FILM "LASKAR PELANGI" YANG PENUH WARNA
Posted by mochihotoru | Posted in Movies | Posted on 12:45:00 AM
Setelah seharian mendekap di dalam kepengapan kamar kosanku ini, mendesain majalah AKARI, menyaksikan berita krisis ekonomi global, sms-an hingga melupakan tiga rapat di tiga organisasi berbeda yang harusnya aku ikuti, akhirnya aku memproklamasikan diri dengan ikut teman-teman di DKM Al Mushlih Fasa Unpad untuk ikut menonton sebuah film berjudul LASKAR PELANGI. Aku memang menanti-nanti ajakan ini setelah beberapa kali batal menonton karena alasan sibuk atau tak ada teman. Sebenarnya tanggal 25 September lalu aku sudah menyiapkan diri untuk pergi menonton dengan temanku, Ama chan. Tapi, karena terlambatnya pemasangan banner, akhirnya aku dan teman satu kelasku itu pulang kampung tanpa sempat menonton di Jatinangor Townsquare, dekat kosanku.
Namun, akhirnya, hari Kamis malam (9/10) ini, rasa penasaranku habis sudah. Jam sembilan malam tadi aku pergi ke Cinema XXI dengan berbekal tiket yang telah dibeli siangnya dan masuk ke ruangan besar untuk menyaksikan aksi si Ikal, Lintang, Mahar, dan kawan-kawan. Di tempat yang sudah gelap itu, hampir tak ada lagi tempat kosong tersedia--kecuali tempat kami dan barisan orang yang masuk berbarengan dengan kami. PENUH SEKALI!!!
Sekedar ulasan, kisah yang berdasarkan kisah nyata Andrea Hirata ini bermulag saat hari pertama pembukaan kelas baru di SD Muhammadiyah. Suasana mendadak menjadi sangat menegangkan bagi kedua guru luar biasa: bu Muslimah (Cut Mini) dan pak Harfan (Ikranegara), serta sembilan murid yang menunggu di sekolah reyot yang terletak di desa Gantong, Belitong. Pasalnya, jika tidak tercapai kuota 10 murid terdaftar, sekolah Islam satu-satunya itu akan ditutup pemerintah.
Hari itu, Harun, seorang murid istimewa menyelamatkan mereka. Kesepuluh murid yang kemudian diberi nama Laskar Pelangi menjalin kisah yang tak terlupakan. Lima tahun bersama, bu Mus, pak Harfan, dan kesepuluh murid dengan keunikan masing-masing berjuang untuh terus bisa bersekolah. Di antara berbagai tantangan berat dan tekanan untuk menyerah, Ikal (Zulfani), Lintang (Ferdian), dan Mahar (Veris Yamamo) dengan bakat dan kecerdasannya muncul sebagai pendorong semangat sekolah mereka itu.
Bagaimanapun, aku setuju dengan pernyataan bahwa film ini merupakan sebuah Must-See Movie. Riri Riza dan Mira Lesmana ini layak diacungi jempol atas ide dan buah tangannya yang cemerlang ini. Walaupun harus bolak-balik Jakarta-Belitung, jutaan penonton yang hadir--bahkan ada yang berkali-kali--menonton di bioskop akan membuat senyum di wajah bukan hanya mereka berdua, tetapi sang penulis novel best seller novel Laskar Pelangi ini. Aku pun setuju dengan pernyataan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono yang mengatakan bahwa film ini adalah salah satu film terbaik yang dimiliki bangsa ini sekarang--selain film Ayat-Ayat Cinta yang beliau sebutkan. Film yang membuka tabir realita tentang kemiskinan, ketimpangan sosial, dan buruknya pendidikan yang tidak merata.
Namun demikian, entah mengapa setelah menonton, aku selalu merasa ada yang kurang dalam film Laskar Pelangi ini. Mungkin soal ceritanya. Karena aku sudah membaca tamat novelnya, aku sedikit bertanya-tanya mengapa terlalu banyak missing link di bagian yang menurutku penting. Contohnya di novel bagian dimana banyak sekali waktu anak-anak itu duduk di atas felicium, saat-saat ditemukannya Flo, atau saat menegangkan menyeberangi laut bersama seorang pemilik kapal menuju pulau hantu--aku lupa namanya--tempat sang dukun bersemayam. Well, setelah dipikir-pikir, pemotongan bagian-bagian ini memang wajar mengingat novel Laskar Pelangi memang memiliki gaya penceritaan dan alur yang menurutku sedikit aneh--mungkin memusingkan. Selain itu, saking panjangnya, Riri Reza dan Mira Lesmana harus benar-benar bisa mencari esensi yang ada dan titik-titik pengalaman yang paling mengena dalam tulisan seorang Master of Science dari Université de Paris ini. Dan mereka BERHASIL!
Dari sudut sinematologi pengambilan gambar, aku sungguh ANGKAT TOPI! Setiap sudut pandang gambar yang diambil memiliki nilai seni yang luar biasa. Apalagi pemandangan di Belitung--yang aku baru tahu--sungguh begitu sangat indah sekali! Yang paling kusuka adalah gambar di sisi laut dan batu-batuan raksasa. Amazing! Tapi, ternyata takda gading yang tak retak ya. Kesalahan Ayat-Ayat Cinta terulang lagi di film ini. Yakni adanya gambar adegan di mana TERLIHAT MIKROFON. Itu lho, waktu adegan di kelas! Sayang sekali. Mungkin karena mengejar jadwal tayang yang direncanakan "harus" pas liburan Idul Fitri. Oke. Tak apa. Toh mungkin cuma segelintir penonton yang sadar. Tapi untuk film berdaya seni tinggi seperti ini, hal seperti itu tolonglah diperhatikan lebih jauh lagi.
