CORAK KHAS SEMITISME KITAB PERJANJIAN BARU

Posted by mochihotoru | Posted in , , , , , | Posted on 8:35:00 PM

Oleh Michael D. Marlowe

Meskipun bahasa Kitab Perjanjian Baru secara mendasar adalah bahasa Koine atau bahasa Yunani yang umum dipergunakan saat kitab ini dituliskan, namun para penulis Kitab Perjanjian Baru, menuliskan dalam corak Hebraik atau Semitik yang tidak sepenuhnya bersifat idiomatis Yunani. Karakter bercorak khas ini meliputi beberapa bagian seperti, tata bahasa, kalimat, arti kata dan ciri-ciri yang bersifat retorika suatu naskah. Contoh-contoh khusus corak khas ini, secara kebahasaan dinamai Hebraism atau secara lebih luas, Semitism [sebuah istilah yang meliputi pengaruh-pengaruh Aram sebagaimana pula Ibrani].

Semitisme, didefinisikan sebagai penggunaan kebahasaan, ekspresi atau susunan khas bahasa Semitik yang muncul dalam bahasa lain. Ini bukan merupakan suatu kebutuhan bagi sebuah ekspresi yang tidak mengikuti kaidah tata bahasa atau hal-hal lain yang sama sekali asing dalam penggunaan bahasa kedua dalam rangka kalimat tersebut dianggap sebagai Semitisme. Meskipun ada beberapa unsur Semitisme yang sungguh dan sangat jelas alamiah, namun ada yang lain yang kita boleh sebut sebagai relatif bercorak Semitisme, ketika ada sebuah ketegangan yang tidak biasa bertentangan dengan penggunaan yang biasanya mungkin disebabkan pengaruh Semitis. Maka ada wilayah abu-abu, dalam mana ada beberapa ruang bagi ketidaksepakatan dalam beberapa kasus kecil. Salah satu sarjana mungkin mengganggap sebuah ekspresi menjadi bercorak Semitisme, sementara yang lain meragukan apakah hal ini layak untuk diklasifikasikan secara demikian. Namun demikian, semua sarjana sepakat bahwa berbagai keragaman Semitisme muncul sangat melimpah dalam Kitab Perjanjian Baru [meskipun dalam Alkitab terjemahan LAI, hal ini sangat sulit untuk dilihat].

Ada pula beberapa ketidaksepakatan, seperti mengapa unsur-unsur Semitisme ada di sana. Beberapa sarjana cenderung berpandangan bahwa Kitab Perjanjian Baru sepenuhnya dituliskan pada mulanya dalam bahasa Ibrani atau Aram, dan Semitisme naskah Yunani merupakan konsekuensi terjemahan dari sumber aslinya, dalam mana berbagai idiom Ibrani atau Aram secara literal dihasilkan. Selanjutnya, Semitisme Kitab Perjanjian Baru dijelaskan dalam cara yang sama sebagaimana kita menjelaskan Semitisme dalam Kitab Perjanjian Lama versi Septuaginta yang secara literal menampilkan corak Hebraisme dari sumber kitab yang berbahasa Ibrani. Para sarjana lainnya, lebih suka menjelaskan bahwa unsur Semitisme Kitab Perjanjian Baru sebagai konsekuensi berbagai keanehan dalam ucapan-ucapan berbahasa Yunani yang umum, oleh orang-orang Yahudi yang memiliki dua bahasa pada abad pertama. Sementara para sarjana lainnya percaya bahwa corak Semitisme Kitab Perjanjian Baru dijelaskan secara lebih baik sebagai jenis gaya “alkitabiah” yang mana para penulis Yahudi atau para pemberita (pendakwah) pada zaman itu mempergunakannya, bukan hanya dalam percakapan sehari-hari namun juga dalam tulisan dan dalam pemberitaan setelah ada contoh dari Septuaginta.

