KAJI ULANG, 22 JUNI BUKAN HARI LAHIR KOTA JAKARTA?

Posted by mochihotoru | Posted in , , , , | Posted on 7:18:00 PM

Tanggal 22 Juni Hari Ulang Tahun siapa? Kota Jakarta sudah memasuki 483 tahun berdasarkan perhitungan lahirnya, yakni 22 Juni 1527. Seperti halnya kebanyakan orang Betawi yang tidak mau tahu tanggal dan hari lahir, semua setuju saja tanggal 22 Juni sebagai HUT Jakarta. Kota Jakarta, mungkin karena benda mati, tidak tahu dan setuju saja ketika ditetapkan 22 Juni 1527 sebagai kelahirannya tanpa menguji lebih jauh.


http://hartanto.files.wordpress.com/2008/06/jigsaw2770037.jpg

Sebagai generasi kritis, sudah waktunya kita bertanya: 22 Juni yang ulang tahun siapa? Mengapa? Budayawan Betawi yang baru saja ditetapkan Universiti Kebangsaan Malaysia sebagai Sejarahwan dan Budayawan Betawi, Drs. H. Ridwan Saidi, ternyata sejak tahun 1988 sudah mengajak banyak pihak menguji penetapan tanggal 22 Juni sebagai kelahiran kota Jakarta.

Kita tengok ke belakang selintas, akan kita dapati prosesi sejarah Bandar Kalapa yang sejak abad XV sudah menjadi bagian dari kekuasaan Kerajaan Sunda Padjadjaran. Pada tahun 1520, Kerajaan Sunda Padjadjaran mengutus Wak Item, orang dari Kerajaan Tanjung Jaya, yang juga merupakan bagian dari kerajaan Sunda Padjadjaran. Disebut Wak Item, karena berpakaian serba item (hitam) seperti suku Baduy. Dalam kajian sejarah, Wak Item merupakan proto-manusia Betawi (belum dipastikan sebagai suku Betawi). Wak Item ditugaskan sebagai Xabandar (syahbandar) Bandar Kalapa atau dikenal Pelabuhan Sunda Kelapa.

Menurut F. De Haan (1932) dalam buku “Oud Batavia” tugas-tugas Xabandar adalah: mencatat keluar masuk kapal, mengatur bisnis dan mencatat jumlah penduduk. Dalam Prasasti Padrao dijelaskan adanya perjanjian antara Kerajaan Sunda Padjadjaran dengan Portugis, antara lain berisikan: Protusgis diberi hak membangun loji atau benteng di sekitar Bandar Kalapa.

Pelabuhan Sunda Kelapa adalah pintu masuk perdagangan yang ramai pada zaman itu, sehingga merangsang pihak manapun untuk menguasainya. Fatahillah (Falatehan) kemudian menjadi utusan Sunan Gunung Jati untuk merebut Bandar Kalapa. Kemenangan Fatahillah 22 Juni 1527 dijadikan sandaran menetapkan perubahan Sunda Kelapa menjadi Jayakarta dan kemudian berubah menjadi Jakarta. Kemenangan ini disebut “Fathan Mubina” kemenangan besar dan nyata, dan Fatahillah disanjung sebagai pahlawan, kemudian tanggal kemenangannya ditetapkan sebagai hari ulang tahun kota Jakarta.

Benarkah tanggal 22 Juni sebagai ketetapan tanggal kelahiran yang teruji sejarah dan jadi acuan Pemerintah Kota Jakarta? Penggagas penetapan hari kelahiran Jakarta adalah Sudiro, Walikota Djakarta Raja (1958-1960). Pada saat berkuasa itu, Sudiro meminta kepada Mr. M. Yamin, Sudarjo Tjokrosiswono (wartawan) dan Mr. DR. Sukanto (sejarahwan) untuk mengkaji sejarah kelahiran kota Jakarta yang akan ditetapkan sebagai HUT Jakarta di kemudian hari.

Sukanto dalam penelitiannya menggunakan perhitungan berdasarkan almanak Jawa dan Islam, karena dianggap Fatahillah adalah Muslim yang menghormati adat Jawa. Almanak Jawa digunakan berdasarkan penghitungan masa panen. Untuk itu Sukanto “memperkirakan” nama Djakarta diberikan beberapa bulan setelah Maret 1527, berkaitan dengan mangsa panen. Sementara Prof. Dr. Husein Djajadiningrat meragukan tanggal satu mangsa kesatu pada 1527 jatuh pada 22 Juni Masehi.

Dr. J. A. Brandes, ahli kebudayaan Jawa, menetapkan masa panen adalah mangsa kesepuluh (Kasadasa) yang jatuh pada 12 April sampai 11 Mei. Djajadiningrat menyatakan bahwa berdasarkan penanggalan Islam selalu dikaitkan dengan hari besar Islam atau bulan-bulan Hijriah. Patut diperhatikan bahwa bulan Rabiul Awal 933 H berlangsung sampai tanggal 4 Januari 1527. Sehingga ada kemungkinan penggantian nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta oleh Fatahillah terjadi antara tanggal 17 Desember sampai 4 Januari 1527.

