukan antarumat beragama, kata Allah malah membuat sebagian dari mereka berselisih paham. Sebagian umat Islam menganggap bahwa penerjemah Alkitab tak seharusnya memakai nama Allah karena merasa para penerjemah Alkitab menggunakan nama itu secara salah, sedangkan sebagian umat Kristen berpendapat bahwa nama Allah adalah nama Dewa Bulan dan bukan nama yang tak pantas untuk menerjemahkan nama Elohim. Tidak hanya itu, saling caci pun menjadi kebiasaan di antara kedua umat ini karena perbedaan pelafalan.

Perbedaan pelafalan ini dipengaruhi persepsi mereka sendiri mengenai nama Allah. Umat Islam menyebutnya dengan ‘aloh’ atau ‘auloh’. Pelafalan ini berasal dari pelafalan bahasa Arab, bahasa asalnya. Pengucapan Lafzhul Jalalah pada kata Allah dalam bahasa Arab memang harus diucapkan seperti ketika umat Islam menyebut Allah (lam kembar).

Umat Kristen membaca kata Allah ini dengan ‘alah’ sesuai pelafalan orang Indonesia. Dari sudut pandang bahasa Arab, pelafalan yang dipakai mereka seperti ketika kita membaca kata alah (lam tunggal). Bukan cuma orang Kristen, orang non-Kristen dan non-Islam pun banyak pula yang menggunakan pelafalan ini karena memang sesuai lidah mereka.

Sekarang mari kita lihat dari kaidah bahasa Indonesia. Secara fonologis, lidah masyarakat Indonesia memang sulit untuk mengucapkan kata Allah sesuai dengan pengucapan orang Arab. Contohnya, orang suku Sunda mengucapkannya dengan ‘aloh’. Banyak kata bahasa Arab yang diserap ke dalam bahasa Indonesia pun diubah pelafalan dan penulisannya sesuai lidah orang Indonesia, contohnya: Itsnin menjadi Senin (hari).

Belum diketahui apakah umat Islam pra-Kristen di Indonesia mengucapkan Allah dengan pelafalan ‘auloh’ seperti pengucapan umat Islam sekarang atau malah dengan pengucapan ‘alah’ seperti umat non-Kristen seperti sekarang. Namun bisa jadi pengucapan ‘alah’ pun digunakan pula oleh banyak umat Islam sebelum kedatangan Kristen. Hal ini ditujukan agar masyarakat Indonesia pada saat itu bisa menerima Islam yang masih asing bagi mereka. Sedangkan perbedaan pengucapan yang menjadi simbol masing-masing agama ini terjadi setelah penggunaan kata Allah oleh umat Kristen.

Apa salahnya jika umat Islam mengucapkan kata Allah dengan pelafalan seperti umat Kristen? Perlu diketahui, pengucapan umat Kristen bisa disebut merupakan pengucapan yang benar karena sesuai dengan ejaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Bukan hanya itu, pengucapan Allah mereka sesuai dengan lidah Indonesia sehingga orang Indonesia tidak merasa kesulitan dalam mengucapkan nama Tuhan.

Lalu, apa salahnya jika umat Kristen mengucapkan Allah dengan pelafalan seperti umat Islam? Ingat, menurut Islam yang muncul dari Jazirah Arab, Allah merupakan nama diri Tuhan karena nama generik bagi sesembahan sebenarnya adalah ‘ilah’. Kata ilah ini pun sejak dulu sudah ada di Indonesia. Ilah setara dengan nama generik Tuhan dalam bahasa Ibrani: Elohim. Allah dalam bahasa Arab setara dengan tetragramaton Yahweh (YHVH). Dilihat dari sudut pandang ini, wajar umat Islam di Indonesia yang hanya ingin mengucapkan nama diri Sang Sesembahan sesuai pengucapan aslinya dalam bahasa Arab karena menurut mereka nama Allah tak bisa diterjemahkan.

Tak ada yang benar dan tak ada yang salah dalam pelafalan nama Sang Sesembahan ini. Yang salah adalah apabila seseorang mencaci umat agama lain hanya karena perbedaan pelafalan. Baik ‘alah’ maupun ‘auloh’, keduanya merujuk kepada Tuhan yang tak mau namanya disebut secara sembarangan (Keluaran 20:7) dan hanya ingin disebut dengan nama yang baik saja (Al Isra 17:110).

Yang lebih penting lagi, kita sebagai masyarakat Indonesia yang plural, wajib untuk menjunjung perbedaan dan hak asasi sesama. Kita disatukan oleh slogan ‘Bhinneka Tunggal Ika’ yang berarti ‘Berbeda-beda tapi tetap Satu’ dan aturan hukum negara yang sama. Sehingga tak ada celah untuk saling menindas satu sama lain. Jika umat beragama ini tak bisa bersatu lagi, bisa dipastikan kita akan mengalami perpecahan dan disintegrasi bangsa. Apa kita perlu mengundang kembali Inggris, Portugis, Belanda, dan Jepang untuk menjajah Indonesia kembali agar kita bisa bersatu lagi seperti di zaman penjajahan dan di awal Kemerdekaan?

Jatinangor, Juli 2009


WAJAH YESUS DAN BUNDA MARIA

Posted by mochihotoru | Posted in | Posted on 4:18:00 PM

0

Di gereja-gereja, terutama Gereja Katolik Roma, biasanya banyak sekali terpampang gambar-gambar dan patung-patung yang dianggap gambaran Yesus Kristus dan Bunda Maria. Dua orang yang begitu diagungkan oleh banyak orang ini selalu digambarkan sebagai dua sosok yang berwajah lembut dan memancarkan karisma. Ini membuat banyak orang, terutama non-Kristen, bertanya, apakah wajah Yesus dan ibunya Maria itu adalah wajah mereka yang asli atau itu hanya hasil rekayasa saja? Bukankah menyembah patung dan lukisan sama dengan menyembah berhala?

Dalam pandangan umat Kristen, tidak ada masalah dan tidak ada larangan untuk menggambar wajah Yesus. Namun, sekedar catatan, dalam Sepuluh Perintah Tuhan, hukum kedua menyebutkan agar jangan membuat patung dan menyembahnya (Kel. 20:3-6). Perikop ini merupakan kesatuan. Perlu diketahui, sebenarnya umat Kristen menyembah Yesus yang hidup yang bersemayam di Sorga; bukan menyembah gambar atau patung mati mengenai-Nya. Selama gambar dan patung itu lebih sekedar kenangan untuk menggambarkan peristiwa di mana Yesus pernah hadir di dunia dan media untuk memusatkan perhatian ketika mereka berdoa kepada Tuhan. Sama seperti lukisan ‘The Last Supper’ karya Leonardo da Vinci; lukisan itu dapat memberi kenangan yang indah. Kembali dengan catatan, lukisan itu dilarang sama sekali untuk disembah. Namun jika ada orang yang hatinya memang berdoa dan menyembah lukisan tersebut, itu menjadi masalah lain.

Tidak ada seorang pun yang tahu bagaimana sebenarnya wajah Yesus Sang Juru Selamat. Gambaran Yesus yang popular saat ini berasal dari seni budaya Barat yang berkulit putih. Yesus digambarkan sebagai sosok yang berwajah tampan dan lembut, berkulit putih, berambut agak panjang dan kemerah-merahan, bertubuh tegap. Sedangkan Bunda Maria diambarkan sebagai wahita berkerudung dengan wajah yang cantik dan lembut serta berkulit putih. Namun, ternyata penggambaran seperti itu tak sama di setiap bangsa. Versi orang Afrika, versi Timur Tengah, versi Amerika Apache, versi Bolivia, versi Guadalupe , dan lainnya. Ada yang berkulit putih, ada juga yang berkulit hitam. Bahkan terdapat penggambaran Yesus dengan rambut ikal. Semuanya digambarkan dengan gambaran paling tampan dan paling cantik menurut versi bangsa tersebut.

Berikut adalah gambaran-gambaran Yesus dan Maria dari berbagai bangsa:

Menghadapi kenyataan mengenai gambar Yesus yang berbeda-beda, umat Kristen banyak diingatkan oleh pemimpin agama mereka untuk tidak terpukau pada gambar tertentu dan menganggapnya sebagai satu-satunya yang benar.

Pernah terdengar pengalaman seorang pastor yang diundang berkhotbah di sebuah gereja di mana di dinding dekat mimbar tergantung sebuah gambar Yesus. Dari atas mimbar, pastor itu secara tegas meminta agar gambar itu tidak dipasang di sana. Alasannya sederhana: dia khawatir akan timbulnya bahaya distorsi kesan. Sebab kalau jemaat gereja tersebut terus menerus memandang gambar Yesus yang sama, mereka bisa mengganggap bahwa itulah wajah Yesus yang sebenarnya.

Jika demikian, hal itu bisa mendatangkan masalah ketika kedatangan Yesus kedua kalinya di akhir zaman, sesuai kepercayaan mereka. Mereka akan menjumpai wajah Yesus sebenarnya yang berbeda sama sekali dengan yang ada dalam pikiran mereka. Bahkan, buruknya, mungkin mereka akan mengabaikan Yesus yang benar karena kenangan umat Kristen terpukau dengan gambar wajah Yesus yang dalam lukisan dan patung mereka. Dalam Alkitab dikisahkan, wajah Yesus dalam kemuliaan setelah bangkit juga berbeda dengan wajah Yesus sebelum disalibkan (kasus Emaus, Luk. 24:15-16).