Mungkin saja ada beberapa kebenaran dalam keseluruhan penjelasan tersebut. Hal tersebut hampir tidak dapat diragukan lagi bahwa sekurang-kurangnya beberapa bagian termasuk dalam Kabar Baik [Yunani: Euanggelion; Ibrani: Besorah; Inggris: Gospel], khususnya ucapan-ucapan Yehoshua Hamassiach (Yesus Kristus), pada mulanya direkam atau mungkin dipindahkan secara lisan dalam bahasa Aram dan bahwa beberapa kata Aram telah diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani yang mana kita telah memiliknya dalam Kitab Perjanjian Baru yang kita punyai. Namun hal ini hanya menerangkan beberapa bagian kecil Semitisme dalam Kitab Perjanjian Baru. Kita dapat dengan mudah membayangkan bahwa orang-orang Yahudi yang berbicara bahasa Yunani pada abad pertama menggunakan beberapa idiom Semitik, hal ini dapat dibandingkan dalam taraf tertentu dengan orang-orang Yahudi Jerman (Azkenazim) yang memiliki dialek Yiddish. Hal ini akan sangat mengejutkan jika sejumlah kesadaran diri dan kesatupaduan kelompok etnis seperti orang-orang Yahudi tidak memiliki beberapa ekspresi yang khusus. Gagasan bahwa Kitab Septuaginta secara khusus dipengaruhi corak khas para penulis Yahudi dapat diterima sebagai hal masuk akal ketika kita mempertimbangkan betapa orang-orang Yahudi yang saleh [demikian pula dengan non-Yahudi di antara Gereja mula-mula] begitu akrab terhadap Kitab Septuaginta. Hal ini secara praktis memastikan bahwa penggunaan bahasa Yunani Perjanjian Lama merupakan pengaruh ceramah keagamaan orang-orang Yahudi yang berbicara bahasa Yunani, termasuk rasul-rasul Yahudi dan para pengikutnya. Sebagaimana Joseph Thayer tuliskan, “Melampaui semua pertanyaan mengenai berbagai idiom reproduksi Yunani dari Kitab Suci mereka yang mula-mula, telah menjadi sangat akrab sebagaimana mereka telah melakukannya melalui penggunaan secara religius versi tersebut bagi generasi di antara orang-orang Yahudi yang berada di antara kalangan Yahudi … meskipun semua ketidakpastian dan serba kurang. Namun pengaruh umum Septuaginta terhadap Kitab Perjanjian Baru berbahasa Yunani, sudah tentu sangat besar. ” [1] Penjelasan terakhir ini nampaknya sangat diterima di antara para sarjana Abad Pertama, namun hal ini tetap menyisakan pertanyaan terbuka, mengenai seberapa jauh pengaruh Kitab Septuaginta, bukan hanya terhadap penulisan bahasa Yunani namun juga pembicaraan umum orang-orang Yahudi yang berbahasa Yunani pada abad pertama.

Apakah nilai penting persoalan ini bagi pemahaman kita terhadap Kitab Perjanjian Baru? Yang terutama, hal ini bermakna bahwa para penerjemah dan para pengarang harus memerhatikan bukan hanya mengenai bahasa yang umum dipergunakan yaitu Yunani Koine (Yunani umum, Yunani Helenistik), namun juga berbagai keanehan apa yang mungkin kita namakan “alkitabiah” atau Bahasa Yunani yang bersifat Yahudi [Jewish Greek]. Saat kita memiliki alasan untuk menduga bahwa ekspresi dalam Kitab Perjanjian Baru mencerminkan idiom Ibrani, maka itu seharusnya ditafsirkan sebagaimana hal itu merupakan “Kata Ibrani yang tersembunyi” [Hebrew in disguise]. Dengan cara ini kita memahami secara tepat [correctly apprehend] makna dari banyak kata-kata dan ekspresi dalam Kitab Perjanjian Baru.

Pada paragraf berikut, dikutip dari artikel David Alan Black yang berjudul, “New Testament Semitism” [The Bible Translator 39/ 2, April 1988, hlm. 215-223], akan memberikan penelitian ringkas mengenai banyak hal yang berkaitan dengan Semitisme dalam Kitab Perjanjian Baru.

1. Susunan Kata-kata [order of words]. Dalam semua bahasa Semitik, kata kerja cenderung muncul terlebih dahulu dalam kalimat atau anak kalimat. Kecenderungan ini terkadang ditemukan dalam Kitab Perjanjian Baru berbahasa Yunani. Salah satu contoh adalah bagian dari pujian Pengagungan [Magnificat] dalam Lukas 1:51-55, posisi kata perintah dalam Doa Bapa Kami [Mat 6:9-13], peletakan kata kerja di awal kalimat dalam rangkaian anak kalimat dalam pujian pengakuan [the creedal hymn] dalam 1 Timotius 3:16. Tidak ada bahasa Yunani asli yang tidak dipengaruhi oleh sumber Semitik atau bahasa Semitik, dengan mengikuti pola demikian. Sangat mungkin, dengan munculnya kata kerja dalam jumlah besar yang diletakkan di awal, berasal dari sumber penerjemahan naskah Yunani.

