PARAN BUKAN DI SEMENANJUNG SINAI

Posted by mochihotoru | Posted in , | Posted on 7:05:00 PM

Beberapa perbedaan opini di kalangan teolog Kristen menyangkut lokasi Paran saat ini sebenarnya adalah karena beberapa kalangan telah salah menyimpulkan bahwa Paran adalah di Semenanjung Sinai. Apalagi dihadapkan dengan agama Islam yang dianggap sebagai musuh mereka dan serangan teolog Islam terhadap mereka, pertentangan di mereka pun semakin hebat. Namun, masalah ini sebenarnya dapat dipecahkan jika kita mengingat beberapa pertimbangan berikut ini:

1. Taurat sendiri membedakan antara Padang Gurun Sinai dan Padang Gurun Paran.

Bilangan 10:12 (LAI 1974)

“Lalu berangkatlah orang Israel dari Padang Gurun Sinai menurut aturan keberangkatan mereka, kemudian diamlah awan itu di Padang Gurun Paran.”

Artinya Paran tidak terletak di Padang Gurun Sinai (Semenanjung Sinai).

2. Seorang teolog Kristen dan ahli geografi berkebangsaan Lebanon, Kamal Salibi, menempatkan Paran di kota Mekkah.

Dalam bukunya yang berjudul “Bible Came From Arabia” hal. 215 ia mengatakan:
“.. the place in question could have been Faran, in the Zahran highlands, bordering on the basaltic desert of Harrat Al-Buqum. In any case, this Faran was no doubt the Biblical Paran”

(…Faran, di Dataran Tinggi Zahran, dengan perbatasan pada padang pasir basalt bernama Harrat Al-Buqum. Dalam beberapa kasus, Faran tak dapat disangkal adalah nama Alkitab untuk Paran.)

Hal ini diperkuat oleh ayat Al Quran yang turun sekitar 1400 tahun lalu: “Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk tempat beribadat manusia, adalah Bait Allah yang berada di Bakkah (Mekkah) yang diberkati dan menjadi petunjuk bagi segenap manusia.” (Keluarga Amran, 3:96)

3. Sebagaimana dimaklumi, dari zaman Ismael (sekitar abad 18 SM) hingga saat ini, tidak ada sebuah bangsa yang berkuantitas besar di sekitar Semenanjung Sinai.

Taurat mencatat: “Tentang Ismael, Aku telah mendengarkan permintaanmu; ia akan Kuberkati, Kubuat beranak cucu dan sangat banyak; ia akan memperanakkan dua belas raja, dan Aku akan membuatnya menjadi sebuah bangsa yang besar.” (Kejadian 17:20 Alkitab LAI 1974)

“Bangunlah, angkatlah anak itu, dan bimbinglah dia, sebab Aku akan membuat dia menjadi bangsa yang besar.” (Kejadian 21:18 Alkitab LAI 1974)

Sejarah mencatat, Semenanjung Sinai adalah wilayah taklukan bangsa Mesir, bangsa Romawi, bangsa Arab, dan bangsa Israel. Tak pernah ada yang namanya bangsa Sinai, bahkan bangsa Mesir yang zaman kuna begitu terkemuka akhirnya berubah identitas menjadi bangsa Arab melalui proses asimilasi setelah ditaklukkan oleh Kekalifahan Islam.

Taurat tidak mencatat bahwa kelak suku Edom akan menjadi bangsa yang besar, dan ini memang sesuai realitas sejarah di mana suku Edom akhirnya berasimilasi menjadi bangsa Arab. Namun, karena kurang menguasai sejarah dan geografi, sebagian teolog Kristen yang fanatis tetap bersikukuh bahwa Paran terletak di Sinai. Jika memang demikian, Ismael dan keturunannya pun haruslah berada di Sinai dan membentuk bangsa Sinai yang sangat besar seperti bangsa Israel yang keturunan Ishak.

4. Pada zaman Musa (sekitar abad 13 SM artinya sekitar empat abad pasca wafatnya Ismael), Taurat sama sekali tidak mencatat pertemuan/ perjumpaan antara suku keturunan Israel dan suku keturunan Ismael di Paran yang dilewati mereka ketika Eksodus (baca Bilangan 10:12; 12:16; 13:3). Padahal beberapa teolog Kristen lain yakin bahwa sekurang-kurangnya 2.000.000 dari bangsa Israel berkeluyuran di Semenanjung Sinai selama lebih dari 40 tahun. Artinya keturunan Ismael memang tidak bermukim di Semenanjung Sinai.

Kita lihat peta Paran versi teolog Kristen modern di bawah ini. Kita dapat melihat bahwa peta yang diajukan Paran versi mereka adalah daerah sempit, karena bagian dari Semenanjung Sinai.