Over all.. Aku sangat senang menonton film LASKAR PELANGI ini. Dengan banyaknya keindahan, keaslian, kelucuan, keluguan, dan keluarbiasaan yang diciptakan anak-anak asli Belitong dan kisah dalam film ini, semua cacat yang ada seolah tak ada sama sekali! PERFECT!!
BRAVO, LASKAR PELANGI!!!
Namun, akhirnya, hari Kamis malam (9/10) ini, rasa penasaranku habis sudah. Jam sembilan malam tadi aku pergi ke Cinema XXI dengan berbekal tiket yang telah dibeli siangnya dan masuk ke ruangan besar untuk menyaksikan aksi si Ikal, Lintang, Mahar, dan kawan-kawan. Di tempat yang sudah gelap itu, hampir tak ada lagi tempat kosong tersedia--kecuali tempat kami dan barisan orang yang masuk berbarengan dengan kami. PENUH SEKALI!!!
Sekedar ulasan, kisah yang berdasarkan kisah nyata Andrea Hirata ini bermulag saat hari pertama pembukaan kelas baru di SD Muhammadiyah. Suasana mendadak menjadi sangat menegangkan bagi kedua guru luar biasa: bu Muslimah (Cut Mini) dan pak Harfan (Ikranegara), serta sembilan murid yang menunggu di sekolah reyot yang terletak di desa Gantong, Belitong. Pasalnya, jika tidak tercapai kuota 10 murid terdaftar, sekolah Islam satu-satunya itu akan ditutup pemerintah.
Hari itu, Harun, seorang murid istimewa menyelamatkan mereka. Kesepuluh murid yang kemudian diberi nama Laskar Pelangi menjalin kisah yang tak terlupakan. Lima tahun bersama, bu Mus, pak Harfan, dan kesepuluh murid dengan keunikan masing-masing berjuang untuh terus bisa bersekolah. Di antara berbagai tantangan berat dan tekanan untuk menyerah, Ikal (Zulfani), Lintang (Ferdian), dan Mahar (Veris Yamamo) dengan bakat dan kecerdasannya muncul sebagai pendorong semangat sekolah mereka itu.
Bagaimanapun, aku setuju dengan pernyataan bahwa film ini merupakan sebuah Must-See Movie. Riri Riza dan Mira Lesmana ini layak diacungi jempol atas ide dan buah tangannya yang cemerlang ini. Walaupun harus bolak-balik Jakarta-Belitung, jutaan penonton yang hadir--bahkan ada yang berkali-kali--menonton di bioskop akan membuat senyum di wajah bukan hanya mereka berdua, tetapi sang penulis novel best seller novel Laskar Pelangi ini. Aku pun setuju dengan pernyataan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono yang mengatakan bahwa film ini adalah salah satu film terbaik yang dimiliki bangsa ini sekarang--selain film Ayat-Ayat Cinta yang beliau sebutkan. Film yang membuka tabir realita tentang kemiskinan, ketimpangan sosial, dan buruknya pendidikan yang tidak merata.
Namun demikian, entah mengapa setelah menonton, aku selalu merasa ada yang kurang dalam film Laskar Pelangi ini. Mungkin soal ceritanya. Karena aku sudah membaca tamat novelnya, aku sedikit bertanya-tanya mengapa terlalu banyak missing link di bagian yang menurutku penting. Contohnya di novel bagian dimana banyak sekali waktu anak-anak itu duduk di atas felicium, saat-saat ditemukannya Flo, atau saat menegangkan menyeberangi laut bersama seorang pemilik kapal menuju pulau hantu--aku lupa namanya--tempat sang dukun bersemayam. Well, setelah dipikir-pikir, pemotongan bagian-bagian ini memang wajar mengingat novel Laskar Pelangi memang memiliki gaya penceritaan dan alur yang menurutku sedikit aneh--mungkin memusingkan. Selain itu, saking panjangnya, Riri Reza dan Mira Lesmana harus benar-benar bisa mencari esensi yang ada dan titik-titik pengalaman yang paling mengena dalam tulisan seorang Master of Science dari Université de Paris ini. Dan mereka BERHASIL!
Dari sudut sinematologi pengambilan gambar, aku sungguh ANGKAT TOPI! Setiap sudut pandang gambar yang diambil memiliki nilai seni yang luar biasa. Apalagi pemandangan di Belitung--yang aku baru tahu--sungguh begitu sangat indah sekali! Yang paling kusuka adalah gambar di sisi laut dan batu-batuan raksasa. Amazing! Tapi, ternyata takda gading yang tak retak ya. Kesalahan Ayat-Ayat Cinta terulang lagi di film ini. Yakni adanya gambar adegan di mana TERLIHAT MIKROFON. Itu lho, waktu adegan di kelas! Sayang sekali. Mungkin karena mengejar jadwal tayang yang direncanakan "harus" pas liburan Idul Fitri. Oke. Tak apa. Toh mungkin cuma segelintir penonton yang sadar. Tapi untuk film berdaya seni tinggi seperti ini, hal seperti itu tolonglah diperhatikan lebih jauh lagi.
Over all.. Aku sangat senang menonton film LASKAR PELANGI ini. Dengan banyaknya keindahan, keaslian, kelucuan, keluguan, dan keluarbiasaan yang diciptakan anak-anak asli Belitong dan kisah dalam film ini, semua cacat yang ada seolah tak ada sama sekali! PERFECT!!
BRAVO, LASKAR PELANGI!!!
Comments (0)
Post a Comment