2. Casus Pendens. Meskipun casus pendens [istilah teknis umum dalam tata bahasa yang diambil dari bahasa Latin untuk menerjemahkan “kasus yang menggantung”] diberlakukan dalam bahasa Yunani Klasik, namun susunannya lebih banyak muncul dalam bahasa Ibrani dan Aram dibandingkan bahasa Koine. Contoh nyata muncul dalam Matius 6:4, “kai ho pater sou ho blepon en to krypto autos adoposei soi”. Kalimat ini mengekspresikan idiom Ibrani sebagai, “Dan Bapamu yang melihat di tempat tersembunyi, maka Dia akan memberimu upah”. Cara tersebut merupakan cara rumit yang tidak biasa dilakukan dari sebuah kalimat, “Dan Bapamu yang melihat di tempat tersembunyi akan memberimu upah” [GNB, NIV, NEB]. Meskipun susunan tersebut tidak dapat dijelaskan sebagai satu-satunya yang bercorak Semitik, namun kemunculannya yang berlebihan [prepoderance] dalam perkataan Yehoshua, mendukung pandangan bahwa ini merupakan hasil terjemahan ke dalam naskah Yunani belaka.

3. Hilangnya Kata Penghubung [Missing conjuctions]. Hilangnya kata penghubung di mana hal itu diperlukan, dikenal dengan istilah teknisnya asyndeton [bahasa Yunani yang bermakna, “tidak berhubungan”, “hilang”]. Kebanyakan para sarjana sepakat bahwa ciri-ciri ini bertentangan dengan napas bahasa Yunani. Kebanyakan kalimat bahasa Yunani dihubungkan dengan kata penghubung [a connecting particle] “dan”, di mana kasus asyndeton muncul, ini biasanya dipergunakan umumnya untuk tujuan retorika [band. Kis 20:17-35]. Namun apabila semua diizinkan dibuat untuk kepentingan penggunaan bahasa Yunani, maka ada tersisa sejumlah besar penggunaan non-bahasa Yunani, khususnya dalam Besorah dan Kisah Rasul. Frekuensi penggunaan asyndeton dalam keempat Besorah/ Injil [contoh, Yoh 5:3], sangat baik dijelaskan sebagai hasil dari pengaruh Semitik. Asyndeton dalam Besorah/ Injil Sinoptik, khususnya dalam ucapan-ucapan dan perumpamaan-perumpamaan Yehoshua, mendukung keberadaan ucapana-ucapan yang secara tradisional diturunkan dalam terjemahan Yunani [band. Mat 15:19]

4. Koordinasi Anak Kalimat [Coordination of clauses]. Dalam bahasa Yunani klasik, kalimat biasanya terdiri dari salah satu kata kerja pokok dan kata kerja lainnya di bawahnya dalam bentuk anak kalimat keterangan atau jenis lainnya. Di sisi lain, bahasa Ibrani cenderung meletakkan kata kerja satu demi satu, menggabungkan mereka bersama dalam kata penghubung sederhana [bahasa Ibrani, “waw (vav)”, “dan”]. Ini yang dikenal dengan sebutan parataxis, dari kata paratasso, “saya meletakkan satu per satu”. Dalam bahasa Yunani Koine, susunan demikian tidak lazim. Hal ini telah terlebih dahulu dijelaskan kemunculannya yang kerap dalam Kitab Perjanjian Baru. Namun kemunculan secara tetap kata “dan” [Yunani, “kai”] dalam Kitab Besorah/ Injil merupakan pemaksaan yang berlebihan [overstraining] dalam tulisan bahasa Yunani. Dalam Besorah/ Injil, jenis demikian merupakan karakteristik menonjol dalam Markus, yang merupakan contoh tunggal dari panjangnya kalimat dalam bahasa Yunani dengan kata penghubung bersusun [subordinating participles] [Band. Mark 5:25-27]. Contoh khas gaya Markus dapat ditemukan dalam Markus 10:33-34 sebagai berikut: “kata-Nya: “Sekarang kita pergi ke Yerusalem dan [kai] Anak Manusia akan diserahkan kepada imam-imam kepala dan [kai] ahli-ahli Taurat dan mereka akan menjatuhi Dia hukuman mati. Dan [kai] mereka akan menyerahkan Dia kepada bangsa-bangsa yang tidak mengenal Tuhan, dan [kai] Ia akan diolok-olokkan, diludahi, disesah dan [kai] dibunuh, dan [kai] sesudah tiga hari Ia akan bangkit. ” Di sini kita melihat gaya bahasa Yunani yang khas, mungkin, barangkali, telah disubordinasi oleh salah satu atau lebih anak kalimat dengan menggunakan kata penghubung atau anak kalimat penghubung [relative clauses]. Beberapa terjemahan seperti KJV dan RSV mencerminkan corak Semitik dan memunculkan corak yang janggal [stylistically awkward] tersebut dalam bahasa Inggris. Namun terjemahan bahasa Inggris lainnya yang mengakui idiom-idiom Semitik tersebut, melakukan restrukturisasi terhadap pelanggaran tata bahasa [restructure the gramar slaightly] untuk menghasilkan terjemahan yang lebih diterima dalam bahasa Inggris [band. Terjemahan GNB, NIV, JB, NEB]. [Cat: Persoalan parataxis sebagai indikasi latar belakang Semitik, dibicarakan secara panjang lebar dalam artikel J. B. Lightfoot mengenai Corak Khas Besorah/ Injil Yokhanan (Style of John’ Gospel) di situs www.bible-researcher.com]

