Hadis Tidak Ditulis pada Masa Rasul?

Posted by mochihotoru | Posted in , , | Posted on 4:50:00 PM

Oleh Abu Annisa

Harun menulis dalam bukunya bahwa Umar membatalkan niatnya menulis Hadis, seperti kutipan berikut ini. "Umar bin Khattab pernah berniat mengumpulkan Hadis dan mencatatnya. Beliau kemudian mengurungkan niatnya karena takut bercampurnya Alquran dengan Hadis." Barangkali, inilah alasan Harun—tanpa mencantumkan sumbernya, sebuah sikap tidak teliti dalam penelitian ilmiah—bahwa tidak terjadi penulisan Hadis pada masa Muhammad. Riwayat ini berasal dari Urwah bin Zubair yang menyebutkan bahwa Umar bin Khattab bermaksud menulis Hadis. Beliau lalu meminta pendapat para sahabat Rasul Allah dan mereka memberi isyarat setuju. Umar lalu melakukan istikharah kepada Allah selama sebulan sehingga akhirnya beliau berkata tegas pada suatu kali, "Sungguh, dulu aku ingin menulis sunnah-sunnah. Aku pernah menyebut suatu umat sebelum kalian yang menulis berbagai buku hingga mereka sibuk dan meninggalkan kitab Allah Demi Allah, aku tidak ingin mencampurkan kitab Allah dengan apa pun—selamanya." (Ahmad bin Ali al-Khatib al-Baghdadi (392-463 H), Taqyid al-'Ilm, tahkik Yusuf al-'Isy, Dar Ihya' as-Sunnah an-Nabawiyyah, Dimasyq, cet. kedua, tahun 1974, hlm. 49).

Riwayat ini dibantah dari berbagai segi. Pertama, riwayat Urwah bin Zubair dari Umar bin Khattab ini terputus sanadnya. Dengan sendirinya, riwayat ini lemah dan tidak bisa dijadikan hujjah (bukti). (Ibn al-Hajar al-'Asqalani, Tahzib at-Tahzib, Da'irat al-Ma'arif an-Nizhamiyah, Heidarabad abad, India, cet. pertama, 1325 H, juz 7, hlm. 183, berkata Mush'ab az-Zubayri: "Urwah lahir pada tahun keenam dari kelahiran Usman.").

Kedua, kalaupun riwayat ini dianggap sahih, di dalamnya ada isyarat kesepakatan (ijma') para sahabat untuk melakukan penulisan, saat Umar meminta pendapat mereka. Dengan kata lain, mereka tidak mengetahui adanya larangan Rasul Allah terhadap penulisan Hadis. Jika mereka tahu larangan itu ada, pastilah mereka menolak niat Umar untuk menulis hadis. Hal ini tidak terjadi. Sebaliknya, mereka justru sepakat dengan usulan Umar. Oleh karena itu, batalnya rencana Umar menulis Hadis tidak didasari Hadis Rasul Allah ataupun sidang musyawarah para sahabat, tetapi semata-mata didasari pada ijtihad (pembaruan) pribadinya. Pertimbangannya, seperti dibayangkan oleh Dr. Al-Aazhami, mungkin tujuan Umar adalah memberikan prioritas terhadap kitab Allah karena redaksi dan maknanya harus dihafal. Ini berbeda dengan hadis yang cukup dihafal maknanya, dan itu relatif lebih mudah." (Mushthafa al-A'zhami, Dirasat fi Hadis an-Nabawi wa Tarikh Tadwinih, Thab'at as-Su'udiyah, cet. ketiga, tahun 1401 H, juz 1, hlm. 133).

Dari sisi lain, kalaupun riwayat ini sahih, kekhawatiran itu hanya terjadi pada masa Umar dan kemudian sirna. Urwah sendiri menceritakan, "Dulu kami berpendapat untuk tidak menulis kitab apa pun kecuali Alquran sehingga kuhapus semua bukuku. Demi Allah, aku mendambakan sekiranya buku-buku milikku itu ada padaku dan kitab Allhah terus selesai ditulis." (Ibn al-Hajar al-'Asqalani, Tahzib at-Tahzib, Da'irat al-Ma'arif an-Nizhamiyah, Heidarabad abad, India, cet. pertama, 1325 H, juz 7, hlm. 183).

