Derita Keluarga Orang Hilang

Posted by mochihotoru | Posted in , , , | Posted on 3:25:00 PM

http://www.wisemaninvestigations.com/images/Fotolia_2000263_XS.jpg

Nasib korban penghilangan paksa tidak jelas, antara hidup dan mati. Kini keluarga mereka pun terjebak di antara duka dan harapan.

Pada November 2008, seorang ibu di Irak bernama Sabria Jaloob mendapatkan apa yang ia sebut sebagai “berkah”. Berkah itu adalah jenazah anaknya, Noori, yang telah menghilang selama perang Iran-Irak—tahun 1980-1988—dan tak pernah terdengar.

Selama lebih dari dua dekade, Sabria tidak tahu apakah anaknya masih hidup atau mati. Wanita ini pun hidup di bawah bayang-bayang ketidakpastian akan nasibnya. “Sekarang dia berada di sebuah makam dan aku akan dimakamkan di sampingnya,” kata Sabria kepada Aljazeera.

Mungkin “berkah” itu kelihatan tidak biasa, namun fakta yang dilukiskan Sabria memberikan gambaran akan penderitaan ribuan keluarga yang kehilangan di seluruh dunia. Orang-orang yang “kehilangan” kerabat—tidak hidup atau mati, hanya menghilang.

Penghilangan paksa pertama kali diberlakukan sebagai taktik oleh pemerintah-pemerintah Amerika Latin selama tahun 1970-an, tapi dengan cepat menyebar ke benua-benua lain. Alih-alih mendata orang yang ditangkap atau menyerahkan mereka pada proses peradilan, para kepala pemerintahan ini merasa lebih mudah membungkam lawan atau membunuh mereka.

Kini, para keluarga korban penghilangan paksa di seluruh dunia menunggu berita tentang sanak saudara mereka yang diculik oleh aparat keamanan negara. Mereka terlantar dan terjebak dalam duka dan harapan karena menunggu kabar yang mungkin tak pernah datang.

Beatrice Megevand, Kepala Operasi Komite Palang Merah Internasional untuk Timur Tengah dan Afrika Utara, menjelaskan bagaimana merusaknya dampak penghilangan paksa bagi orang-orang seperti Sabria. “Ketidakpastian yang tak berujung ini adalah adalah sumber penderitaan besar bagi keluarga,” ujarnya. “Mereka ingin tahu—dan mereka punya hak untuk tahu—apa yang terjadi pada kerabat mereka yang hilang, bahkan jika itu menegaskan mereka telah mati.”

Tanggal 30 Agustus adalah Hari Internasional Orang Hilang. Tahun ini, sejumlah perayaan digelar di lebih dari 20 negara sebagai bentuk penghormatan para keluarga terhadap kerabat mereka yang hilang. Perayaan ini juga menjadi ajang kampanye penerapan hukum internasional yang melarang praktik penghilangan paksa.

Menurut para ahli, penghilangan paksa adalah masalah yang kian berkembang. Sebuah kelompok kerja PBB yang dibentuk untuk menangani masalah ini telah mendaftar lebih dari 50.000 kasus sejak didirikan tahun 1980. Dalam sebuah pernyataan, kelompok kerja yang terdiri dari lima ahli independen ini, menyebut penghilangan paksa sebagai praktik mengerikan. “Penghilangan paksa berdampak pada banyak orang di seluruh dunia, dan memiliki dampak tertentu terhadap perempuan dan anak-anak. Wanita kerap menanggung beban kesulitan ekonomi yang serius karena sebuah penghilangan,“ kata pernyataan tersebut.

Penjara-Penjara Rahasia

Setelah serangan 11 September di AS pada tahun 2001, praktik penghilangan paksa diadopsi oleh beberapa negara-negara. Di bawah pemerintahan Bush, AS mengelola sebuah jaringan penjara rahasia untuk menahan para tersangka teroris. Sejak itu banyak orang yang hilang tak terdengar lagi kabarnya.

Terkait dengan kebijakan AS yang terselubung itu, kelompok kerja PBB mengatakan prihatin dengan penangkapan yang dilakukan selama operasi militer, penahanan yang sewenang-wenang dan sejumlah penghilangan paksa. Para aktivis memperingatkan bahwa praktik serupa akan terus berjalan di era Presiden Barack Obama.

Clara Gutteridge, salah seorang penyelidik penjara-penjara rahasia AS untuk Lembaga Amal Penangguhan Hukuman yang berbasis di London, mengatakan walau Obama melakukan sebagian aspek reformasi dalam memperlakukan tahanan AS, masih banyak yang harus diperbaiki. “Orang-orang Obama masih melakukan pemindahan paksa terhadap individu-individu untuk ditahan oleh negara pihak ketiga. Hal ini akan terus diberlakukan terhadap tersangka terorisme,” ujarnya.

Dalam kurun lima tahun terakhir telah nampak upaya-upaya internasional untuk menghilangkan praktik penghilangan paksa. Pada tahun 2006, langkah pertama Dewan HAM PBB yang baru dibentuk adalah menetapkan sebuah konvensi internasional yang melarang praktik penghilangan paksa. Sejak itu, 81 negara telah menandatangani konvensi dan 13 negara lainnya meratifikasi. Namun konvensi tersebut tidak akan berlaku hingga diratifikasi oleh 20 negara.

AS dan Inggris, serta mayoritas negara-negara Timur Tengah, enggan menandatangani konvensi tersebut. Lambannya progres yang diharapkan membuat frustrasi orang-orang yang bekerja dengan keluarga korban. Mereka menuntut agar konvensi tersebut segera ditandatangani dan diratifikasi secara serius.

“Konvensi ini dapat menjadi alat yang efektif bagi masyarakat internasional untuk menghapuskan penghilangan paksa. Ratifikasi secara universal akan membawa pesan politik bahwa praktik ini tidak lagi ditoleransi,” kata Dave Hardy, koordinator Koalisi Internasional Melawan Penghilangan Paksa (ICAED).

Untuk menandai Hari Internasional Orang Hilang, ICAED menulis surat kepada setiap kepala pemerintahan di dunia; meminta mereka untuk menandatangani, meratifikasi atau meningkatkan penegakan hukum terhadap penghilangan orang.

Tiga tahun setelah konvensi dibuka untuk ditandatangani, ICAED berharap surat yang mereka kirimkan dapat menjadi waktu pengingat tentang orang hilang. “Karena jumlah orang hilang tak terhitung lagi di seluruh dunia, pemberlakuan konvensi dan ratifikasinya serta implementasi efektif di semua negara harus menjadi prioritas bagi masyarakat internasional, khususnya untuk negara-negara yang memiliki warisan penghilangan paksa,” demikian pernyataan ICAED.

Kelompok kerja PBB juga telah menyuarakan desakan penerapan secara universal konvensi tersebut. Mereka menegaskan, “Pemberlakuan konvensi ini akan membantu memperkuat kapasitas pemerintah untuk mengurangi angka penghilangan paksa, juga meningkatkan harapan dan tuntutan keadilan dan kebenaran bagi para korban dan keluarga mereka.”

Pesan Hari Internasional Orang Hilang sangat jelas; walau penerapan undang-undang internasional yang melarang praktik penghilangan paksa tidak akan mengembalikan mereka yang telah lenyap, namun itu akan mencegah lebih banyak keluarga bernasib seperti Sabria. Seorang ibu yang tersiksa oleh ketidakpastian, hingga ia melihat kematian anaknya sebagai sebuah “berkah”.

Sumber: chairulakhmad.wordpress.com

Comments (0)

Post a Comment