5. Penggunaan Kata Ganti Yang Berlebihan [Redundant pronouns]. Kata ganti penghubung [relative pronoun] dalam bahasa Ibrani, tidak dapat berubah bentuk [indeclinable] dan tanpa jenis kelamin [genderless], sehingga memerlukan kata ganti orang dalam anak kalimat yang diikutinya. Hal ini memengaruhi sejumlah bagian dalam Kitab Perjanjian baru yang mana merupakan kata ganti yang tidak diperlukan yaang muncul setelah adanya kata penghubung, sebagaimana dalam Markus 7:25 yang secara literal dibaca, “seorang ibu yang dia sendiri [autou], yang anak perempuan miliknya [autes] kerasukan roh jahat, segera mendengar tentang Dia, lalu datang dan tersungkur di depan kaki-Nya.” Susunan demikian mungkin saja dalam bahasa Yunani namun bukan asli Yunani, sebagaimana aslinya dalam bahasa Ibrani dan Aram.

6. Pengganti Untuk Kata Ganti Tidak Tentu [Subtitutes for the indefinite pronoun]. Penggunaan kata “eis”, ”seorang” dan “anthrophos”, “seorang manusia”, “seorang pribadi”, sebagai pengganti bagi kata ganti tidak tentu [indefinite pronoun] “tis”, “orang yang pasti”, “seseorang yang jelas”, yang paralel dengan bahasa Yunani Koine, namun asal-usulnya dalam Kitab Perjanjian Baru, sama sekali Semitik. Contoh penggunaan “eis” sebagai kata ganti tidak tentu [indefinite pronoun] dibagi dalam dua bagian:

  • Di mana “eis” berfungsi sebagai kata sifat [adjective], sebagaimana dalam Matius 8:19, “seorang Ahli Kitab Suci” [Yunani: eis grammateus]

  • Di mana “eis” berfungsi sepenuhnya sebagai kata ganti, umumnya diikuti oleh konstruksi milik [genitive construction] atau partitiveek”, sebagaimana nampak dalam Markus 5:22, “kepala rumah ibadat” [Yunani: eis toun archisunagougoun]. Penggunaan kata “anthropos”, “orang laki-laki” dengan cara seperti ini [seperti bahasa Ibrani “ish” dan Aram “barnash”] sangat banyak ditemukan dalam ucapan-ucapan Yehoshua dan banyak contoh-contoh yang berasal dari Besorah/ Injil Markus [Band. Mark 1:23; 3:1; 4:26; 5:2; 10:7; 10:9; 12:1]

7. Penggunaan Kata Depan Secara Berlebihan [Redundant use of the preposition]. Ciri-ciri karakteristik [a characteristic feature] penggunaan bahasa Semitik adalah pengulangan kata depan [repetition of a preposition] sebelum setiap rangkaian kata benda yang memengaruhinya. Susunan demikian tidak dapat ditoleransi dalam kalimat bahasa Yunani. Pengulangan yang bersifat Semitik, muncul tidak kurang sekitar tujuh kali dalam Kitab Markus [Contoh: Mrk 3:7-8; 6:56; 11:1, kata “pros” dan “apo”]. Penting untuk diketahui dalam mana terjemahan-terjemahan berbahasa Inggris yang berbeda, menyajikan penggunaan kata depan secara berulan-ulang, Beberapa pengulangan kata depan berulang-ulang muncul dalam rangkaian, sebagaimana dalam Markus 3:7-8 [Band. KJV dan RSV]; sementara terjemahan lainnya hanya mengawali dengan kata depan, tindakan yang lebih dikarenakan mematuhi idiom Inggris [Band. NIV, JB, NEB].

