Jangan Lagi Tambal Sulam Listrik

Posted by mochihotoru | Posted in , , , , | Posted on 6:11:00 PM

Oleh Ryan Alfian Noor

Permasalahan persediaan jumlah daya listrik Indonesia merupakan hal yang tak asing lagi untuk diartikulasikan sebabnya. Pangkal permasalahannya sebenarnya sederhana, yaitu kuantitas penambahan energi listrik yang tak seimbang dengan pertambahan penduduk dan industri Indonesia yang meningkat setiap tahunnya.

Walhasil, pemadaman listrik di beberapa daerah di Indonesia dalam jangka waktu tertentu pun tidak dapat terhindarkan lagi. Hingga detik ini negara kita masih suka menggunakan prinsip “tambal sulam listrik”. Maksudnya adalah kekurangan daya listrik di suatu tempat, diatasi sementara dengan menutupi sementara kekurangan tersebut dengan mengambil jatah daya listrik di tempat lain.

Pemadaman bergilir pun tidak dapat dihindarkan. Hal ini menjadi sebuah pil pahit yang harus ditelan oleh seluruh penduduk Indonesia. Bukan hanya sampai di situ, beberapa industri Indonesia yang memerlukan pasokan listrik besar pun harus tertatih-tatih menghadapi cara seperti ini. Secara sosio-geografis, sebenarnya konsumsi daya listrik diserap paling banyak pada sistem interkoneksi Jawa-Bali dibandingkan dengan sistem koneksi pulau-pulau lainnya.

Hal ini terjadi karena jumlah penduduk dan konsentrasi kegiatan ekonomi dan industri masih terpusat di Jawa. Tidak tanggung-tanggung, lebih 80% konsumsi tadi habis di Pulau Jawa. Itu pun masih ditambah pula dengan praktik tambal sulam listrik. Hal ini sangat kontradiktif dengan beredarnya fakta saat ini yang menyatakan bahwa Pulau Jawa sangat kaya dengan sumber energi listrik yang murah. Baik dari segi pengangkutan maupun efisiensi energinya.

Sebut saja sumber listrik terbesar yang dimiliki Indonesia satu ini. Karena banyaknya sebaran gunung berapi aktif di Indonesia, membuat negeri ini kaya akan potensi akan energi geotermal, terutama di Pulau Jawa. Potensi energi panas buminya diperkirakan sekitar 28.000 MW oleh pihak ESDM. Potensi yang begitu besar seharusnya dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk memenuhi pemenuhan energi listriknya yaitu sekitar 10.000 MW yang ditargetkan oleh negara.

Memperhatikan aspek-aspek teknoekonomi terkait dengan sistem energi baru tadi, sasaran, dan kebijakan energi, terutama kebijakan diversifikasi dan dampak lingkungan khususnya di Jawa-Bali yang telah terintegrasi dengan transmisi-interkoneksi, maka seharusnya pemerintah mendahulukan dan mengoptimalkan penggunaan potensi sumber listrik yang ada di tempat itu.

Lantas bagaimana nasib pasokan listrik di berbagai pulau Indonesia lainnya? Solusi yang harus dilakukan pemerintah adalah melakukan pembangunan pembangkit listrik alternatif pengganti mesin diesel sesuai dengan kapasitas dan kemampuan daerahnya. Kalimantan memiliki potensi batu bara sebagai tenaga uap, Sumatra memiliki potensi gas alam sebagai tenaga gasnya, Papua memiliki potensi arus laut sebagai tenaga mikro-hidronya, dan pulau-pulau lainnya sesuai dengan karakternya.

http://frandi.rumahfrandi.com/blog/wp-content/uploads/2009/11/mati-lampu.jpg

Kini yang menjadi pertanyaan terakhir adalah berani dan mampukah pemerintah melakukan gebrakan kemandirian energi dan listrik ini? Bisa jadi investasinya besar dan reformasi birokrasinya pun bisa dikatakan sulit. Namun yang harus kita yakini adalah hal ini akan berdampak sistemik lebih besar lagi di masa yang akan datang. Tambal sulam listrik tidak akan terjadi lagi, anak cucu kita tidak akan lagi kekurangan pasokan listrik, pun roda gerak industri Indonesia akan semakin lancar untuk memajukan perekonomian Indonesia.

*) Mahasiswa Teknik Perminyakan, Menteri Koordinator 1 Kabinet KM ITB

Sumber: Okezone

Comments (0)

Post a Comment