Jelaslah bahwa gambar-gambar Yesus Kristus dan Bunda Maria yang dapat kita lihat saat ini di berbagai media adalah rekayasa belaka dan belum tentu merupakan wajah yang sesungguhnya. Dengan demikian, ketika seseorang berniat untuk memusatkan pikiran dan memohon pertolongan kepada lukisan atau patung terebut, bukannya pada Dia yang berada di Sorga, maka dapat dipastikan dia menyembah berhala. Hal ini telah diperingatkan dalam ayat-ayat Alkitab:

“Tentang persoalan makan makanan yang sudah dipersembahkan kepada berhala, kita tahu bahwa berhala menggambarkan sesuatu yang sebetulnya tidak ada. Dan kita tahu juga bahwa Allah hanya Satu; tidak ada yang lain.” (I Korintus 8:4)

“Kita tahu bahwa Anak Allah sudah datang dan sudah memberikan pengertian kepada kita, supaya kita mengenal Allah yang benar. Kita hidup bersatu dengan Allah yang benar dan hidup bersatu dengan Anak-Nya Yesus Kristus. Inilah Allah yang benar, dan inilah hidup sejati dan kekal. Anak-anakku, jauhkanlah dirimu dari berhala-berhala! (I Yohanes 5:20-21)

(referensi: Yabina.org)


BABI DAN KESEHATAN MANUSIA

Posted by mochihotoru | Posted in , | Posted on 2:44:00 PM

0

Di antara pemeluk agama Samawi yang taat, mungkin pernah ada yang bertanya-tanya mengapa babi begitu dilarang untuk dimakan, bahkan memakannya dianggap menjijikkan oleh Tuhan sendiri (Imamat 11:43-47). Ketentuan ini dimuat oleh Kitab Suci seperti Alkitab (Imamat 11-7; Ulangan 14:8; Yesaya 66:17) dan Alquran (Al Baqarah 2:173; Al Maidah 5:3; Al Anam 6:145; An Nahl 16:115). Jadi, bukan saja umat Yahudi yang dilarang oleh Tuhan untuk memakan daging hewan ini, tapi bagi umat Islam pun ketentuan ini berlaku kekal.

Ada pendapat dari banyak pemimpin agama Kristen sendiri yang kritis terhadap ajaran gereja, bahwa umat Kristen pun selaku pengikut ajaran Yesus seharusnya mengikuti Hukum Taurat untuk tidak memakan babi. Menurut mereka, Yesus yang merupakan orang Yahudi, bukan hanya melakukan Hukum Taurat namun menegaskannya, termasuk soal hukum makanan. Namun tidak ada yang dapat memaksakan karena ketetapan gereja sudah melakukan pencabutan perintah Allah ini. Ketetapan tersebut berdasarkan penafsiran terhadap wahyu yang diterima Petrus dalam Kisah Para Rasul 10:15.

Terlepas dari kontroversi di atas, sekarang marilah kita membaca tulisan yang beberapa waktu lalu kutemukan di internet. Tulisan di bawah ini menerangkan tinjauan perihal babi sebagai makanan manusia dari sudut pandang kesehatan. Alangkah baiknya jika pembaca, apapun agamanya, mempertimbangkan baik dan buruknya dengan bijak.

Babi merupakan hewan yang sangat kotor karena biasanya memakan segala sesuatu yang diberikan kepadanya dari mulai bangkai, kotorannya sendiri, sampai kotoran manusia. Secara psikis babi memiliki tabiat yang malas, tidak menyukai matahari, sangat suka makan dan tidur, memiliki sifat tamak, dan tidak memiliki kehendak dan daya juang, bahkan untuk membela diri sekalipun.

Secara fisis, tubuh babi banyak menyimpan bibit penyakit. Babi dianggap hewan yang sama sekali tidak layak untuk dikonsumsi. Di antara parasit-parasit itu adalah sebagai berikut:

  • Cacing Taenia Sollum

Parasit ini berupa larva yang berbentuk gelembung pada daging babi atau berbentuk butiran-butiran telur pada usus babi. Jika seseorang memakan daging babi tanpa dimasak dengan baik, maka dinding-dinding gelembung ini akan dicerna oleh perut manusia. Peristiwa ini akan menghalangi perkembangan tubuh dan akan membentuk cacing pita yang panjangnya bisa mencapai lebih dari tiga meter. Cacing ini akan melekat pada dinding usus dengan cara menempelkan kepalanya lalu menyerap unsur-unsur makanan yang ada di lambung. Hal itu bisa menyebabkan seseorang kekurangan darah dan gangguan pencernaan, karena cacing ini bisa mengeluarkan racun.

Apabila pada diri seseorang, khususnya anak-anak, telah diketahui terdapat cacing ini di lambungnya maka dia akan mengalami hysteria atau perasaan cemas. Terkadang larva yang ada dalam usus manusia ini akan memasuki saluran peredaran darah dan terus menyebar ke seluruh tubuh, termasuk otak, hati, saraf tulang belakang, dan paru-paru. Dalam kondisi ini dapat menyebabkan penyakit yang mematikan.

  • Cacing Trichinia Spiralis

Cacing ini ada pada babi dalam bentuk gelembung-gelembung lembut. Jika seseorang mengonsumsi daging babi tanpa dimasak dengan baik, maka gelembung-gelembung--yang mengandung larva cacing ini--dapat tinggal di otot dan daging manusia, sekat antara paru-paru dan jantung, dan di daerah-daerah lain di tubuh. Penyerangan cacing ini pada otot dapat menyebabkan rasa sakit yang luar biasa dan menyebabkan gerakan lambat, ditambah lagi sulit melakukan aktivitas. Sedang keberadaannya di sekat tersebut akan mempersempit pernapasan, yang bisa berakhir dengan kematian.

Bisa jadi, cacing jenis ini tidak akan membuat seseorang meninggal dalam waktu singkat. Namun patut diketahui bahwa cacing-cacing kecil yang berkembang di otot-otot tubuh seseorang setelah dia mengonsumsi daging babi bisa dipastikan akan menetap di sana hingga orang itu meninggal dunia.

  • Cacing Schistosoma Japonicus

Ini adalah cacing yang lebih berbahaya daripada cacing schistosoma yang dikenal di Mesir. Babi adalah satu-satunya binatang yang mengandung cacing ini. Cacing ini dapat menyerang manusia apabila mereka menyentuh atau mencuci tangan dengan air yang mengandung larva cacing yang berasal dari kotoran babi. Cacing ini dapat menyelinap ke dalam darah, paru-paru, dan hati. Cacing ini berkembang dengan sangat cepat, dalam sehari bisa mencapai lebih dari 20.000 telur, serta dapat membakar kulit, lambung dan hati. Terkadang juga menyerang bagian otak dan saraf tulang belakang yang berakibat pada kelumpuhan dan kematian.

  • Fasciolepsis Buski

Parasit ini hidup di usus halus babi dalam waktu yang lama. Ketika terjadi percampuran antara usus dan tinja, parasit ini akan berada dalam bentuk tertentu yang bersifat cair yang bisa memindahkan penyakit pada manusia. Kebanyakan jenis parasit ini terdapat di daerah Cina dan Asia Timur. Parasit ini bisa menyebabkan gangguan pencernaan, diare, dan pembengkakan di sekujur tubuh, serta bisa menyebabkan kematian.

  • Cacing Ascaris

Panjang cacing ini adalah sekitar 25 cm. Cacing ini bisa menyebabkan radang paru-paru, radang tenggorokan dan penyumbatan lambung. Cacing ini tidak bisa dibasmi di dalam tubuh, kecuali dengan cara operasi.

  • Cacing Anklestoma

Larva cacing ini masuk ke dalam tubuh dengan cara membakar kulit ketika seseorang berjalan, mandi, atau minum air yang tercemar. Cacing ini bisa menyebabkan diare dan pendarahan di tinja, yang bisa menyebabkan terjadinya kekurangan darah, kekurangan protein dalam tubuh, pembengkakan tubuh, dan menyebabkan seorang anak mengalami keterlambatan dalam pertumbuhan fisik dan mental, lemah jantung, dan akhirnya bisa menyebabkan kematian.

  • Calornorchis Sinensis

Ini jenis cacing yang menyelinap dan tinggal di dalam air empedu hati babi, yang merupakan sumber utama penularan penyakit pada manusia. Cacing ini terdapat di Cina dan Asia Timur, karena orang-orang di sana biasa memelihara dan mengonsumsi babi. Virus ini bisa menyebabkan pembengkakan hati manusia dan penyakit kuning yang disertai dengan diare yang parah, tubuh menjadi kurus dan berakhir dengan kematian.

  • Cacing Paragonimus

Cacing ini hidup di paru-paru babi. Cacing ini tersebar luas di Cina dan Asia Tenggara tempat di mana babi banyak dipelihara dan dikonsumsi. Cacing ini bisa menyebabkan radang paru-paru. Sampai sekarang belum ditemukan cara membunuh cacing di dalam paru-paru. Tapi yang jelas cacing ini tidak terdapat, kecuali di tempat babi hidup. Parasit ini bisa menyebabkan pendarahan paru-paru kronis, di mana penderita akan merasa sakit, ludah berwarna cokelat seperti karat, karena terjadi pendarahan pada kedua paru-paru.

  • Swine Erysipelas

Parasit ini terdapat pada kulit babi. Parasit ini selalu siap untuk pembakaran pada kulit manusia yang mencoba mendekati atau berinteraksi dengannya. Parasit ini bisa menyebabkan radang kulit manusia yang memperlihatkan warna merah dan suhu tubuh tinggi.