8. Penggunaan Kata Sifat Positif Bagi Kasus Perbandingan Atau Yang Melebihi [The use of the positive for the comparative or superlative]. Bahasa Semitik, terkecuali bahasa Arab, tidak memiliki bentuk-bentuk khusus bagi kata sifat pembanding dan melebihkan [seperti, “terbesar”, “paling besar”]. Sebaliknya, digunakan bentuk kata sifat positif, “besar”. Meskipun bentuk perbandingan terkadang dipergunakan untuk melebihkan dalam bahasa Koine, namun hal itu tidak muncul secara bersamaan dalam naskah Yunani yang mempergunakan bentuk positip sebagai bentuk perbandingan maupun melebihkan. Contoh yang baik adalah idiom yang muncul dalam Markus 9:43 sebagai berikut, “Dan jika tanganmu menyesatkan engkau, penggallah, karena lebih baik [Yunani, “kalon” secara harfiah, “baik”] engkau masuk ke dalam hidup dengan tangan kudung dari pada dengan utuh kedua tanganmu dibuang ke dalam neraka, ke dalam api yang tak terpadamkan”. Bandingkan juga dengan Markus 12:28 sebagai berikut, “Hukum manakah yang paling utama?” [Yunani: “proton”, “pertama”], Lukas 5:39, “Anggur yang tua itu lebih baik. ” [Yunani: “chrestos”, “baik”] serta Yohanes 2:10, “…akan tetapi engkau menyimpan anggur yang lebih baik [Yunani: “kalon”, “baik”] sampai sekarang.”

9. Penggunaan Kata “Mengatakan” Secara Berlebihan [Redundant use of ‘saying’]. Ucapan tidak langsung dalam bahasa Ibrani Kitab Suci, tidak dikenal; semua ucapan disampaikan secara langsung, entah kata-kata tersebut kata-kata yang sesungguhnya diucapkan atau mewakili makna umum mengenai apa yang telah diucapkan. Kata Ibrani, dengan teliti menghubungkan dengan kata penghubung Yunani, “legon”, “mengatakan” yang dipergunakan untuk memberitahukan suatu kutipan. Contoh, Markus 8:28, “Jawab mereka: Ada yang mengatakan [legontes]”: Yohanes Pembaptis”. Contoh lainnya, lihat Matius 23:1-2; 28:18; Lukas 14:3; 24:6-7.

10. Mengontraskan Secara Ekstrem [Contrast in extreme terms]. Kontradiksi, dalam bahasa Ibrani terkadang dipergunakan dengan tujuan penekanan. Kata-kata dalam Maleakhi 1:2-3, “Aku mengasihi kamu,” firman YHVH. Tetapi kamu berkata: “Dengan cara bagaimanakah Engkau mengasihi kami?” “Bukankah Esau itu kakak Yakub?” demikianlah firman YHVH, “Namun Aku mengasihi Yakub, tetapi membenci Esau. Sebab itu Aku membuat pegunungannya menjadi sunyi sepi dan tanah pusakanya Kujadikan padang gurun.” Kalimat, “Namun Aku mengasihi Yakub, tetapi membenci Esau”, mencirikan ungkapan Ibrani. Contoh dalam Kitab Perjanjian Baru adalah pernyataan serius [solemn affirmation] dari Tuan Yehoshua, “Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, istrinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku” [Luk 14:26], apa yang Yehoshua maksudkan dengan ucapan tersebut, bahwa para murid-Nya seharusnya memberikan seluruh sasaran kasihnya, menjadi yang kedua dibandingkan hubungannya dengan diri-Nya—makna yang setara muncul dalam Matius 10:37, “Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku”. Versi Lukas menyajikan corak khas Ibrani, dari Matius versi Yunani”.

