Benarkah Satpol Pamong Praja Harus Dipersenjatai?

Posted by mochihotoru | Posted in , , , , | Posted on 12:39:00 AM

Kita sering terheran-heran apabila berkunjung ke Manila, Filipina dan melihat satuan pengamanan perkantoran menenteng-nenteng senjata laras panjang. Kita bertanya-tanya begitu menakutkannyakah keamanan di negeri itu sampai-sampai petugas sipil pun harus membawa senjata api laras panjang seperti itu.

Dasar penilaian itulah yang juga membuat kita bertanya-tanya ketika Menteri Dalam Negeri mengeluarkan peraturan yang mengharuskan Satuan Polisi Pamong Praja dilengkapi senjata api. Ada apa dengan keamanan di negeri kita sekarang ini sampai-sampai petugas sipil harus dipersenjatai dengan senapan api.

Kita berpendapat bahwa keamanan di negeri ini tidak sedang dalam keadaan genting. Aparat kepolisian masih memiliki kemampuan untuk mengendalikan keadaan dan menciptakan keamanan serta ketertiban.

Kita cukup percaya bahwa polisi akan mampu menjalankan tugasnya. Cukuplah kita memberikan kepercayaan menciptakan keamanan dan ketertiban kepada polisi. Saat menyampaikan pengarahan saat peringatan Hari Ulang Tahun Ke-64 Polri, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun sempat merasa yakin bahwa polisi akan mampu menjalankan tugas tersebut.

Pemberian hak kepada Satpol PP untuk menggunakan senjata api pasti akan lebih banyak membawa mudarat (keburukan). Jumlah korban di masyarakat pasti akan jauh lebih tinggi ketika Satpol PP diberi senjata api.

Mengapa kita bersikap pesimistis seperti itu? Karena kita tahu karakter dari bangsa ini. Kebanyakan dari warga bangsa ini tidak bisa diberi kekuasaan. Begitu melekat ada kekuasaan pada dirinya, maka dia akan bersikap mentang-mentang dan berbuat sewenang-wenang. Tidak peduli sekecil apa pun kekuasaan, orang akan berubah tiba-tiba ketika kekuasaan ada di tangannya.

Kalau kita lihat perilaku Satpol PP yang membuat masyarakat menjadi sangat benci, karena sikap yang mentang-mentang itu. Hanya dengan diberi seragam Satpol PP mereka bisa bertindak kasar dan sama sekali tidak punya hati.

Lihat bagaimana petugas Satpol PP membereskan pedagang kaki lima. Dengan kasar mereka merusak dagangan miliki pedagang kecil. Kalau pun mereka menyita dan membawa pergi semua barang dagangan itu, maka pedagang kaki lima kesulitan untuk mendapatkan kembali barangnya. Bukan hanya harus mengeluarkan, barang yang dibawa itu sudah tidak sama seperti ketika pertama kali disita.

http://fikrie.blogdetik.com/files/2010/07/bongkar.jpg

Padahal kalau kita perhatikan kehidupan sehari-hari mereka, kehidupan mereka tidak lebih tertib dari para pedagang kaki lima. Hidupnya juga tidak lebih mewah dari pedagang kaki lima. Namun ketika berseragam Satpol PP, mereka lupa siapa dirinya dan hilang semua rasa empati yang dimilikinya.

Bayangkan apabila kemudian mereka dilengkapi lagi dengan senjata api. Bukan mustahil mereka akan seperti koboi yang gampang main tembak sana, tembak sini. Bukan mustahil pula mereka akan petantang-petenteng dan makin bersikap mentang-mentang.

Atas dasar itu kita berpendapat, Menteri Dalam Negeri sebaiknya merevisi peraturan yang telah dibuat. Dewan Perwakilan Rakyat harus secara tegas menolak peraturan tersebut dan meminta agar peraturan tersebut dicabut.

Jangan kita menunggu sampai ada korban yang jatuh di masyarakat akibat perilaku Satpol PP itu. Menteri Dalam Negeri harus diultimatum bahwa ia akan dimintai pertanggungjawaban apabila sampai ada Satpol PP yang main tembak dan membuat anggota masyarakat menjadi korban.

Percayalah bahwa memegang senjata api itu bukan sesuatu yang mudah. Tentara Nasional Indonesia yang terbiasa menggunakan senjata api saja membuat aturan yang sangat tegas dalam penggunaannya. Prajurit dipersiapkan mentalnya untuk tidak mudah mengangkat senjata.

Dengan registrasi yang begitu ketat pun, TNI kadang kehilangan senjata api yang dimiliki. Tidak terbayang apabila itu kemudian dipegang oleh Satpol PP. Semakin banyaklah senjata api liar yang berada di tangan masyarakat, sehingga yang terjadi bukanlah keadaan yang semakin aman, tetapi malah semakin tidak aman.

Pengalaman konflik Koja mengajarkan kepada kita bahwa yang lebih kita perlukan sekarang ini justru mengurangi tingkat kekerasan. Salah satu caranya adalah mengurangi jumlah dan peran satuan pengamanan sipil. Bukan justru memerkuat mereka apalagi dengan persenjataan.

Kita tentu ingin membangun masyarakat yang tertib dan aman seperti misalnya Jepang. Kita memimpikan orang bisa jalan kapan saja tanpa ada rasa takut diganggu. Namun itu hanya bisa tercipta dengan membangun kesadaran bersama bahwa menciptakan keamanan dan ketertiban merupakan tugas kita bersama. Bukan malah menakut-nakuti dengan senjata api yang bertebaran di mana-mana. Itu bukan menciptakan keamanan dan ketertiban, tetapi justru ketakutan. Percayalah!

Sumber: metrotvnews.com

Comments (0)

Post a Comment