STOP PENUTUPAN TEMPAT IBADAH!

Posted by mochihotoru | Posted in , , , , | Posted on 9:17:00 PM

Oleh: Binsar Antoni

Peristiwa pembatasan ibadah dan penutupan serta perusakan tempat ibadah di Indonesia telah mencapai ribuan kasus, jika tidak ada ketegasan pemerintah, peristiwa itu tetap akan terus terjadi.

Ketua Komnas HAM, Ifdhal Kasim, ketika menerima pengaduan Himpunan Warga Gereja Indonesia (HAGAI) di Jakarta, Senin 14 Januari 2008 menegaskan, tindakan anarkis perusakan dan penutupan Gereja termasuk pemukulan terhadap jemaat gereja merupakan pelanggaran HAM, pemerintah mesti menindak tegas oknum-oknum yang melakukan tindakan anarkis tersebut. Ketidaktegasan pemerintah dalam menangani kasus-kasus terkait pembatasan ibadah, penutupan dan perusakan tempat ibadah memuat peristiwa itu terus terulang. Komnas HAM menurutnya akan meminta presiden agar melakukan inisiatif yang lebih konkret untuk menyelesaikan masalah ini seperti pernyataan politik dari pemerintah untuk melarang tindakan anarkis terhadap penutupan rumah-rumah ibadah. Sayangnya beberapa minggu lalu tiga gereja di Bekasi (GEKINDO, HKBP, GPDI) dibongkar massa dan aparat yang langsung dipimpin oleh Camat Bekasi.

http://www.riauterkini.com/gambar/30mei08.JPG

Forum Komunikasi Kristiani Jakarta (FKKJ) mencatat, sejak 13 September 1969 hingga 21 Maret 2006, sudah ada 950 Gereja yang dirusak atau dibakar. Dan, sejak 21 Maret 2006 hingga 17 Agustus 2007 terdapat 67 Gereja yang mendapat tekanan dan gangguan. Menurut Data Konferensi Wali gereja (KWI) dan Persekutuan Gereja Indonesia (PGI), sejak penetapan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Neger No. 9/2006 dan No. 8 /2006 sebagai revisi Surat Keputusan Bersama (SKB) Dua menteri No. 1/1969, hingga kini, telah terjadi 108 peristiwa pembatasan ibadah, perusakan Gereja di seluruh Indonesia. Pemerintah ternyata bukan hanya tidak tegas, tetapi menjadi bagian dari penutupan Gereja, seperti yang dipertontonkan Camat Bekasi.

Tentang Kebebasan Beribadah

Pasal 18 dari Deklarasi Universal HAM secara gamblang menerangkan bahwa “Hak Kebebasan Beragama adalah kemerdekaan untuk memeluk agama yang didasarkan pada kehendak bebas manusia, sesuai dengan keinginan hati nuraninya. Tidak seorangpun dapat dipaksa untuk menyembah apa yang dia ingin sembah atau apa yang ia tidak ingin menyembahnya.” Keyakinan akan kebenaran itu juga sudah dirumuskan dalam konstitusi Republik Indonesia, sebelum deklarasi universal HAM itu ditetapkan, artinya, tindakan pembatasan ibadah dan perusakan tempat ibadah di Indonesia adalah pelanggaran hukum, dan harus menerima sanksi hukum.

Menurut deklarasi universal HAM, secara lebih luas lagi, kebebasan beragama juga berarti kemerdekaan berkumpul untuk melaksanakan aktivitas agama yang bersifat komunal, dengan pendirian tempat-tempat ibadah. Persoalan bagaimana cara orang melaksanakan aktivitas agamanya, itu bergantung pada dirinya. Kita tidak boleh menjadi hakim atas pilihan agama seseorang. Untuk itu kita perlu merenungkan apa yang dikatakan Martin Luther, “dalam hati nuraninya manusia adalah raja, manusia bebas memilih apa yang dipercaya, sesuai dengan panggilan hati nuraninya.” Jika sang pencipta yang berkuasa atas alam semesta ini membiarkan pada ciptaannya untuk memilih siapa yang ingin disembahnya, siapakah kita yang berani menghalangi kebebasan orang lain untuk beribadah?