11. Pembukaan Yang Dimulai Dengan, “Sampailah Pada Waktunya” [Intoductory ‘it came to pass’]. Penggunaan kata kerja bahasa Yunani yang ganjil, seperti “egeneto” bersamaan dengan kata kerja lain, terkadang menghasilkan kaitan yang rapat [closely corresponding] dengan idiom Semitik “maka demikianlah itu terjadi” atau “terjadilah demikian”. Ciri Semitisme ini muncul sangat kerap dalam tulisan Lukas dibandingkan lainnya [Markus hanya empat kasus berkaitan dengan hal ini]. Contoh, Lukas 2:6, “And it came to pass, in their being there, the days were fulfilled for her bringing forth” [“Demikanlah terjadi (Yunani: egeneto de) ketika mereka di situ tibalah waktunya bagi Maria untuk bersalin, YLT]. Pengakuan terhadap ketidakwajaran ekspresi berbahasa tersebut, kebanyakan para penerjemah modern mengawali dengan kalimat sederhana, “sementara mereka di sana” [Band. GNB, NIV, JB, NEB, RSV]. Contoh-contoh lain dari idiom ini, lihat Lukas 2:1; 2:6; 2:15; 3:21; 5:1; 5:12; 5:17; 16:1; 6:6; 6:12; 7:11; 8:1; 8:22; 9:18; 9:28; 9:37; 9:51; 11:1; 11:27; 14:1; 17:11; 18:35; 20:1; 22:24; 24:4.

12. Pengganti Kata Sifat [Adjectival substitutes]. Dalam tata bahasa Ibrani, apa yang disebut construct state, secara luas menggantikan kata sifat. Dalam susunan tersebut dua kata benda yang berdiri bersamaan dan kata benda yang kedua [sebagai milik], membatasi atau memberi sifat pada kata benda yang pertama. Bahasa Yunani biasanya menghubungkan dengan penggunaan kasus genitif [milik] terhadap kata benda dalam arti sebagai kata sifat. Dua karakteristik utama idiom Semitik adalah:

· Bentuk genitif kata benda abstrak sebagai pengganti kata sifat

· Penggunaan “putra” atau “anak” [huios] yang diikuti dengan bentuk genitif. Idiom yang pertama, terkadang disebut dengan “Hebrew genitive”, sebagaimana pada kasus Filipi 3:21, saat Paul menjelaskan, “tubuh kita yang hina” [Yunani: “to soma tes tapeinosos” (tubuh kelemahan kita)] dan “tubuh-Nya yang mulia” [Yunani: “toi soumati tes doxes” (tubuh kemulian-Nya)]. Contoh kasus dalam Perjanjian Baru mengenai “huios” dan genitif, termasuk di dalamnya Lukas 10:6, “orang yang layak menerima damai sejahtera” [Yunani: “huios eirenes” (anak damai sejahtera)], 1 Tesalonika 5:5, “orang yang cenderung pada terang” [Yunani: ‘huioi phontos” (anak-anak terang)], Kolose 1:13, “anak kesayangan-Nya” [Yunani: “tou huiou tes agapes autou” (anak cinta-Nya)]

13. Bentuk Future Indikatif Dipergunakan Sebagai Sebuah Perintah [Future indcative used as an imperative]. Bentuk kata kerja Ibrani kebanyakan berhubungan rapat dengan bentuk future indikatif dalam bahasa Yunani yang terkadang dipergunakan untuk mengekpresikan berbagai perintah. Susunan tersebut nampak memengaruhi sebuah bagian seperti pada Markus 9:5, “Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi [he shall be] yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya. ” Dalam bagian ini, penekanan pada yang terbesar diberikan dengan meletakkan bentuk future “hendaklah dia menjadi” [he shall be] sebagai kata perintah. Hal yang sama dapat kita temui dalam Lukas 1:13, “dan haruslah engkau menamai [you shall call] dia Yohanes. Bandingkan pula dengan Matius 19:18-19.

14. Partikel “ei” Mewakili Sikap Penolakan [The particle ei expressing emphatic negation]. Kata Ibrani yang berhubungan dengan kata penghubung “ei” [biasanya diterjemahkan “jika”] dapat menjelaskan kalimat yang mengekspresikan perasaan negatif. Idiom ini nampak memengaruhi dalam sejumlah ayat seperti dalam Ibrani 4:3, “tidak sekali-kali [Yunani: “ei”] mereka akan masuk ke dalam tempat perhentianku” dan Markus 8:12, “tidak sekali-kali [ei] akan diberikan tanda kepada generasi (angkatan) ini”.