Sedang kuman-kuman yang ada pada babi dapat menyebabkan berbagai penyakit, diantaranya adalah TBC, Cacar (Small pox), gatal-gatal (scabies), dan Kuman Rusiformas N.

Dalam berbagai argumentasi, sebagian orang berpendapat jika peralatan modern sudah jauh lebih maju dan bisa menanggulangi cacing-cacing ini sehingga tidak berbahaya lagi, karena panas tinggi yang dihasilkan oleh alat tersebut. Namun pengetahuan ini masih memerlukan kajian yang lebih mendalam. Sampai sekarang belum ada seorang ahli pun yang bisa memastikan dengan benar berapa derajat panas yang digunakan sebagai ukuran baku untuk membunuh cacing-cacing ini. Padahal menurut teori, memasak daging yang benar adalah tidak terlalu cepat namun juga tidak terlalu lama. Karena jika terlalu cepat dikhawatirkan parasit-parasit yang terdapat dalam daging tidak sempat mati sementara kalau terlalu lama semua kandungan gizi daging akan hilang dan hanya menyisakan toksik (racun). Kalau sudah demikian siapa yang berani menjamin kalau daging babi cukup aman untuk dikonsumsi?

Memang benar dalam tubuh sapi juga ada cacing. Cacing tersebut diberi nama T. Saginata. Tapi babi sendiri kadang-kadang juga menjadi sarang cacing jenis ini. Namun demikian ada perbedaan yang mendasar antara cacing yang terdapat pada sapi dan cacing yang ada pada babi. Saginata yang ada pada babi melangsungkan proses hidupnya dalam tubuh manusia sedangkan saginata yang ada pada sapi hanya dapat hidup di dalam sapi dan tidak hidup di dalam tubuh manusia, sekalipun sudah terlanjur masuk dalam tubuh manusia. Adapun keberadaan saginata dalam tubuh manusia mungkin disebabkan oleh proses masak yang tidak baik di dalam tubuh babi.

Di samping itu daging babi adalah daging yang paling sulit dicerna, karena kandungan zat lemaknya sangat tinggi. Data berikut akan menjelaskan kadar lemak yang terdapat dalam daging babi dan hewan lainnya:

Babi gemuk 91%

Kambing gemuk 56%

Sapi gemuk 35%

Babi sedang 60%

Kambing sedang 29%

Sapi sedang 20%

Babi kurus 29%

Kambing kurus 14%

Sapi kurus 6%

Selain itu jika dibiarkan berada di udara terbuka maka daging yang pertama kali busuk adalah daging babi, diikuti daging domba dan yang terakhir adalah daging sapi. Akan tetapi apabila daging-daging tersebut dimasak, maka yang paling lambat masaknya adalah daging babi.

Dari hasil penelitian juga diperoleh kesimpulan bahwa daging kambing dan daging sapi berada dalam lambung selama tiga jam proses pencernaan sempurna, sementara daging babi bisa berada dalam lambung selama lima jam hanya untuk memperoleh hasil pencernaan yang sempurna.

Jika ada yang bertanya: buat apa babi diciptakan jika tidak untuk dimakan? Kita bisa jawab: di dalam tubuh babi ada hal yang bisa kita petik pelajarannya dan kemudian kita hindari sebagaimana naluri kita selalu berkata untuk sedapat mungkin menghindarkan diri dari pengaruh virus flu atau bibit penyakit lainnya. Namun jika dia masih juga bersikukuh tentang babi, maka paling tidak dia harus bisa benar-benar membuktikan bahwa daging tersebut aman dari pengaruh parasit maupun kandungan lemaknya yang tinggi. Apa dia dapat melakukannya sementara para ahli saja tidak benar-benar berani menjaminnya?

(sumber: http://maulanusantara.wordpress.com)


DALIL BAGI PARA PEMBOHONG

Posted by mochihotoru | Posted in , , | Posted on 2:41:00 PM

0

Fenomena dogma dan ajaran palsu bukanlah hal aneh lagi di dunia ini. Ajaran-ajaran yang tidak bisa dibuktikan oleh kitab suci mereka sendiri ini telah menjadi tradisi yang mendarah daging sebagian besar para penganutnya. Semua diciptakan oleh petinggi-petinggi agamanya sendiri yang telah dianggap ahli oleh orang awam. Baik dengan alasan akulturasi, pembaruan, atau alasan lain. Tak peduli walau ajaran asing yang diterimanya tak sesuai dengan ajaran itu sendiri. Ketika semakin banyak pihak yang menerima ajaran asing yang sebenarnya merupakan kesesatan itu, maka disahkanlah sebagai dogma atau ajaran baru oleh komunitasnya.

Karena telah dipegang secara turun-temurun dari zaman kakek moyang mereka, kebohongan itu pun berubah identitasnya menjadi sebuah ‘kebenaran’. Sebagai perumpamaan, mereka bisa memberikan nama ‘singa’ kepada kelinci, walau secara fisik dia tetaplah kelinci. Awalnya terasa sebagai hal yang terlalu dipaksakan. Namun ketika sudah lewat satu-dua generasi, kelinci itu pun benar-benar berubah menjadi ‘singa’.

Sulit untuk menyadarkan mereka akan kesalahan tradisi dan mitos-mitos dalam agama sendiri karena telah banyak daftar pembenaran hasil kreasi petinggi-petinggi mereka sendiri untuk dipakai dalam perdebatan. Selain itu, secara psikologis, mereka akan berberat hati menerima kebenaran yang diberikan kepada mereka dan bahkan acuh atau mengolok-ngolok kebenaran itu. Dia takut kepada pengasingan atau hukuman yang akan diberikan kepadanya oleh komunitas agamanya. Namun, sayang, dia lupa bahwa Tuhan lebih berkuasa dan akan menghukumnya jika dia lebih takut kepada ajaran manusia.

Dalam agama Kristen dan Islam, banyak sekali mitos-mitos yang dibuat akibat penyatuan budaya yang berbeda. Hal-hal yang disebut tidak alkitabiah maupun tidak qurani banyak sekali ditemukan ketika dihadapkan dengan perlengkapan ilmu pengetahuan. Contohnya adalah perayaan Natal yang berasal dari perayaan hari lahir Dewa Matahari Romawi, pengudusan hari Minggu yang bertentangan dari ajaran Yesus mengenai hari Sabat, perayaan Maulid Muhammad yang diketahui sama sekali kapan sebenarnya, dan anggapan bahwa bulan Muharam merupakan bulan keramat sehingga tak boleh melakukan banyak hal besar, termasuk pernikahan. Semua mitos tersebut kebanyakan karena akulturasi agama dengan tradisi setempat. Tak ada firman Tuhan yang menyebutkannya.

Akulturasi memanglah bukan sesuatu yang buruk. Bahkan akulturasi sangat dianjurkan dalam penyebaran agama agar masyarakat setempat bisa mengerti dengan baik ajaran mereka dan mereka merasa dekat dengan agama tersebut. Kitab-Kitab Suci dan kitab penting keagamaan pun banyak diterjemahkan ke dalam bahasa setempat. Namun menjadi masalah besar apabila akulturasi tersebut bertentangan dengan ajaran dasar agama tersebut.

Dogma dan ajaran palsu ini kebanyakan ditutupi rapat-rapat kebenaran asal-usulnya oleh petinggi agamanya sendiri. Bahkan terkadang mereka sendiri tak tahu kebenaran yang sesungguhnya. Lebih parah lagi, sebagian dari mereka membuat lebih banyak lagi ajaran dan dogma baru akibat pengetahuannya yang sedikit. Orang awam yang tak berpengetahuan pun akhirnya mengikuti kebohongan mereka seperti kambing yang digiring menuju tempat penjagalan. Mereka inilah yang disebut pendusta agama, orang-orang yang membohongi umat Tuhan.

Dalam Kitab Suci, baik Alkitab maupun Alquran, banyak sekali ditemukan peringatan-peringatan yang ditujukan kepada mereka. Ini karena Tuhan tidak suka umat-Nya dijerumuskan sampai mereka tak mampu lagi menemui kebenaran yang seharusnya mereka pegang teguh.

Berikut adalah petikan-petikan peringatan Tuhan yang disampaikan secara tegas dan bersifat kekal dalam Alkitab dan Alquran yang menjadi pedoman umat manusia (namun sering disalahartikan):

IMAMAT 19: 11 Jangan mencuri, menipu atau berdusta.

AMSAL 6:16 Ada tujuh perkara yang dibenci TUHAN dan tak dapat dibiarkan-Nya: Sikap yang sombong, mulut yang berbohong, tangan yang membunuh orang tak bersalah, otak yang merencanakan hal-hal jahat, kaki yang bergegas menuju kejahatan, saksi yang terus-terusan berdusta, dan orang yang menimbulkan permusuhan di antara teman.

AMSAL 14:25 Kalau seorang saksi berkata benar, ia menyelamatkan nyawa; kalau ia berbohong, ia mengkhianati sesamanya.

AYUB 13:7-10 Bolehkah demi Allah, kamu berdusta? Bolehkah kamu berbohong untuk kepentingan-Nya? Bolehkah kamu memihak Allah, dan membela-Nya sebagai pengacara? Jika Allah memeriksamu, akan baikkah hasilnya? Dapatkah kamu menipu-Nya seperti menipu manusia? Bila kamu memihak, walaupun dengan diam-diam, kamu akan dihukum Allah dengan kejam.