Sebenarnya ketika bangsa Israel melewati Paran (tempat tinggal bani Ismael), dan Taurat tidak mencatat pertemuan mereka, ini membuktikan bahwa Paran bukan di Semenanjung Sinai, melainkan suatu daerah yang sangat luas yaitu Semenanjung Arab. Jadi Bilangan (10:12; 12:16; 13:3) menceritakan bangsa Israel sedang di Semenanjung Arab bagian barat laut. Dan Semenanjung Arab bagian barat laut bukanlah pusat suku keturunan Ismael bermukim tatkala itu.

5. Suku Kedar bin Ismael baru tercatat dalam sejarah mengontrol Semenanjung Sinai pada abad 6 SM (artinya sekitar 11 abad pasca wafatnya Ismael leluhur orang Kedar).

Berdasarkan The Encyclopedia of World History. 2001.

http://www.bartleby.com/67/127.html

THE KINGDOM OF QEDAR. The Qedarites were the most organized of the Northern Arabian tribes, and at its height in the 6th century, the organization controlled a large region from the Persian Gulf to the Sinai. Ashurbanipal allied himself with the King Yauta` (676–652), though he later helped depose him in favor of Abiyate (652–644). After this, nothing is known of Qedar until the 5th century, when an Aramaic inscription names Geshem and Qainu as kings. The “Geshem the Arab” mentioned in the Book of Nehemiah is possibly this person (Neh. 2:19, 6:1).

(KERAJAAN KEDAR. Bani Kedar adalah bangsa yang terorganisir diantara bangsa-bangsa di Arab Utara, dan pada abad 6 SM, kelompok ini mengendalikan sebagian besar wilayah yang terbentang dari Teluk Persia hingga Sinai. Ashurbanipal beraliansi dengan Raja Yauta’ (676 SM-652 SM), , meskipun ia kemudian memecat Yauta dan menggantinya dengan Abiyate (652 SM-644 SM). Setelah itu, berita mengenai Qedar tidak diketahui lagi hingga abad 5 SM, ketika inkripsi bahasa Aram menyebut nama Gesyem dan Qainu sebagai raja-raja. “Gesyem si Orang Arab” dalam Perjanjian Lama kitab Nehemia (2:19 dan 6:1) kemungkinan adalah Gesyem yang disebut dalam inskripsi bahasa Aram tersebut”.

Jadi keberadaan suku keturunan Ismael (Kedar) di Semenanjung Sinai baru terjadi di abad 6 SM.

6. Keberadaan suku Nebayot bin Ismael

Encyclopedia Britannica edisi 2003

Topic : Sinai Peninsula

After the decline of the Egyptian empire, Nabataeans from Petra controlled the trade routes of the Sinai for two centuries until they were defeated by the Romans in AD 106. The region then became part of the province of Arabia in the Roman Empire.

(Setelah melemahnya kerajaan Mesir, Nabataea (yang diyakini keturunan Nebayot anak Ismael) dari Petra mengontrol rute perdagangan di Sinai selama dua abad hingga mereka dikalahkan oleh Romawi pada tahun 106 M. Daerah ini kemudian menjadi bagian dari provinsi Arab dari kekaisaran Romawi.)

Lagi-lagi keberadaan suku Nebayot di Semenanjung Sinai baru terjadi di tahun 94 SM (106 M dikurangi dua abad). Artinya kira-kira 17 abad pasca wafatnya Ismael anak Abraham.

Asal Usul Nabataea

Sumber: http://nabataea.net/nab1.html

About 300 years before Christ, an Arab tribe of merchants moved out of the deserts of Arabia into the ancient land of Edom. Most of the Edomites had left, due to the migration of peoples during the reign of Nebadcadnezar in Babylon. As the Nabataeans slowly expanded their realm, they became the masters of the Negev and the ancient Edomite homeland. Soon this area became known as Nabataea, and from this new base, the Nabataeans began acquiring wealth and building a merchant empire.

(Sekitar 300 tahun Sebelum Masehi, sebuah bangsa Arab pedagang bermigrasi dari Padang Pasir Arabia menuju Tanah Edom. Mayoritas suku Edom telah beranjak dari Tanah Edom, karena migrasi penduduk selama pemerintahan Raja Nebukadnezar di Babilonia. Lambat laun Nabataea memperluas kerajaannya, sehingga mereka menjadi penguasa Gurun Negeb di Palestina Selatan dan tanah air suku Edom kuna. Kelak wilayah ini dikenal sebagai Nabataea, dan dari basis baru mereka inilah, Nabataea mulai memperoleh kemakmuran dan membangun sebuah Kerajaan Dagang.”

Jadi Nabataean itu asal-usulnya dari Padang Pasir Arabia, bukan Semenanjung Sinai.