15. Kata Kerja dan Kata Benda Yang Seakan Mewakili Penekanan Tertentu [Verb and cognate noun expressing emphasis]. Bentuk kata kerja Ibrani dikenal sebagai infinit absolut yang terkadang berhubungan rapat dengan bentuk lain dari kata kerja yang sama untuk mengekspresikan penekanan tertentu. Dalam Kejadian 2:17 dikatakan, “engkau akan benar-benar mati” [Ibrani: “mot tamut” (secara literal, “engkau akan mengalami kematian yang mematikan”)]. Contoh idiom tersebut muncul dalam Kitab Perjanjian Baru dalam Lukas 22:15 sebagai berikut, “epithumia epethumesa” [secara literal, “dengan kerinduan aku telah merindukan”] yang bermakna “Aku sungguh-sungguh merindukan”. Markus 4:41 adalah contoh yang sama, “ephobethesan phobon megan” [secara literal bermakna, “mereka ketakutan dengan ketakutan yang besar”] yang bermakna, “mereka teramat takut”. Meskipun idiom ini paralel dengan bahasa Yunani klasik, namun Kitab Perjanjian Baru nampaknya berasal dari Septuaginta, khususnya Lukas dan Kisah Rasul.

16. Paralelisme [Paralleism]. Paralelisasi bait dan anak kalimat merupakan karakteristik puisi Semitik dan dapat dengan mudah ditelusuri dalam Kitab Perjanjian baru bahkan yang berupa terjemahan sekalipun. Khotbah di Bukit [Mat 5:3-11] pada mulanya disampaikan dalam bentuk puisi, entahkah dalam bahasa Ibrani atau Aram, nampak nyata dari bentuk paralelisasi yang sampai saat ini dapat kita baca dalam terjemahan berbahasa Inggris. Jejak-jejak paralelisme dapat kita telusuri dalam Himne Lukas [Luk 1-2] dan nubuat Simeon [Lukas 2:34-35]. Bentuk paralelisme lainnya dalam ditemukan dalam dialog dalam Markus 11:9-10, “Hosana! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, diberkatilah Kerajaan yang datang, Kerajaan bapak kita Daud”. Kehadiran sejumlah paralelisme agaknya menolong dalam membedakan apakah bagian demi bagian sebuah naskah akan ditulis dalam format puisi atau gaya prosa.

17. Penggunaan Kata Kerja “Apokrinomai” Secara Berlebihan [Redundant use of the verb apokrinomai]. Ungkapan, “dia menjawab dan berkata” [Yunani: “apokriteis eipen”] sangat mirip dengan idiom Ibrani yang umum. Penggunaan kata kerja “apokrinomai” [aku menjawab] dalam hal ini, terkadang muncul berlebihan [Mat 11:25; 12:38; 12:38; 17:4; 28:5, Mark 9:5; 11:14; 12:35]. Dalam kasus ini, tidak dijumpai pertanyaan yang memerlukan jawaban, maka menjadi menyesatkan jika menerjemahkan kalimat di atas hanya dengan, “dia menjawab” [Band. Matius 11:25 versi KJV, “Jesus answered and said” dengan NIV, “Jesus said”]. Idiom ini sangat luar biasa umum [extremely common] di sepanjang Besorah/ Injil Sinoptik, di mana para penulis Kitab Suci memperlihatkan bahwa mereka mengambil contoh dengan bahasa Septuaginta yang akrab

18. Penggunaan “Idou[The use of idou]. Kata penghubung “idou”, “sesungguhnya”, “lihatlah”, ditemukan di sepanjang Kitab Perjanjian Baru khususnya Kitab Matius dan Lukas yang terkadang dipergunakan untuk meniru yang berkaitan dengan ungkapan Ibrani “hinneh”. Kata ini cukup asli Yunani [band. Dalam bahasa Inggris, “look here!”] namun penggunaannya secara terus menerus merupakan hasil ucapan Semitik yang alamiah. Contoh-contoh dalam Kitab Perjanjian Baru termasuk Matius 1:20; 2:9; 3:16; Luk 1:20; 1:31; 1:36; 2:25, Kis 12:7; Yak 5:9. Dalam terjemahan GNB, NIV, NEB, istilah-istilah tersebut biasanya tidak diterjemahkan.