MATIUS 19:12 "Perintah yang mana itu?" tanya orang itu. Yesus menjawab, "Jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri, jangan bersaksi dusta, hormatilah ayah dan ibumu; dan kasihilah sesamamu manusia seperti engkau mengasihi dirimu sendiri."

KOLOSE 3:9 Jangan berbohong satu sama lain, sebab hidup yang lama dengan segala sifatnya sudah kalian lepaskan.

ROMA 3:4 Tentu tidak! Sebab jelaslah Allah selalu benar, walaupun setiap orang berbohong. Dalam Alkitab tertulis, "Hendaknya engkau terbukti benar dalam apa yang engkau ucapkan, dan engkau menang pada waktu engkau dihakimi.”

WAHYU 21:8 Tetapi orang pengecut, pengkhianat, orang bejat, pembunuh, orang cabul, orang yang memakai ilmu-ilmu gaib, penyembah berhala, dan semua pembohong, akan dibuang ke dalam lautan api dan belerang yang bernyala-nyala, yaitu kematian tahap kedua."

AL ANAM 6:116 Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta terhadap Allah.

YUNUS 10:39 Bahkan yang sebenarnya, mereka mendustakan apa yang mereka belum mengetahuinya dengan sempurna padahal belum datang kepada mereka penjelasannya. Demikianlah orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan. Maka perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang lalim itu.

AL-NAHL 16:105 Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang pendusta.

AL-KAHFI 18:5 Mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang hal itu, begitu pula nenek moyang mereka. Alangkah jeleknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka; mereka tidak mengatakan sesuatu yang lain kecuali dusta.

AL-HAJJ 22:30 Demikianlah perintah Allah. Dan barang siapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Tuhannya. Dan telah dihalalkan bagi kamu semua binatang ternak, terkecuali yang diterangkan kepadamu keharamannya, maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta.

AN NUR 24:7 Dan sumpah yang kelima: bahwa laknat Allah atasnya, jika dia termasuk orang-orang yang berdusta.

AN NUR 24:14-15 Sekiranya tidak ada karunia Allah dan kasih dari-Nya kepada kamu semua di dunia dan di akhirat, niscaya kamu ditimpa hukuman yang besar, karena pembicaraan kamu tentang berita bohong itu. Ingatlah, di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah besar.

AL-ANKABUT 29:3 Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.

Jadi, sebenarnya sudah sangat jelas bagi para penganut agama manapun untuk tidak mengubah firman Tuhan dan membuat dogma-dogma yang hanya akan membawa kepada murka Tuhan. Tuhan menginginkan umat-Nya percaya kepadanya, namun bukan berarti bisa seenaknya mengubah firman Tuhan dengan bersumpah bahwa itu dilakukan demi Tuhan sendiri. Hal itu benar-benar mengotori kesucian ajaran Kitab Suci dan Kerajaan Sorga milik-Nya. Tak peduli itu Sri Paus atau Alim Ulama sekali pun, jika kebohongan seperti ini dilakukan oleh mereka, bukanlah sesuatu yang patut untuk kita ikuti.

Namun, jika memang dogma dan tradisi yang tidak Alkitabiah atau Qurani ini mau tetap dilaksanakan, mungkin karena telanjur menjadi kebiasaan yang tak mungkin begitu saja ditinggalkan, setidaknya biarkan mereka yang awam tahu akan kebenaran dan asal-usul ajaran mereka sendiri.

Sebagai penutup, dalil di bawah ini mungkin akan sangat berguna bagi pembaca yang senantiasa mencari kebenaran:

“Percuma mereka menyembah Aku, sebab peraturan manusia yang mereka ajarkan seolah-olah itu peraturan-Ku.” (Matius 15:9)

“Hal itu tidak mengherankan, sebab Iblis pun menyamar sebagai malaikat terang. Jadi itu bukanlah hal yang ganjil, jika pelayan-pelayannya menyamar sebagai pelayan-pelayan Kebenaran. Kesudahan mereka akan setimpal dengan perbuatan mereka.” (II Korintus 11:14)

“Dan ingatlah karunia Allah kepadamu dan perjanjian-Nya yang telah diikat-Nya dengan kamu, ketika kamu mengatakan: "Kami dengar dan kami taati". Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui isi hati.” (Al-Maidah 5:7)

“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpahmu itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu. Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.” (Al-Nahl 16:91)

“Yang Mulia Allah Israel tidak berdusta dan tidak pula sekali pun mengubah pendirian-Nya, karena Dia bukan manusia.” (1 Samuel 15:29)

“Kalau kalian berpegang teguh pada apa yang saya beritakan itu, maka Kabar Baik itu menyelamatkan kalian; kecuali kalau Saudara percaya tanpa pengertian.” (Korintus 15:2)

Jatinangor, Juli 2009


URUTAN KETIGA “100 TOKOH”: YESUS (6 SM - 30 M)

Posted by mochihotoru | Posted in | Posted on 2:39:00 PM

0

Pengaruh Yesus terhadap sejarah kemanusiaan begitu jelas dan begitu besar. Rasanya tak banyak orang yang mempersoalkan apa sebab Yesus, yang disebut Nabi Isa oleh umat Islam, berada di tempat hampir teratas dalam daftar buku ini. Malahan, mungkin banyak orang bertanya-tanya kenapa Yesus tidak berada di tempat teratas.

Akan halnya Kekristenan, tak adalah kiranya masalahnya. Dalam perjalanan sang waktu tak syak lagi agama ini sudah peroleh pemeluk lebih besar dari agama lain yang mana pun juga. Perlu ditegaskan bukanlah perihal pengaruh dari pelbagai agama yang menjadi titik perhitungan di buku ini, melainkan ihwal yang menyangkut pengaruh perorangan. Tidak seperti Agama Islam, Agama Kristen didirikan bukan oleh seorang melainkan dua--Yesus dan Santo Paulus--karena itu pengakuan jasa-jasa atas perkembangan agama itu harus dibagi sama antara kedua tokoh itu.

Yesus meletakkan dasar-dasar pokok gagasan etika Kekristenan termasuk pandangan spiritual serta ide pokok mengenai tingkah laku.manusia. Sedangkan teologi Kristen dikelola dasar-dasarnya oleh Santo Paulus. Yesus mempersembahkan pesan-pesan spiritual sedangkan Santo Paulus menambahkannya ke dalam bentuk pemujaan terhadap Yesus. Lebih dari itu, Paulus merupakan penulis bagian-bagian penting Perjanjian Baru dan merupakan penganjur pertama orang-orang agar memeluk Agama Kristen pada abad pertama lahirnya agama itu.

Yesus terhitung berusia muda tatkala "wafat" (lain halnya dengan Buddha atau Muhammad), dan yang ditinggalkannya hanya sejumlah terbatas pengikut. Tatkala Yesus mangkat, pengikutnya cuma terdiri dari sejumlah kecil sekte Yahudi. Baru lewat tulisan-tulisan Santo Paulus dan kegigihan khotbahnya yang tak kenal lelah, sekte kecil itu diubah menjadi kekuatan dinamis dan merupakan gerakan yang lebih besar, baik terdiri dari orang Yahudi maupun bukan. Dari situlah—akhirnya--tumbuh menjadi salah satu agama besar dunia.

Akibat hal-hal itu banyak orang beranggapan Pauluslah dan bukan Yesus yang lebih layak dipandang sebagai pendiri Agama Kristen, karena itu tempatnya dalam daftar urutan buku ini mesti lebih tinggi ketimbang Yesus! Biarpun sulit dibayangkan apa wujud kekristenan tanpa Paulus, tapi sebaliknya juga amatlah jelas: tanpa Yesus, Agama Kristen tak akan pernah ada sama sekali.

Sebaliknya, tampak tak beralasan menganggap Yesus bertanggung jawab terhadap semua keadaan seperti penilaian gereja-gereja Kristen serta pribadi-pribadi pemeluk Agama Kristen kemudian, khusus sejak Yesus sendiri tidak setuju dengan sikap-sikap seperti itu. Di antara mereka misalnya: perang agama antaraliran Kristen, penyembelihan kejam, dan pemburuan terhadap orang Yahudi, merupakan kontradiksi dengan sikap dan ajaran Yesus. Rasanya tak beralasan menganggap bahwa perbuatan itu disetujui oleh Yesus.

Di samping itu walau ilmu pengetahuan modern pertama kali tumbuh di negeri-negeri pemeluk Kristen di Eropa Barat tapi rasanya tidak kena kalau hal itu dianggap sebagai tanggung jawab Yesus. Dengan sendirinya tak seorang pun di antara para pemuka pemeluk Kristen menafsirkan ajaran Yesus sebagai suatu seruan untuk melakukan penyelidikan ilmiah terhadap dunia dalam arti fisik. Yang terjadi justru sebaliknya: berbondong-bondongnya masyarakat Romawi memeluk Agama Kristen [pada abad IV] mengakibatkan merosotnya baik dasar umum teknologi maupun tingkat umum minat terhadap ilmu pengetahuan.

Bahwa ilmu pengetahuan kebetulan tumbuh di Eropa sebenarnya suatu petunjuk adanya budaya yang diwariskan turun-temurun yang selaras dengan jalan pikiran ilmiah. Ini samasekali tak ada sangkut-pautnya dengan ajaran-ajaran Yesus, tapi berkat pengaruh rasionalisme Yunani yang jelas tercermin dalam karya-karya Aristoteles dan Euclid. Adalah perlu dicatat timbulnya ilmu pengetahuan modern bukanlah muncul pada masa kejayaannya kekuasaan gerejani dan kesucian Kristen, melainkan pada saat mulai menyingsingnya renaissance, saat tatkala Eropa sedang mencoba memperbaharui warisan yang telah ada sebelum kedatangan Yesus.