Maksudnya, proses penulisan Alquran sudah selesai dan Hadis berfungsi sebagai penjelas Alquran. Dengan demikian, kekhawatiran bahwa sibuk dengan Hadis membuat orang meninggalkan Alquran tidak lagi ada. (Abdul ar-Rahman al-Mu'allami, Al-Anwar al-Kasyifah, hlm. 38).

Selanjutnya, di sini akan dipaparkan bukti penulisan. Bukti ini adalah bantahan atas tuduhan Harun bahwa sunnah belum ditulis dan dihafal pada masa Nabi.

Secara individu, kodifikasi Hadis sudah langsung dilakukan pada masa Nabi, sahabat, dan tabi'in (murid para sahabat). Artinya, tidak diabaikan seperti anggapan Harun dan kawan-kawannya sehingga terjadi pemalsuan.

Menurut Harun, sangat sulit membedakan antara hadis sahih dan palsu. Anggapan ini jelas keliru, sebab penghafalan dan penulisan Hadis dalam lembaran dilakukan secara bersamaan. Terdapat banyak riwayat dalam kitab-kitab Hadis yang merujuk pada shahifah-shahifah para sahabat.

Ibnu Abdil Barr meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Jafar Muhammad bin Ali. Ia berkata bahwa pada sarung pedang Rasul Allah ditemukan sebuah catatan bertuliskan "Terkutuklah orang yang mencuri batas tanah, orang yang menjadikan wali terhadap orang yang bukan haknya, dan orang yang mengingkari nikmat karunia dari orang yang memberinya." (Ibnu Abdil Barr, Jami Bayan al-'Ilm Fadhlih, juz 1, hlm. 86).

Nafi meriwayatkan dari Abdullah bin Umar bahwa dia pernah menemukan catatan pada sarung pedang ayahnya, berisi keterangan tentang zakat hewan ternak. Al-Khatib al-Baghdadi (392-463 H), Al-Kifayah fi 'Ilm ar-Riwayah, hlm. 354; Thahir bin Shalih al-Jaza'iri, Tawjih an-Nazhar Ila Ushul al-Atsar, hlm. 348).

Di antara lembaran-lembaran yang terkenal pada masa sahabat adalah milik Pemimpin Kaum Percaya, Ali bin Abi Talib, yang ia gantungkan di pedangnya. Lembaran ini memuat Hadis-Hadis yang berbicara soal diyat (denda), zakat, kemuliaan Kota Madinah, dan ketentuan bahwa seorang muslim tidak dibunuh karena membunuh seorang kafir (yaitu kafir harbi yang menyerang pertama kali), dan masalah-masalah lainnya. (Lihat kata pengantar Prof. Dr. Rif'at Fauzi pada Shahifah al-Hammam Ibn Munabbih, hlm. 4).

Abu Hurairah (59 H) yang terkenal dengan hafalan Hadisnya juga bahkan menyimpan catatan Hadis-Hadis Rasul Allah Fudhail bin Hasan bin Amr bin Umayyah adh-Dhamari menceritakan dari ayahnya bahwa dia berkata, "Aku memberi tahu Abu Hurairah tentang sebuah Hadis dan ia mengingkarinya. Aku berkata, 'Aku mendengarnya dari Anda.' Abu Hurairah berkata, 'Jika mendengar dariku, pasti pernah kutulis.' Lalu ia membawaku ke rumahnya, ia memperlihatkan kepadaku buku-buku yang banyak, memuat Hadis-Hadis Rasul Allah dan beliau mendapati Hadis tersebut. Abu Hurairah lalu berkata, 'Seperti kukatakan, jika aku pernah memberitahukanmu, berarti Hadis itu tercatat padaku'." (Lihat Ibnu Abdil Barr, Jami Bayan al-'Ilm Fadhlih, juz 1, hlm. 89).