19. Berbagai Kata-Kata Yang Tidak Perlu atau “Pengisi” Belaka [Various pleonasms or fillers]. Bahasa Ibrani biasanya menggambarkan aktivitas secara detail yang mana dalam bahasa Yunani tidak diperlukan, sekalipun nampaknya bersemangat, sebagaimana contoh, “dia bangun dan pergi”, “dia meninggikan matanya dan melihat”, “dia mengambil dan menanam”. Bandingkan Matius 13:33; 13:46; 25:16; Lukas 15:18, Kis 5:17. Kata kerja “archomai” [saya memulai] muncul sangat kerap dan dipergunakan secara pleonastis [Mark 1:45; 5:17; 6:7] namun kasus ini tidak muncul berlebihan dalam Kis 1:1 [Kisah Rasul melanjutkan apa yang sebenarnya Yehoshua mulai lakukan dan ajarkan]

20. Pengalihan Kata [Transliterations]. Pengaruh yang teramat nyata dari bahasa Semitik terhadap Kitab Perjanjian Baru, dapat disebutkan diantaranya kata-kata Ibrani dan Aram yang secara apa adanya dipindahkan dalam bahasa Yunani seperti: allelouia, amen, geena, korban, manna, pascha, sabaoth, sabbaton, dan satanas. Kosakata Aram dapat terlihat sebagai berikut: abba, ephphata, korbanas, mammonas, maranatha, rabbi, raca, talitha koumi, eloi-eloi lama sabachthani.

21. Makna Kata-Kata Yang Sudah Jelas [The meaning of certain words]. Nampaknya pengaruh yang amat luar biasa dari bahasa Semitik terhadap Kitab Perjanjian Baru berbahasa Yunani adalah makna dari beberapa istilah etis dan teologis. Sudut pandang orang Yunani terhadap agama dan moral, berbeda jauh dengan sudut pandang Yahudi, dan istilah-istilah Yunani yang dipergunakan, tentunya mencerminkan sudut pandang orang Yunani. Namun para penerjemah Septuaginta mempergunakan istilah-istilah tersebut untuk menghadirkan kata-kata Ibrani yang mencerminkan makna Yahudi sehingga memberikan makna baru terhadap bahasa Yunani tersebut. Makna baru ini biasanya dilekatkan pada kata-kata saat mereka mempergunakannya dalam penulisan Kitab Perjanjian Baru.

Salah satu contoh adalah kata “nomos” yang biasanya diterjemahkan sebagai “hukum”. Dalam bahasa Yunani, makna dasar “nomos” adalah “kebiasaan”, “adat” ,”kesepakatan” karena orang-orang Yunani berpandangan bahwa hukum merupakan sekumpulan berbagai kebiasaan/ adat istiadat. Namun dalam Septuaginta kata tersebut dipergunakan sebagai ekuivalen [persamaan] terhadap istilah Taurat yang secara ketat bermakna “instruksi’, “petunjuk” yang juga dikenakan pada kelima kitab Musa. Bagi orang-orang Ibrani, hukum bukanlah sekumpulan kebiasaan atau adat istiadat, melainkan pengilhaman Tuhan yang diberikan pada Musa dan penerusnya. Sehingga ketika Kitab Perjanjian Baru menuliskan tentang hukum, bukan dalam arti kesepakatan manusia melainkan dalam pengertian pewahyuan YHVH, yaitu kata benda nomos yang siap di tangan. Hal yang serupa banyak ditemui pada sejumlah kata-kata, termasuk nama-nama dan gelar-gelar mahluk-mahluk surgawi, istilah-istilah kejiwaan dan kata-kata yang berkaitan dengan sejumlah konsep teologi seperti “kebenaran”, “kasih karunia”, “dosa”, “penebusan”, “pengorbanan”, “perdamaian”, “pendamaian”.

Catatan Kaki:

[1] Joseph Henry Thayer, “Language of the New Testament”, dalam A Dictionary of the Bible, diedit oleh James Hastings, Vol III [Edinburgh, 1898], hal. 40.

*) Judul asli: “The Semitic Style of the New Testament”, Michael D. Marlowe, www. bible-researcher.com, diterjemahkan oleh Teguh Hindarto, MTh., Forum Study Messianica, 2008 disunting oleh Sandy Arifiadie.

(www.sammy-summer.co.cc)

Comments (0)

Post a Comment