Kisah kehidupan Yesus, jika dikaitkan dengan Perjanjian Baru, tentulah sudah tidak asing lagi bagi para pembaca, karena itu bisa membosankan jika dikunyah-kunyah lagi. Tapi, ada juga segi-segi yang masih layak dicatat. Pertama, sebagian terbesar informasi yang kita peroleh tentang kehidupan Yesus tidak keruan, simpang-siur, tak menentu. Bahkan kita tidak tahu siapa nama aslinya. Besar kemungkinan nama aslinya Yehoshua, sebuah nama umum orang Yahudi (orang Inggris menyebutnya Yoshua). Dan tahun kelahirannya pun tidaklah pasti, walaupun tahun 6 sebelum Masehi dapat dijadikan pegangan.

Bahkan tahun “wafat”-nya pun yang mestinya diketahui dengan jelas oleh para pengikutnya, juga belum bisa dipastikan hingga hari ini. Yesus sendiri tidak meninggalkan karya tulisan sama sekali, sehingga sebetulnya segala sesuatu mengenai peri kehidupannya hanya berpegang pada penjelasan Perjanjian Baru.

Malangnya, ajaran-ajaran Yesus bertentangan satu sama lain dalam banyak pokok masalah. Matius dan Lukas menyuguhkan versi yang sama sekali berbeda mengenai kata-kata akhir yang diucapkan Yesus. Kedua versi ini sepintas lalu tampak berasal dari kutipan-kutipan langsung dari Perjanjian Lama.

Sesungguhnya bukanlah barang kebetulan Yesus mampu mengutip dari Perjanjian Lama. Sebab, meskipun Yesus pemuka Agama Kristen, dia sendiri sebetulnya seorang Yahudi yang taat. Sudah sering sekali ditunjukkan bahwa Yesus dalam banyak hal teramat mirip dengan nabi-nabi kaum dari Perjanjian Lama dan dia terpengaruh secara mendalam oleh mereka. Seperti halnya nabi-nabi, Yesus memiliki pesona personalitas luar biasa yang meninggalkan kesan mendalam dan tak terhapuskan begitu bertemu dengannya. Yesus seorang yang mempunyai daya karisma dalam arti yang sesungguh-sungguhnya .

Berbeda sangat dengan Muhammad yang menggenggam kekuasaan agama dan politik di satu tangan, Yesus tidak punya pengaruh politik di masa hidupnya ataupun di abad berikutnya. (Kedua manusia itu memang punya pengaruh tidak langsung dalam jangka panjang perkembangan politik). Yesus menyebar pengaruh sepenuhnya dalam ruang lingkup etika dan merupakan seorang pemimpin spiritual.

Apabila peninggalan Yesus semata-rnata dalam kualitas selaku pemuka spirituaI, tentu saja tepat jika orang mempertanyakan sampai sejauh mana gagasan spiritualnya mempengaruhi dunia. Salah satu sentral ajaran Yesus tentu saja Golden Rule-nya. Kini, Golden Rule-nya itu sudah diterima oleh banyak orang, apakah seseorang itu Kristen atau bukan, sebagai patokan tingkah laku moral. Kita bisa saja berbuat tidak selalu atas dasar patokan itu, tetapi sedikitnya kita mencoba menyelusuri relnya. Jika Yesus benar merupakan perumus pertama dari patokan dan petunjuk yang sudah diterima sebagai hampir prinsip yang universal, bisa dipastikan dia layak didudukkan pada urutan pertama daftar ini.

Tapi, fakta menunjukkan yang namanya, Golden Rule itu sebenarnya sudah menjadi patokan yang jadi pegangan Yudaisme, jauh sebetum Yesus lahir. Pendeta Hillel, pemuka Yahudi yang hidup satu abad sebelum Masehi secara terang-terangan mengatakan bahwa Golden Rule itu adalah patokan utama Yudaisme.

Hal ini bukan saja diketahui oleh dunia Barat melainkan juga Timur. Filsuf Cina Kong Hu-Cu telah mengusulkan konsepsi ini pada tahun 500 sebelum Masehi. Juga kata-kata seperti itu terdapat di dalam Mahabharata, kumpulan puisi Hindu purba. Jadi, kenyataan menunjukkan bahwa filosofi yang terkandung di dalam The Golden Rule diterima oleh hampir tiap kelompok agama besar.

Apakah ini berarti Yesus tak punya gagasan etik yang orisinal? Bukan begitu! Pandangan yang bermutu tinggi dan terang benderang dipersembahkan dalam Matius 5:43-44 yang berbunyi:

“Kamu dengar apa yang dikatakan bahwa kamu harus mencintai tetanggamu dan membenci musuhmu. Tapi kukatakan padamu, kasihanilah mereka yang telah mengutukmu; berbuat baiklah kepada mereka yang membencimu; berdoalah buat mereka yang menaruh dendam kepadamu dan menganiayamu.”

Dan kalimat sebelumnya berbunyi “Janganlah melawan kejahatan. Jika mereka tampar pipi kananmu, berikan pipi kirimu juga.”

Kini, pendapat ini bukan merupakan bagian dari Yudaisme di masa Yesus dan bukan pula jadi bagian pegangan agama-agama lain. Sudah dapat dipastikan merupakan yang pernah terdengar. Apabila ide ini dianut secara meluas, saya tidak ragu maupun bimbang sedikit pun menempatkan Yesus dalam urutan pertama dalam daftar.

Tapi, kenyataan menunjukkan anutan ide itu tidaklah meluas benar. Malahan, umumnya takkan bisa diterima masyarakat. Sebagian besar pemeluk Kristen rnenganggap perintah "cintailah musuhmu" hanyalah bisa direalisasi dalam dunia sempurna, tapi tidak bisa jalan selaku penuntun tingkah laku di dunia tempat kita semua hidup sekarang ini. Umumnya ajaran itu tidak dilaksanakan, dan pula tidak mengharapkan orang lain melakukannya. Kepada anak-anak pun, kita tidak memberi ajaran seperti itu. Ajaran Yesus yang paling nyata adalah tetap merupakan semacam ajaran yang bersifat kelompok dan secara mendasar tak melewati anjuran yang teruji lebih dulu.

(terjemahan dari buku “100 Tokoh” karya Michael H. Hart)


URUTAN PERTAMA “100 TOKOH”: MUHAMMAD (570 SM - 632 SM)

Posted by mochihotoru | Posted in | Posted on 2:38:00 PM

1

Jatuhnya pilihan saya kepada Nabi Muhammad dalam urutan pertama daftar Seratus Tokoh yang berpengaruh di dunia mungkin mengejutkan sebagian pembaca dan mungkin jadi tanda tanya sebagian yang lain. Tapi saya berpegang pada keyakinan saya, dialah Muhammad, satu-satunya manusia dalam sejarah yang berhasil meraih sukses-sukses luar biasa baik ditilik dari ukuran agama maupun ruang lingkup duniawi.

Berasal-usul dari keluarga sederhana, Muhammad menegakkan dan menyebarkan salah satu dari agama terbesar di dunia, agama Islam. Dan pada saat yang bersamaan tampil sebagai seorang pemimpin tangguh, tulen, dan efektif. Kini tiga belas abad setelah wafatnya, pengaruhnya masih tetap kuat dan mendalam serta berakar.

Sebagian besar dari orang-orang yang tercantum di dalam buku ini merupakan makhluk beruntung karena lahir dan dibesarkan di pusat-pusat peradaban manusia, berkultur tinggi, dan tempat perputaran politik bangsa-bangsa. Muhammad lahir pada tahun 570 M, di kota Mekah, di bagian agak selatan Jazirah Arab, suatu tempat yang waktu itu merupakan daerah yang paling terbelakang di dunia; jauh dari pusat perdagangan, seni maupun ilmu pengetahuan. Menjadi yatim-piatu sejak umur enam tahun, dibesarkan dalam situasi sekitar yang sederhana dan rendah hati. Sumber-sumber Islam menyebutkan bahwa Muhamnmad seorang buta huruf. Keadaan ekonominya baru mulai membaik di umur dua puluh lima tahun tatkala dia menikah dengan seorang janda berada. Bagaimanapun, sampai mendekati umur empat puluh tahun nyaris tak tampak petunjuk keluarbiasaannya sebagai manusia.

Umumnya, bangsa Arab saat itu tak memeluk agama tertentu kecuali penyembah berhala. Di kota Mekah ada sejumlah kecil pemeluk-pemeluk Agama Yahudi dan Nasrani [juga agama hanif Abraham], dan terdapat kemungkinan dari merekalah Muhammad untuk pertama kali mendengar perihal adanya satu Tuhan Yang Mahakuasa, yang mengatur seantero alam. Tatkala dia berusia empatpuluh tahun, Muhammad yakin bahwa Tuhan Yang Maha Esa ini menyampaikan sesuatu kepadanya dan memilihnya untuk jadi penyebar kepercayaan yang benar.

Selama tiga tahun Muhammad hanya menyebar agama terbatas pada kawan-kawan dekat dan kerabatnya. Baru tatkala memasuki tahun 613, dia mulai tampil di depan publik. Begitu dia sedikit demi sedikit punya pengikut, penguasa Mekah memandangnya sebagai orang berbahaya, pembikin onar. Di tahun 622, cemas terhadap keselamatannya, Muhammad hijrah ke Madinah, kota di utara Mekah berjarak 200 mil. Di kota itu dia ditawari posisi kekuasaan politik yang cukup meyakinkan.