Lembaran lain adalah Shahifah ash-Shadiqah yang ditulis Abdullah bin Amr (7-65 H). Seperti diketahui, Rasul Allah mengizinkannya menulis Hadis karena dikenal tekun dan cakap membuat catatan. Wajar jika ia banyak menulis Hadis dari Rasul Allah Lembaran milik Abdullah bin Amr ini memuat 1.000 Hadis seperti disebutkan Ibnul Asir. (Ali bin Muhammad al-Jazari (555-630 H), Usud al-Ghabah fi Ma'rifat ash-Shahabah, tahkik: Muhmmad Ibrahim al-Banna dkk, Thab'at asy-Sya'b, Kairo, tahun 1970, juz 3, hlm. 349). Mujahid bin Jabar (21-104) pernah melihatnya langsung di tangan Abdullah bin Amr, lalu dia menemuinya untuk mendapatkannya. Maka, Abdullah berkata, "Diamlah wahai putra Bani Makhzum." Mujahid berkata, "Aku tidak menuli apa-apa." Ia berkata, "Ini adalah Ash-Shadiqah yang memuat Hadis-Hadis saya dengar langsung dari Rasul Allah, tanpa perantara sama sekali." (Al-Hasan bin Abd ar-Rahman ar-Ramahurmuzi, Al-Muhaddits al-Fashil baina ar-Rawi wal Wa'i, hlm. 369; Al-Khatib al-Baghdadi, Taqyid al-'Ilm, hlm. 84).

Lembaran ini bernilai penting secara ilmiah. Ini adalah dokumen sejarah yang menjadi bukti penulisan Hadis dengan izin Rasul.

Selain itu, terdapat juga shahifah milik Jabir bin Abdullah al-Anshari (16-78 H) dan Shahifah ash-Shahifah milik Hammam bin Munabbih (4-131 H).

Lembaran ini memiliki nilai sejarah sekaligus mementahkan tuduhan mereka yang meragukan kodifikasi Hadis sebelum abad kedua Hijriah, sebab Hammam, salah seorang ulama kalangan tabi'in, berjumpa dengan Abu Hurairah. Tidak diragukan lagi, ia menulis langsung dari Abu Hurairah di masa hidupnya karena Abu Hurairah wafat pada tahun 59 H. Artinya, pencatatan dilakukan sebelum tahun ini atau pertengahan abad pertama.

Lembaran ini berhasil sampai pada kita secara utuh, persis seperti riwayat dan catatan Hammam dari Abu Hurairah. Lembaran ini pertama kali ditemukan dan ditahkik oleh Dr. Muhammad Humaidillah. Selanjutnya, tahkik kedua dilakukan oleh Dr. Rif'at Fauzi dengan menambahkan beberapa keterangan penting. Lembaran ini memuat 138 Hadis, tepat seperti keterangan Ibnu Hajar bahwa Hammam mendengar sekitar 140 Hadis dari Abu Hurairah dengan satu sanad. (Ibnu Hajar, At-Tahzib, op.cit., juz 11, hlm. 67).

Masih banyak riwayat-riwayat lain yang menerangkan bahwa para sahabat telah mengodifikasikan Hadis sebelum abad kedua Hijriah. Ini membuktikan bahwa para ulama telah melakukan kodifikasi sebelum Umar bin Abdul Aziz memerintahkannya.

Bukti dan keterangan di atas semoga dapat menjawab penilaian Dr. Harun Nasution bahwa Hadis belum ditulis pada masa Rasul Allah Sebaliknya, fakta membuktikan bahwa penulisan Hadis telah terjadi sejak masa awal Rasul Allah.

*) Diadaptasi dari Sunnah di Bawah Ancaman: Dari Snouck Hurgronje hingga Harun Nasution, Dr. Daud Rasyid, M.A. (Bandung: Syaamil, 2006), hlm. 37-51

(www.sammy-summer.co.cc)

Comments (0)

Post a Comment