Bahasa dan Tulisan Nabataean berhubungan dengan Bahasa dan Tulisan Arab

Sejarawan Barat dan kelompok Misionaris Kristen menyatakan adanya “Bahasa Nabataea”, dan “Bahasa Arab adalah bagian dari bahasa Nabataea”. Jelas ini pandangan prasangka yang disulut oleh beberapa kelompok Misionaris tersebut yang memang tidak menerima kenyataan hadirnya bangsa Arab sebagai keturunan bapak orang percaya, Abraham. Sungguh pun demikian, Al-Azami dengan berbagai penjelasan disertai foto-foto tulisan Nabataea membawa kesimpulan bahwa “Bahasa Nabataean” ibarat “Bahasa Australia”, artinya Bahasa Arab dialek Nabataea, seperti halnya bahasa Inggris dialek Australia. Jadi bahasa Nabataean adalah bagian dari bahasa Arab, dan bukan sebaliknya.

Wilayah Kekuasaan Nabataean

Sumber: http://nabataea.net/who.html

At its peak, the Nabataean Empire stretched from modern-day Yemen to Damascus and from western Iraq into the Sinai Desert … at least, according to some historians. No one is really sure how large their empire really was. That is how illusive and mysterious the Nabataeans were.

(Pada puncak kejayaannya, Kerajaan Nabataean membentang dari (selatan yaitu wilayah) Yaman hingga (ke utara yaitu) kota Damaskus (di Suriah) dan di sebelah barat adalah Irak Barat (dan sebelah timurnya) hingga Padang Pasir Sinai ... Menurut sebagian ahli sejarah. Sebenarnya tidak diketahui pasti seberapa luas sebenarnya wilayah kekuasaan Nabataea. Kisah Nabataea hingga kini masih diselimuti misteri.)

Sumber: http://nabataea.net/who.html

However, I now believe that the Nabataeans were living in Edomite territory long before this, and it was only when the Edomites left that the Nabataeans gained enough prominence to obtain a homeland that they could call their own. I also believe that Nabataeans lived in other places in the Middle East at the same time, setting up their small tent communities on the outskirts of the ancient cities of Arabia.

(Namun, saya sekarang percaya bahwa Nabataean bermukim di wilayah suku Edom jauh sebelum ini, dan ini terjadi hanya ketika suku Edom pergi dari Tanah Edom sehingga cukup bagi Nabataea untuk menjadi yang terkemuka dan menguasai tanah air Edom yang dapat juga disebut tanah air Nabataea. Banyak orang percaya bahwa Nabataea bermukim di tempat-tempat lainnya di kawasan Timur Tengah pada saat yang sama. Menjadikan komunitas kemah kecil Nabataea di pinggiran kota-kota kuna Arab.)

Kesimpulan: Sebenarnya kisah Nabataea ini masih diliputi misteri. Sejarahnya gelap, meskipun eksistensinya dahulu pernah ada.

7. Meskipun Taurat kitab Kejadian 17, 21, dan 22 terbukti telah ada perubahan di tengah penerjemahan, namun ada indikasi dalam Taurat bahwa Abraham pernah berkunjung ke Arab.

8. Sebagian imam-imam Kristen selalu mengabaikan dan menyangkal apa yang Alkitab katakan mengenai Arab masa lalu, padahal Alkitab mencatat di berbagai tempat:

1 Raja-raja 10:15

“Belum terhitung yang didapat dari saudagar-saudagar dan dari pedagang-pedagang dan dari semua raja Arab dan bupati-bupati di negeri itu.”

2 Tawarikh 9:14

“Belum terhitung yang dibawa oleh saudagar-saudagar dan pedagang-pedagang; juga semua raja Arab dan bupati-bupati di negeri itu membawa emas dan perak kepada Salomo.”

Yesaya 21:13

“Ucapan pesan tentang Arab: Di belukar di Arab kamu akan bermalam, hai kafilah-kafilah orang Dedan!”

Yeremia 25:24

“Kepada semua raja Arab yang tinggal di padang gurun;”

Yehezkiel 27:21

“Arab dan semua pemuka Kedar berdagang dengan engkau dalam anak domba, domba jantan dan kambing jantan; dalam hal-hal itulah mereka berdagang dengan engkau.”

Manakah yang disebut Bangsa Sinai yang dijanjikan Tuhan itu?

Kejadian 21:17-18 (LAI TB 1974)

“Allah mendengar suara anak itu, lalu Malaikat Allah berseru dari langit kepada Hagar, kata-Nya kepadanya: “Apakah yang engkau susahkan, Hagar? Janganlah takut, sebab Allah telah mendengar suara anak itu dari tempat ia terbaring. Bangunlah, angkatlah anak itu, dan bimbinglah dia, sebab Aku akan membuat dia menjadi bangsa yang besar.”

Sinai: wilayah yang sedikit penduduknya, wilayah taklukan bangsa-bangsa lain.

Mesir: bangsa yang besar yang akhirnya ditaklukkan penguasa Islam dari Tanah Arab. Identitas Mesir berubah menjadi Arab Mesir, termasuk bahasa Mesir yang berubah menjadi bahasa Arab logat Mesir.

Arab: bangsa yang besar, sang penakluk.

Silahkan Anda pikirkan dengan melihat fakta sejarah, Kejadian 21:17-18 tersebut untuk bangsa Sinai, Mesir, atau Arab?

Comments (0)

Post a Comment