Peristiwa hijrah ini merupakan titik balik penting bagi kehidupan Sang Nabi. Di Mekah dia susah memperoleh sejumlah kecil pengikut, dan di Madinah pengikutnya makin bertambah sehingga dalam tempo cepat dia dapat memperoleh pengaruh yang menjadikannya seorang pemegang kekuasaan yang sesungguhnya. Pada tahun-tahun berikutnya sementara pengikut Muhammad bertumbuhan bagai jamur, serentetan pertempuran pecah antara Mekah dan Madinah. Peperangan ini berakhir tahun 630 dengan kemenangan pada pihak Muhammad, dia pun kembali ke Mekah selaku penakluk. Sisa dua setengah tahun dari hidupnya dia menyaksikan kemajuan luar-biasa dalam hal cepatnya suku-suku Arab memeluk Agama Islam. Dan tatkala Muhammad wafat tahun 632, dia sudah memastikan dirinya selaku penguasa efektif seantero Jazirah Arab bagian selatan.

Suku Bedewi punya tradisi turun-temurun sebagai prajurit-prajurit yang tangguh dan berani. Namun, jumlah mereka tidaklah banyak dan senantiasa tergoda perpecahan dan saling melabrak satu sama lain. Itu sebabnya mereka tidak bisa mengungguli tentara dari kerajaan-kerajaan yang mapan di daerah pertanian di belahan utara. Tapi, Muhammadlah orang pertama dalam sejarah, berkat dorongan kuat kepercayaan kepada Keesaan Tuhan, pasukan Arab yang kecil itu sanggup melakukan serentetan penaklukan yang mencengangkan dalam sejarah manusia. Di sebelah timur laut Arab berdiri Kekaisaran Persia Baru Sassanids yang luas. Di barat laut Arab berdiri Byzantium atau Kekaisaran Romawi Timur dengan Konstantinopel sebagai pusatnya.

Ditilik dari sudut jumlah dan ukuran, jelas Arab tidak bakal mampu menghadapinya. Namun, di medan pertempuran, pasukan Arab yang membara semangatnya dengan sapuan kilat dapat menaklukkan Mesopotamia, Siria, dan Palestina. Pada tahun 642 Mesir direbut dari genggaman Kekaisaran Byzantium, dan sementara itu balatentara Persia dihajar dalam pertempuran yang amat menentukan di Qadisiya tahun 637 dan di Nehavend tahun 642.

Tapi, penaklukan besar-besaran--di bawah pimpinan sahabat Nabi dan penggantinya Abu Bakar dan Umar ibn al Khattab--itu tidak menunjukkan tanda-tanda berhenti sampai di sana. Pada tahun 711, pasukan Arab telah menyapu habis Afrika Utara hingga ke tepi Samudera Atlantik. Dari situ mereka membelok ke utara dan menyeberangi Selat Gibraltar dan melabrak kerajaan Visigotik di Spanyol.

Sepintas lalu orang mesti mengira pasukan Muslim akan membabat habis semua Kristen Eropa. Tapi pada tahun 732, dalam pertempuran yang termasyhur dan dahsyat di Tours, satu pasukan Muslim yang telah maju ke pusat negeri Perancis pada akhirnya dipukul oleh orang-orang Frank. Biarpun begitu, hanya dalam tempo secuwil abad pertempuran, orang-orang Bedewi ini—diberi roh oleh firman Nabi Muhammad--telah mendirikan sebuah imperium membentang dari perbatasan India hingga pasir putih tepi pantai Samudera Atlantik, sebuah imperium terbesar yang pernah dikenal sejarah manusia. Dan di mana pun penaklukan dilakukan oleh pasukan Muslim, selalu disusul dengan berbondong-bondongnya pemeluk masuk Agama Islam tanpa paksaan.

Ternyata, tidak semua penaklukan wilayah itu bersifat permanen. Orang-orang Persia, walaupun masih tetap penganut setia Agama Islam, merebut kembali kemerdekaannya dari tangan Arab. Di Spanyol, sesudah melalui peperangan tujuh abad lamanya, akhirnya berhasil dikuasai kembali oleh orang-orang Kristen. Sementara itu, Mesopotamia dan Mesir dua tempat kelahiran kebudayaan purba, tetap berada di tangan Arab seperti halnya seantero pantai utara Afrika. Agama Islam, tentu saja, menyebar terus dari satu abad ke abad lain, jauh melangkah dari daerah taklukan. Umumnya jutaan penganut Islam bertebaran di Afrika, Asia Tengah, lebih-lebih Pakistan dan India sebelah utara, serta Indonesia. Di Indonesia, Agama Islam yang baru itu merupakan faktor pemersatu. Di anak benua India, nyaris kebalikannya: adanya agama baru itu menjadi sebab utama terjadinya perpecahan.

Apakah pengaruh Muhammad yang paling mendasar terhadap sejarah ummat manusia? Seperti halnya lain-lain agama juga, Islam punya pengaruh luar biasa besarnya terhadap para penganutnya. Itu sebabnya mengapa penyebar-penyebar agama besar di dunia semua dapat tempat dalam buku ini. Jika diukur dari jumlah dan banyaknya pemeluk, Agama Kristen dua kali lipat besarnya daripada pemeluk Agama Islam, dengan sendirinya timbul tanda tanya apa alasan menempatkan urutan Nabi Muhammad lebih tinggi dari Yesus dalam daftar. Ada dua alasan pokok yang jadi pegangan saya. Pertama, Muhammad memainkan peranan jauh lebih penting dalam pengembangan Islam ketimbang peranan Yeus terhadap Agama Kristen. Biarpun Yesus, yang disebut juga Nabi Isa, bertanggung jawab terhadap ajaran-ajaran pokok moral dan etika Kristen (sampai batas tertentu berbeda dengan Yudaisme), Santo Paulus merupakan tokoh penyebar utama teologi Kristen, tokoh penyebarnya, dan penulis bagian terbesar dari Perjanjian Lama.

Sebaliknya Muhammad bukan saja bertanggung jawab terhadap teologi Islam tapi sekaligus juga terhadap pokok-pokok etika dan moralnya. Tambahan pula dia "pencatat" Kitab Suci Al-Quran, kumpulan wahyu kepada Muhammad yang diyakininya berasal langsung dari Tuhan. Sebagian terbesar dari wahyu ini disalin dengan penuh kesungguhan selama Muhammad masih hidup dan kemudian dihimpun dalam bentuk yang tak tergoyangkan tak lama sesudah dia wafat [oleh murid-muridnya]. Al-Quran dengan demikian berkaitan erat dengan pandangan-pandangan Muhammad serta ajaran-ajarannya karena dia bersandar pada wahyu Tuhan. Sebaliknya, tak ada satu pun kumpulan yang begitu terperinci dari ajaran-ajaran Yesus yang masih dapat dijumpai di masa sekarang. Karena Al-Quran bagi kaum Muslim sedikit banyak sama pentingnya dengan Injil bagi kaum Kristen, pengaruh Muhammad dengan perantaraan Al-Quran teramatlah besarnya. Kemungkinan pengaruh Muhammad dalam Islam lebih besar dari pengaruh Yesus dan Paulus dalam dunia Kristen digabung jadi satu. Diukur dari semata-mata sudut agama, tampaknya pengaruh Muhammad setara dengan Yesus dalam sejarah kemanusiaan.

Lebih jauh dari itu (berbeda dengan Yesus), Muhammad bukan semata pemimpin agama tapi juga pemimpin duniawi. Fakta menunjukkan, selaku kekuatan pendorong terhadap gerak penaklukan yang dilakukan bangsa Arab, pengaruh kepemimpinan politiknya berada dalam posisi terdepan sepanjang waktu.

Dari pelbagai peristiwa sejarah, orang bisa saja berkata hal itu bisa terjadi tanpa kepemimpinan khusus dari seseorang yang mengepalai mereka. Misalnya, koloni-koloni di Amerika Selatan mungkin saja bisa membebaskan diri dari kolonialisme Spanyol walau Simon Bolivar tak pernah ada di dunia. Tapi, misal ini tidak berlaku pada gerak penaklukan yang dilakukan bangsa Arab. Tak ada kejadian serupa sebelum Muhammad dan tak ada alasan untuk menyangkal bahwa penaklukan bisa terjadi dan berhasil tanpa Muhammad. Satu-satunya kemiripan dalam hal penaklukan dalam sejarah manusia di abad XIII yang sebagian terpokok berkat pengaruh Genghis Khan. Penaklukan ini, walau lebih luas jangkauannya ketimbang apa yang dilakukan bangsa Arab, tidaklah bisa membuktikan kemapanan, dan kini satu-satunya daerah yang diduduki oleh bangsa Mongol hanyalah wilayah yang sama dengan sebelum masa Genghis Khan

Ini jelas menunjukkan beda besar dengan penaklukan yang dilakukan oleh bangsa Arab. Membentang dari Irak hingga Maroko, terbentang rantai bangsa Arab yang bersatu, bukan semata berkat anutan Agama Islam tapi juga dari jurusan bahasa Arabnya, sejarah, dan kebudayaan. Posisi sentral Al-Quran di kalangan umat Muslim dan tertulisnya dalam bahasa Arab, besar kemungkinan merupakan sebab mengapa bahasa Arab tidak terpecah-pecah ke dalam dialek-dialek yang berantarakan. Jika tidak, boleh jadi sudah akan terjadi di abad ke l3. Perbedaan dan pembagian Arab ke dalam beberapa negara tentu terjadi--tentu saja--dan nyatanya memang begitu, tapi perpecahan yang bersifat sebagian-sebagian itu jangan lantas membuat kita lupa bahwa persatuan mereka masih berwujud. Tapi, baik Iran maupun Indonesia yang kedua-duanya negeri berpenduduk Muslim dan keduanya penghasil minyak, tidak ikut bergabung dalam sikap embargo minyak pada musim dingin tahun 1973-1974. Sebaliknya, bukanlah barang kebetulan jika semua negara Arab, semata-mata negara Arab, yang mengambil langkah embargo minyak.

