Kemerdekaan Olahraga Indonesia

Posted by mochihotoru | Posted in , , | Posted on 1:06:00 AM

Oleh Achmad Faris Saffan Sunarya (Planologi 2007 ITB)

Negara Indonesia telah menyatakan kemerdekaannya kehadapan dunia. Sudah sejak lama para putera-puteri bangsa berusaha untuk mempertahankan kemerdekaan ini dengan keringat dan darah. Sejak awal masa kemerdekaannya, Indonesia selalu mendapat tantangan dari luar maupun dalam. Dahulu saat pemerintahan Orde Lama, konsentrasi negara ini adalah untuk mempertahankan kemerdekaan. Kala itu banyak sekali goncangan perpecahan bangsa yang dipicu oleh bangsa lain maupun bangsa sendiri. Di saat negeri ini berada dalam Orde Baru, rakyat negeri ini didoktrin untuk memikirkan tentang bagaimana mengisi kemerdekaan ini. Tak pelak, saat pemerintahan Orde Baru pun negeri ini tak henti- hentinya mengalami cobaan yang diakibatkan oleh kedahsyatan seorang diktator. Namun jika kita perhatikan, kedua era pemerintahan Indonesia itu telah menyumbangkan prestasi- prestasi manis dalam dunia olahraga. Tak jarang Indonesia mampu merajai dunia bulutangkis kala itu. Lee Swee King adalah sebuah atlet Indonesia yang mampu berprestasi dalam keterpurukkan. Tak jarang pula, Indonesia mampu mencetak prestasi dengan mengecap beberapa kali juara Sea Games.

Prestasi-prestasi olahraga Indonesia di masa lampau telah mampu mengangkat sedikit demi sedikit derajat bangsa. Predikat Indonesia sebagai Macan Asia di era 90-an pun pasti turut disumbangkan oleh prestasi-prestasi olahraga Indonesia.

Kini masyarakat Indonesia telah memilki kebebasan lebih dalam berkarya dan berinovasi. Hampir semua wilayah Indonesia kini telah dialiri listrik. Pembangunan sarana olahraga bertaraf internasional sudah tersebar di Jakarta, Kalimantan Timur, Sumatera Selatan, dan Riau. Kondisi ini semestinya mampu mendongkrak pretasi olahraga Indonesia di kancah dunia. Namun prestasi olahraga Indonesia cenderung berada dalam interval stagnan sampai penurunan. Pada Sea Games lalu Indonesia hanya berada di urutan kelima. Piala Thomas dan Uber kini telah berada di tangan Cina. Pada kejuaraan sepakbola Piala Asia Indonesia tak mampu lolos dari fase grup walau bertindak sebagai tuan rumah.

Sebuah pertanyaan besar akan penyebab kondisi keterpurukkan olahraga Indonesia layaknya terlontar dari benak pemuda-pemuda bangsa yang berniat untuk memajukan Indonesia. Karena salahsatu pencitraan sebuah negara kini tidak hanya dilihat dari kesejahteraan, pendidikan, ekonomi, dan kekuatan militer. Olahraga pun menjadi sebuah pencitraan manis tentang bagaimana masyarakat dunia memandang sebuah negara.

Faktor Penyebab Keterpurukkan Olahraga Indonesia

Pada dasarnya banyak hal yang menyebabkan keterpurukkan kondisi olahraga Indonesia. Tak dapat dipungkiri jika di beberapa daerah, minimnya fasilitas latihan serta pendanaan masih menjadi masalah klasik yang menghantui pembinaan-pembinaan olahraga di berbagai daerah.

Ada sebuah hal unik yang dapat kita ambil jika olahraga mampu menanalogikan sebuah karakter bangsa. Minimnya prestasi olahraga kita saat ini ternyata berbanding lurus dengan minimya rasa nasionalisme bangsa Indonesia.

Rasa kebangsaan masyarakat Indonesia dirasa telah berkurang akibat pengaruh globalisasi. Arus informasi yang begitu luas secara tidak langsung telah mempengaruhi pola pikir masyarakat Indonesia untuk materialisme. Beberapa kasus ditunjukkan oleh beberapa punggawa Tim Nasional PSSI yang menolak masuk Pelatnas akibat bayaran yang tak sepadan. Kasus kecil lain adalah tidak hafalnya beberapa punggawa Timnas akan lima ayat dalam Pancasila. Contoh lain adalah maraknya kasus kepindahan atlet ke propinsi lain (saat PON 2008) demi mencari bayaran tinggi.