Aktivitas penyembahan agama secara komunal, yang biasanya dilakukan dalam tempat ibadah, yang dibangun oleh komunitas agama apapun, tidak boleh dibatasi atau dihalang-halangi, karena hak menyembah Tuhan sesuai dengan keyakinan dan agama seseorang baik pribadi maupun secara berkelompok bukan sesuatu yang diberikan oleh pemerintah, atau manusia lainnya, melainkan diberikan oleh Tuhan.

http://www.dw-world.de/image/0,,3602911_4,00.jpg


http://www.fica.org/hr/jakarta/penabur/Gereja%20Bethel%20Indonesia1.jpg

Pernyataan Ketua Komnas HAM bahwa perusakan Gereja (salah satu jenis rumah ibadah) merupakan pelanggaran HAM adalah tepat, dan sesuai dengan konstitusi Indonesia sudah seharusnya pemerintah melakukan tindakan tegas terhadap oknum tindak pelanggaran HAM itu, dengan tindakan tegas tersebut diharapkan pelaku perusakan tempat ibadah itu akan berpikir panjang ketika melakukannya kembali.

Tanggung Jawab Pemerintah

Jaminan konstitusi untuk setiap orang boleh beribadah menurut kepercayaannya masing-masing, baik secara individu maupun kolektif dalam tempat ibadah, implementasinya menjadi tanggung jawab pemerintah, karena itu pembiaran tindakan anarkis terhadap segala tindakan yang mengganggu kebebasan beribadah, termasuk kenyaman beribadah dalam tempat ibadah adalah tanggung jawab pemerintah. Pemerintah tidak bisa mengutarakan dalih apapun atas pembiaran tindakan kekerasan yang terkait dengan agama, yang berseliweran akhir-akhir ini, dan telah membuat keresahan dalam masyarakat. Tugas pemerintah yang utama adalah melindungi kebebasan warganya dalam beribadah, persoalan mana agama yang benar, mana yang tidak benar atau mana yang dikelompokkan pada bidat bukanlah urusan pemerintah. Tugas pemerintah juga adalah agar kebebasan agama tertentu tidak membatasi kebebasan agama yang lainnya, disini netralitas aparat keamanan sebagai tangan pemerintah untuk melakukan penertiban terhadap kejadian yang mengganggu ketertiban umum yang terkait dengan agama memiliki peran penting bagi terciptanya kehidupan yang harmonis antaragama-agama.

Peran Umat beragama

Kebebasan beragama secara bersamaan juga merupakan kewajiban untuk menjaga dan melindungi umat beragama lain agar dapat melaksanakan kebebasan beragamanya, baik secara pribadi maupun berkelompok. Maka pelaksanaan kebebasan beragama seseorang tidak boleh membatasi kebebasan beragama orang lain. Adanya hukum yang mengatur kebebasan beragama bukanlah untuk menghalangi kebebasan beragama, melainkan agar kebebasan beragama itu dapat dinikmati secara maksimal oleh semua orang yang beragama. Kebenaran ini mensyaratkan, untuk terciptanya kerukunan antarumat beragama harus ada kebebasan beragama, barulah kerukunan menjadi kerukunan yang murni, karena tak ada pembelengguan kebebasan yang terjadi dalam usaha menghadirkan kerukunan. Sebaliknya, penciptaan kerukunan beragama dengan pembatasan kebebasan beragama hanya akan menciptakan kerukunan semua yang tak berfaedah apa-apa, seperti menyimpan bom waktu yang tiap saat dapat meledak dan dapat meluluh lantakkan kerukunan semu itu.

Jelaslah, dalam dunia yang penuh dengan kejahatan ini, kebebasan beragama tidak dengan sendirinya dapat tercipta, itu mesti diperjuangkan. Selain itu, menjadi tugas pemerintah menjaga hak kebebasan beragama individu maupun komunitas agama yang ada, karena itu pemerintah harus bertindak tegas, supaya penutupan rumah ibadah tidak terus terjadi. Namun, umat beragama juga harus menjaga hak kebebasan beribadah umat beragama lain, karena dengan itu hak-hak kita untuk beribadah juga terjaga dengan baik.

Sumber: gratias21.blogspot.com

(www.sammy-summer.co.cc)

Comments (0)

Post a Comment