Jadi, dapatlah kita saksikan, penaklukan yang dilakukan bangsa Arab di abad VII terus memainkan peranan penting dalam sejarah umat manusia hingga saat ini. Dari segi inilah saya menilai adanya kombinasi tak terbandingkan antara segi agama dan segi duniawi yang melekat pada pengaruh diri Muhammad sehingga saya menganggap Muhammad dalam arti pribadi adalah manusia yang paling berpengaruh dalam sejarah manusia.

(terjemahan dari buku “100 Tokoh” karya Michael H. Hart)

KATOLIK VS YAHUDI

Posted by mochihotoru | Posted in | Posted on 2:32:00 PM

0

Beberapa abad yang lalu, Sri Paus di Roma memutuskan bahwa seluruh Yahudi harus meninggalkan Roma. Tentu saja hal ini menimbulkan keresahan dan penolakan dari bangsa Yahudi yang ada di wilayah itu. Seperti biasa, mereka mengancam melakukan makar.

Karena takut terjadinya instabilitas politik, Sri Paus menawari mereka untuk mengadakan debat religius antara dia dengan seorang anggota komunitas Yahudi. Syaratnya, jika orang Yahudi pilihan tersebut menang, maka bangsa Yahudi boleh tetap tinggal di Roma. Sebaliknya, jika Sri Paus yang menang, maka bangsa Yahudi harus secepatnya meninggalkan Roma dengan tertib.

Bangsa Yahudi sadar bahwa mereka tidak punya pilihan lain. Mereka kemudian melakukan perundingan semalaman untuk menentukan siapa yang pantas menjadi juru selamat mereka. Akhirnya terpilihlah seorang pemuda yang bernama Moshe sebagai calon dari pihak Yahudi. Moshe kemudian mengajukan syarat, di mana agar lebih menarik, debat dilakukan tanpa berkata-kata. Paus kemudian menyetujui persyaratan tersebut. Pertandingan pun dimulai tak lama kemudian.

Pada saat acara debat dimulai, Moshe dan Sri Paus duduk saling berhadapan di sebuah meja besar di Basilika Santo Petrus. Di ruangan itu hanya ada mereka berdua. Ini dimaksudkan agar mereka bisa berkonsentrasi tanpa terganggu riuh suara penonton. Setelah kira-kira berjalan satu menit, Sri Paus kemudian mengangkat tangannya dan menunjukkan tiga jari. Moshe memandang sebentar kepada Sang Pemimpin umat Katolik tersebut lalu menunjukkan satu jarinya.

Paus kemudian membentuk lingkaran dengan jari di atas kepalanya. Melihat itu Moshe segera membalas dengan menunjuk dengan jari telunjuk ke tanah. Sri Paus terlihat kaget dengan reaksi pemuda tersebut. Sri Paus lalu mengeluarkan sebuah wafer dan segelas anggur. Dia meletakkannya di atas meja tersebut. Moshe diam sejenak dan membawa sesuatu dari saku bajunya. Dia pun membalas tantangan Sri Paus dengan mengeluarkan sebuah apel merah.

Dengan wajah yang putus asa, Sri Paus berdiri dan berkata ,"Saya menyerah kalah! Sungguh. Orang ini terlalu tangguh. Bangsa Yahudi, kalian boleh tinggal!" Mendengar itu, Moshe pun berdiri dan pergi keluar ruangan itu dengan wajah gembira setelah berjabat tangan dengan Sri Paus.

Satu jam kemudian, setelah Sri Paus terlihat lebih baik, para kardinal berebut menanyainya tentang apa yang sebenarnya telah terjadi antara mereka berdua. Paus menjawab, "Pertama, aku mengangkat tiga jariku sebagai lambang Trinitas. Dia merespon dengan mengangkat satu jarinya untuk mengingatkanku bahwa tetap hanya ada satu Tuhan yang Agung untuk kedua agama kami. Kemudian aku membentuk lingkaran di sekelilingku yang menunjukkan bahwa Tuhan ada di sekitar kita. Dia membalasnya dengan menunjuk ke tanah dengan tegas dan mata yang optimis. Pemuda itu menunjukkan kepadaku bahwa Tuhan juga sekarang ada bersama kita.”

Para kardinal terkagum-kagum mendengar penuturan Sri Paus yang diinspirasikan Tuhan tersebut. Sri Paus pun melanjutkan ceritanya, “Aku mengeluarkan sebuah wafer dan segelas anggur yang melambangkan bahwa Tuhan telah menebus dosa-dosa kita. Dia kemudian mengeluarkan sebutir apel untuk mengingatkanku akan dosa awal umat manusia. Tak dapat kusangka. Dia memiliki jawaban atas segalanya. Apa yang dapat aku lakukan?"

Sementara itu, bangsa Yahudi sibuk mengelilingi Moshe dengan keceriaan mereka. Salah satu dari mereka bertanya, “Apa yang terjadi di dalam sana, Moshe? Ceritakan kepada kami!”

“Baiklah,” kata Moshe. “Singkat saja. Pertama, dia mengatakan padaku dengan isyarat bahwa bangsa Yahudi memiliki batas waktu hanya tiga hari untuk pergi dari sini. Tentu aku menolak. Aku katakan padanya bahwa tidak satu orang pun dari kita yang akan pergi. Kemudian dia mengatakan padaku bahwa seluruh negeri ini akan dibersihkan dari bangsa Yahudi. Tanpa bersisa sedikit pun. Aku tegaskan kepada mereka bahwa kita akan tetap tinggal disini.”

“Wah, kau berani sekali Kawan! Aku salut padamu. Lalu, lalu?” tanya mereka dengan penuh rasa penasaran.

“Aku tidak tahu,” jawab Moshe sambil membawa apel tadi dari sakunya dan menggigitnya. “Dia hanya mengeluarkan bekalnya dan aku pun mengeluarkan bekalku.”

(sumber: dedewijaya.blogspot.com dengan perubahan)

BERPIKIR SEJENAK TENTANG KEBENARAN

Posted by mochihotoru | Posted in , | Posted on 8:20:00 PM

1

Terkadang aku heran, mengapa orang-orang begitu berat hati untuk menerima kebenaran. Setidaknya mencari kebenaran pun mereka tidak ada niat sama sekali. Kebenaran yang kumaksud di sini adalah kebenaran tentang Tuhan, Allah, Yahweh, Khrisna, atau apapun sebutannya itu. Kebenaran tentang Sesembahan manusia. Padahal itu merupakan hal paling krusial dalam kehidupan, karena berkaitan kehidupan yang akan datang.

Banyak orang tak mau melakukan ini dengan alasan belum siap, masih muda, bukan ahlinya, bukan bidangnya, bukan urusannya, hidup itu untuk bersenang-senang, atau masih ada kerjaan lain yang katanya lebih penting. Ada pula yang berkata bahwa dia sudah tak perlu lagi mencari kebenaran karena sudah memiliki ‘kebenaran’. Mereka yang tak mau berpikir, skeptis, dan fanatis dengan pongahnya berkata: Untuk apa meragukan sesuatu (ajaran dan Kitab Suci) yang––pembimbingku pun bilang bahwa itu––memang ‘kebenaran’, jadi aku tak peduli walau orang menceritakan keganjilan dalam ajaranku. Asal percaya itu tidaklah cukup jika mengingat konsekuensi [baca: Sorga dan Neraka] yang akan diterima kita nanti. Jika dia keburu meninggal dan ‘kebenaran’ yang dia pegang ternyata salah, tak ada lagi yang bisa dia lakukan selain menyesal bersama siksaan yang amat pedih baginya!

Memang tak ada kebenaran mutlak di dunia ini. Kebenaran sendiri berasal dari ‘benar’ yang merupakan kata sifat. Sedangkan semua kata sifat itu sendiri bersifat relatif. Misalnya ketika A mengatakan si C pintar, si B belum tentu berkata sama. Inilah yang kusebut sebagai ‘relativitas adjektiva’. Kebenaran sendiri dibedakan dari tiga sudut pandang: kebenaran ilmiah, kebenaran non-ilmiah, dan kebenaran filsafat. Dan kebenaran sesungguhnya pastilah didukung oleh ketiga kebenaran tersebut di balik kata-kata dan pandangan lahiriah yang sering kali menipu; membuat salah tafsir yang akhirnya dibuatlah ajaran yang salah.

Karena skeptis, orang-orang kebanyakan berpikir bahwa hanya ‘kebenaran’ yang dia miliki sekaranglah kebenaran yang sejati tanpa pengetahuan yang menyeluruh mengenai kebenaran tersebut. Padahal dia hanya memiliki sedikit tentang apa yang dia sebut sebagai ‘kebenaran’. Pengetahuan yang hanya kulit luar, lahir, dan sifat kedagingannya saja. Dia sama sekali tak tahu dalamnya ‘kebenaran’ itu. Sejarah dan fakta-faktanya pun dia tak tahu sama. Dia hanya melakukan ritual, rela membelanya mati-matian, dan tanpa pengetahuan yang cukup mencemooh ‘kebenaran’ lain. Oleh para psikolog, inilah yang disebut fanatisme kosong.