Keminimalisan rasa nasionalisme yang melekat pada insan-insan olahraga Indonesia (bukan hanya atlet tapi hingga jajaran pengurus, bahkan beberapa elit politik) mengakibatkan turunnya daya juang para atlet. Sebagian insane olahraga tidak murni lagi memperjuangkan prestasi olahraga nasional untuk nama Indonesia, melainkan juga untuk hal-hal yang lain. Tak jarang kancah olahraga kita digunakan sebagai salahsatu media kampanye seperti yang terjadi pada Pilkada di beberapa daerah.

Nasionalisme vs Kesejahteraan Atlet

Kondisi atlet yang memikirkan masalah materi dalam setiap tugasnya di arena tak dapat disalahkan sepenuhnya kepada atlet semata. Turunnya rasa nasionalisme atlet untuk mengharumkan nama bangsa bisa jadi muncul akibat kekecewaan atlet terhadap perilaku bangsanya sendiri yang tidak menghargai torehan prestasi mereka.

Layaknya sebuah peribahasa, habis manis sepah dibuang, perasaan para atlet saat ini. Dilematika antara keinginan untuk mengibarkan bendera Indonesia di atas podium dengan permasalahan perut. Dalam setiap peluh latihan mereka pun muncul kekhawatiran akan nasib masa depan mereka saat tak mampu bersinar lagi.

Isu untuk meningkatkan kesejahteraan atlet sebenarnya sudah digemborkan oleh Adhyaksa Dault pada tahun 2005 dengan program 1000 rumah bagi atlet berprestasi. Namun tetap saja isu tentang cara menyejahteraankan atlet tetap jadi permasalahan.

Belakangan kini telah muncul sebuah paradigma bahwa ternyata pemerintah terlalu mudah memberikan atlet kail serta pancing tanpa memberitahu cara menggunakannya. Pemerintah mengklaim bahwa atlet kita kurang mampu mengelola kekayaan yang telah mereka dapatkan semasa bersinar.

Permasalahan di atas pada dasarnya bukan tanggung jawab pemerintah semata, tapi juga tanggung jawab kita. Pertanyaan yang muncul saat ini adalah seberapa sering kita mengapresiasi dunia olahraga negeri ini? Seberapa sering kita menonton pertandingan olahraga secara langsung maupun tak langsung untuk mendukung Indonesia?

Kesadaran akan kepedulian konkret untuk mengapresiasi dunia olahraga kurang terbangun di kampus kita. Sangat naif jika kita tak mampu belajar dari pendahulu kita para mahasiswa perjuangan yang memang belum mampu berkontribusi besar untuk mengapresiasi dunia olahraga. Jika kita sebagai mahasiswa belum mampu belajar untuk membangun hal itu, maka kemungkinan besar kita tetap tidak akan menghargai jasa para atlet masa depan Indonesia di masa yang akan datang. Bisa saja prestasi buruk olahraga Indonesia di masa kini dan masa datang tetap ada. Akan naif jika adik-adik kecil kita yang tengah duduk di Sekolah Dasar tak ingin lagi bercita-cita menjadi atlet. Lalu jika ternyata di balik kondisi itu ada peran buruk lulusan intitusi pendidikan tinggi yang mencetak calon pemimpin bangsa, maka itu adalah tanggung jawab kita.

Mulai saat ini, ayo kita berpikir menyeluruh. Nama Indonesia tidak hanya dilihat dari kesejahteraan, pendidikan, ekonomi dan militer. Nama Indonesia juga akan dilihat dari prestasi olahraga. Ayolah kita berpikir bersama memajukan olahraga Indonesia. Ayo kita merdekakan dunia olahraga kita!

Untuk Tuhan, Bangsa, dan Almamater…

http://stat.kompasiana.com/files/2010/06/bambang-pamungkas.jpg

*) Staff Departemen Olahraga dan Kesehatan Keluarga Mahasiswa ITB

Sumber: km.itb.ac.id

Comments (0)

Post a Comment