Polemik 22 Juni untuk ditetapkan sebagai hari kelahiran kota Jakarta berlangsung cukup lama. Kemudian A. Heuken SJ menekankan keraguannya terhadap penetapan 22 Juni sebagai tanggal lahir Jayakarta. Di dalam kompilasi sumber-sumber sejarah Jakarta abad V (yang tertua) sampai tahun 1630 yang disusun oleh A. Heuken SJ, ditunjukkan bahwa penggantian nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta yang dilakukan Fatahillah yang dijadikan oleh Soekanto untuk menetapkan ulang tahun kota Jakarta “TIDAK TERBUKTI OLEH DATA SEJARAH MANAPUN”. Dengan begitu masihkah ada data bahwa sejarah memberikan informasi kebenaran tanggal 22 Juni sebagai kelahiran kota Jakarta? (Monalohanda, Arsip Nasional RI)

Akhirnya diakui oleh Soediro bahwa penetapan tanggal 22 Juni sebagai tanda kelahiran kota Jakarta semata-mata adalah keputusan politik, tanpa mau mengujinya dari sisi pandang manapun berdasarkan fakta ilmiah. Pada Sidang Dewan Perwakilan Kota Djakarta Sementara 1956 diputuskan tanggal 22 Juni sebagai tanggal ulang tahun kota Jakarta hingga sekarang. Sangat disayangkan, tidak ada yang mau peduli benar salahnya tanggal 22 Juni sebagai ketetapan Ulang Tahun Kota Jakarta. Sungguh ironis, kota yang jadi pusat kekuasaan, ibukota Negara, warga kotanya mau menerima begitu saja keputusan politik 1956 tanpa kemauan mengkaji ulang kebenarannya.

Menurut Ridwan Saidi, Labuhan Kalapa dikuasai Kerajaan Sunda Padjadjaran dan Orang Betawi sebagai pelaksana yang mengurusi Labuhan Kalapa. Pada saat Fatahillah menyerbu Labuhan Kalapa, ada 3.000 rumah orang Betawi yang dibumihanguskan (menurut buku de Quoto, 1531) pasukan Fatahillah yang jumlahnya ribuan. Penduduk Betawi ini kemudian berlarian ke bukit-bukit hidup bagai Tarzan.

Menurut Ridwan Saidi, Wak Item sebagai Xabandar Labuhan Kalapa hanya punya pasukan pengikut sebanyak 20 orang. Dengan gigih melawan pasukan Fatahillah, walau akhirnya semua tewas, mati syahid melawan penjajah dari Jawa. Xabandar Wak Item tewas dan ditenggelamkan ke laut oleh pasukan Fatahillah, sementara 20 orang pengikutnya semua juga tewas (Babad Cirebon).

Menurut Ridwan Saidi, tidak pernah ada pertempuran antara Fatahillah dengan Portugis, karena armada Fransisco de Xa tenggelam diperairan Ceylon (Sri Lanka). Jadi yang menghadapi Pasukan Fatahillah adalah Xabandar Wak Item dengan pengawal-pengawalnya yang berjumlah 20 orang. Ketika Fatahillah menguasai Bandar Kalapa, maka orang-orang Betawi yang ada, tidak boleh mencari nafkah sekitar Bandar Labuhan (Hikayat Tumenggung Al Wazir).

Orang-orang Betawi yang pindah karena rumah-rumah mereka dibumihanguskan tersebar di sekitar Tambora dan Tana Sereal (Jakarta Barat sekarang). Kalau kemudian hari orang Betawi membantu VOC menghancurkan kerajaan Jayakarta, adalah wajar karena dendam orang terusir. Dalam waktu enam jam pada tahun 1619, kerajaan Jayakarta takluk pada VOC karena orang Betawi membantu.

Kembali pada kajian penetapan tanggal 22 Juni sebagai kelahiran kota Jakarta, di mana ditetapkan perubahan nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta dan kemudian menjadi Jakarta, ternyata masih misteri dan kita tak usah meyakin-yakinkan diri kebenaran ini. Sebagai keputusan politik, tentu saja kita masih bisa mengubahnya demi kepentingan sejarah dan panutan generasi berikut.

Kita jangan ikuti terus apa-apa yang salah, tapi siap untuk memperbaiki dan mengubahnya. Atau kita tanyakan saja pada Monas (Monumen Nasional) yang tegak di tengah kota Jakarta: sebenarnya tanggal 22 Juni siapa yang berulang tahun?

Sumber: Berita8

Comments (0)

Post a Comment