Kebanyakan orang sudah dijejali dogma-dogma, ajaran-ajaran, bahkan mitos-mitos yang penuh kepalsuan namun bisa secara efektif menjaga kepercayaan mereka akan ‘kebenaran’ yang dipegangnya. Indoktrinasi memang menjadi alat ampuh agar manusia mengurangi rasa ingin tahunya terhadap kebenaran serta menyebabkan kelumpuhan mental manusia. Penjejalan dogma-dogma dan banyaknya berita-berita orang yang berpindah ke kepercayaannya membuat orang semakin malas mencari kebenaran. Ditambah kebiasaan manusia yang cenderung menerima apa saja yang diajarkan oleh orang-orang di sekitar, tanpa mau mencari sendiri kebenaran dari apa yang diajarkan itu. Sehingga pengetahuan yang ada hanyalah pengetahuan sempit tentang kepercayaannya yang dikhotbahkan di tempat-tempat ibadat, sekolah, atau penuturan lisan orang dekat yang satu kepercayaan.

Terdapat pula stigma bahwa sesuatu yang benar adalah sesuatu yang diikuti oleh komunitas terbanyak dan tertua. Benarkah? Jika memang demikian, ketika diajukan pertanyaan ‘satu tambah satu’ dan dijawab ‘tujuh’ oleh mayoritas kelas yang belum pernah belajar matematika adalah sesuatu yang benar? Lalu mengapa ada kisah tentang terbongkarnya kesalahan Aristoteles dalam menghitung jumlah kaki laba-laba setelah berabad-abad lamanya dipercaya banyak orang?

Membuka Kitab Suci dianggap sesuatu yang berat dan susah dimengerti (juga menakutkan bagi sebagian orang). Apalagi ditulis dalam bahasa yang bukan bahasa ibunya––padahal sudah ada terjemahan dan tafsirannya. Adapula yang berkata bahwa mereka takut salah menafsirkan jika membaca sendiri tanpa ditemani pembimbing. Padahal justru dengan demikian dia bisa mendapatkan banyak pertanyaan yang nantinya bisa dia tanyakan kepada si pembimbing tersebut agar mendapat ‘petunjuk kebenaran’––bukan kebenaran. Tidak heran banyak Kitab-Kitab Suci yang hanya tergeletak di sudut kamar tanpa pernah dibuka sedikit pun.

Pengetahuan mereka diperparah oleh sulitnya memperoleh akses tentang ilmu dari ahlinya sendiri, yaitu petinggi agama seperti ustadz, pastur, pendeta, dan lainnya. Alasan para ‘ahli kebenaran’ ini sering kali karena pamali atau berdosa terlalu banyak bertanya/ berpikir mengenai hal yang hanya dikiranya akan menghasilkan kemurtadan. Sungguh sebuah omong-kosong tingkat tinggi. Bukankah hal itu berarti melarang orang mendapat apa yang disebut Sorga yang menjadi cita-cita semua orang dan mengekang rasa keingintahuan sebagai sifat dasar manusia juga kasih karunia Tuhan? Bukankah justru dengan semakin banyak bertanya/ berpikir itu akan menghasilkan kepercayaan yang jauh lebih kuat seandainya ajarannya itu memang sebuah kebenaran? Karena hal itu, manusia pun terbiasa dengan ritual-ritual saja yang kadang mereka sendiri tidak tahu apa maknanya. Tidak aneh sekarang semakin kuatnya stigma dalam masyarakat yang menyebutkan: “Jangan terlalu banyak berpikir, nanti akan kehilangan akal”.

Niat mencari kebenaran pun terkadang bisa terhalangi oleh keluarga sendiri, terutama orang tua. Banyak kisah mengenai kecewa dan sakit hatinya orang tua karena anaknya meninggalkan ‘kebenaran’ yang mereka pegang. Padahal sebelumnya mereka selalu bangga dan bergembira ketika ada orang di luar komunitas mereka yang mencari kebenaran dan nampak akan atau sudah menganut ‘kebenaran’ yang mereka pegang. Namun mereka tak pernah sudi jika anaknya mencari ‘kebenaran’ lain yang mungkin saja kebenaran anak merekalah yang sejati. Tapi, di akhirat nanti tak ada yang bisa menolong selain Tuhan dan kebenaran yang kita pegang.

Banyak kisah tentang penentangan orang tua terhadap niat pencarian kebenaran anaknya. Dalam kitab-kitab suci agama Samawi banyak sekali cerita nabi-nabi yang demikian. Contohnya adalah Abraham (atau Abram atau Ibrahim) yang ayahnya seorang penyembah berhala. Abraham, setelah berfilsafat dan akhirnya dituntun malaikat menuju kebenaran, mengajak ayahnya menyembah satu Tuhan yang Agung. Tentu ayahnya menolak dengan keras karena sudah menganggap bahwa patung-patung yang disembah moyangnyalah yang pantas disembah. Bahkan Bapa Monoteisme ini sampai dibakar hidup-hidup oleh masyarakatnya sendiri walau akhirnya dia diselamatkan dari kobaran api.

Dalam suatu komunitas kepercayaan saat ini, terdapat istilah ekskomunikasi––sebuah ancaman yang sederhana namun menakutkan banyak orang. Ekskomunikasi adalah hukuman bagi seseorang dengan cara dikeluarkan dari komunitas kepercayaan. Bahkan yang lebih parah, di beberapa negara Timur Tengah terdapat ancaman hukuman mati bagi orang-orang semacam ini.

Tidak ada cara lain untuk mencari kebenaran selain dengan cara berpikir. Dan ini merupakan suatu kebutuhan dan keharusan bagi kita, sebagai manusia, karena hidup kita di dunia ini hanya sebentar. Tidak usah terlena dengan kehidupan dunia yang gemerlapan. Tujuan kita adalah Sorga atau Nirwana atau apapun namanya. Bagi orang-orang yang sudah terpaut nihilisme mungkin tak memerlukan lagi pencarian kebenaran karena berpikir bahwa setelah kehidupan di dunia mereka akan lenyap selamanya. Apakah anggapan mereka benar? Jawabannya pun tak bisa diperoleh selain dengan cara berpikir dan mencari sendiri bukti yang valid––bukan hanya hasil pencarian orang lain.



Manusia memang memiliki kebebasan untuk memilih. Mau mencari kebenaran (baca: Sorga yang sesungguhnya) atau mau mencari kenikmatan dunia, itu hak semua umat manusia. Namun perlu diingat bahwa hidup di dunia ini hanya sementara dan kita menghadapi masa depan yang penuh misteri. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi kepada kita. Kita tidak tahu kapan kita mati. Bagaimana jika kita mati besok sedangkan ‘kebenaran’ yang kita pegang adalah ‘kebenaran’ yang salah yang akhirnya membawa kita jauh dari Sorga yang diharapkan sejak pertama kali kita diceritakan oleh ayah dan ibu kita. Jadi kita membutuhkan rasio di sini.

Mencari kebenaran berbeda dengan mencari pembenaran. Seseorang yang mencari kebenaran akan melihat ajarannya yang dia terima dari banyak sudut pandang––pendukung, penentang, dan netral, tanpa langsung memercayainya tapi mencari bukti penguat ketiga sudut pandang ini. Sedangkan seseorang yang mencari pembenaran akan selalu melihat ajarannya dari satu sudut pandang saja––sudut pendukung ajarannya sendiri––dan menampikan sudut pandang lain. Seseorang harus memandang sesuatu secara objektif. Hal ini baru bisa dilakukan jika dia telah bebas dari ajaran atau dogma tertentu yang sebelumnya dianut ketika pencarian dimulai. Dengan begitu, dia bisa menyatakan dengan tulus bahwa ajarannya itu benar atau sebaliknya, ajarannya itu salah. Bukan berarti wajib menjadi seorang penganut agnostik (percaya Tuhan tapi tak menganut agama). Seseorang tetap mencari kebenaran dalam kepercayaannya––mendalami kepercayaannya––sambil mencari kebenaran di luar. Ini perlu kebulatan tekat, kejujuran hati, dan keberanian besar mengingat banyak sekali tantangannya. Tetapi tantangan tersebut menjadi bukan apa-apa seandainya dia ingat Sorga yang akan dia tuju.

Namun perlu dibedakan antara pencari kebenaran dengan orang-orang yang berpindah kepercayaan tanpa didasari pemahaman yang benar. Pencari kebenaran pun berbeda dengan orang orang yang berpindah kepercayaan karena sesuatu yang disebut hidayat atau panggilan hati. Seseorang yang merasa hatinya terpanggil misalnya: karena dia sebelumnya merasakan sesuatu di dalam dirinya saat mendengar lonceng gereja/azan atau ayat-ayat Kitab Suci––bagiku itu hanya bersifat psikologis.

Jangan terlena pada kehidupan dunia. Jangan terlena pula pada ajaran yang mengantarkan ke arah Sorga ‘Katanya’––Sorga yang instan dan bebas tanggung jawab dunia. Ingatlah akan Sorga yang dinanti-nantikan itu. Walaupun sains berusaha membuktikan bahwa Tuhan dan akhirat itu hanya bualan nenek moyang kita, apa kita mau begitu saja percaya? Sayang, selama ini pula mereka gagal dan malah semakin memperjelas eksistensi Tuhan! Pencari ‘kebenaran’ itu telah memperlihatkan Kebenaran yang sesungguhnya!

Garut, Juli 2009