Siapa Bikin Yang Papua Tra Aman?

Posted by mochihotoru | Posted in , , , , | Posted on 1:48:00 PM

Konflik dan kekerasan yang menyebabkan ketidaknyaman bagi warga karena pengaruh media sebagai salah satu pemicu. Ini tudingan yang sangat tidak mendasar jika media yang membuat Papua tak aman. Belakangan tudingan itu mengarah kepada media-media nasional yang terbit di Jakarta.

Padahal media juga bertanggungjawab kepada publik agar selalu menjaga perdamaian dan menjaga nilai-nilai kebersamaan. Bahkan dikenal istilah peace journalism. Celakanya jika yang menuding itu orang nomor satu di jajaran tinggi Kepolisian Daerah Papua. Pasalnya tanggungjawab ketentraman dan rasa aman berada di pundak petugas dan aparat kepolisian. Walau sebenarnya warga juga turut berpartisipasi menunjang tugas-tugas kepolisian.

http://www.jpnn.com/uploads/berita/dir08102009/img08102009505141.jpg

Kepala Kepolisian Daerah Papua, Inspektur Jenderal Bekto Suprapto yang menuding jurnalis di Papua sebagai pihak yang telah membuat situasi Papua tak aman melalui pemberitaannya. Hal ini disampaikan Kapolda Papua kepada wartawan pada hari Kamis, 10 Juni 2010 dan diberitakan di media massa lokal maupun nasional. Menanggapi pernyataan tersebut di atas maka Aliansi Jurnalis Independen Kota Jayapura merasa perlu untuk memberikan keterangan yang sejelas-jelasnya tentang tugas tugas wartawan dalam menjalankan profesinya.

Ketua AJI Biro Kota Jayapura Victor Mambor didampingi Sekretaris AJI Cunding Levi dan Koordinator Divisi Advokasi Anang Budiono dalam jumpa pers di Jayapura belum lama ini menegaskan:

Pertama, pernyataan Kapolda tersebut adalah sebuah pernyataan yang tidak berdasar dan tendensius. Sebab apa yang diberitakan oleh media selama ini adalah fakta dan kebenaran. Bukan sesuatu yang cenderung dibesar-besarkan, sebagaimana pernyataan Kapolda tersebut.

Kedua., pernyataan tersebut tidak saja telah menuding dan merusak citra dari profesi jurnalis namun juga telah menimbulkan kesan bahwa pihak Kepolisian yang seharusnya bertanggungjawab terhadap situasi keamanan di Papua melemparkan tanggungjawab atas situasi di Papua kepada kalangan jurnalis di Papua.

Ketiga, Kepala Kepolisian Daerah Papua seharusnya menghargai profesi jurnalis sebagaimana jurnalis juga menghargai profesi polisi.

Keempat, Kepala Kepolisian Daerah Papua perlu meminta maaf atas pernyataannya tersebut kepada kalangan jurnalis Papua karena apa yang dilakukan oleh jurnalis dan media massa di Papua selama ini adalah menyampaikan fakta dan kebenaran, bukan membesar-besarkan sesuatu sebagaimana pernyataan Kapolda tersebut.

Selain itu, Kepala Kepolisian Daerah Papua seharusnya bisa lebih memahami tugas dan profesi wartawan sebagaimana diamanatkan dalam UU Pers No. 40 Tahun 1999. Pasal 3 ayat 1 UU tersebut dengan jelas menyebutkan bahwa Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial.

Dan sebagai alat kontrol sosial, asas, fungsi, hak dan kewajiban dan peran pers telah diatur dalam pasal 4, 5 dan 6 UU tersebut. Dengan memahami UU Pers ini, Kepala Kepolisian Daerah Papua seharusnya bisa menyalurkan pendapatnya mengenai tugas, peran dan fungsi jurnalis di Papua melalui mekanisme Hak Jawab atau Hak Koreksi.

Selama ini kalangan jurnalis Papua telah menganggap pihak kepolisian daerah Papua sebagai mitra dalam tugas-tugas jurnalistiknya, maka sudah selayaknya pihak kepolisian mengedepankan cara-cara dialog yang konstruktif, informatif, terbuka dan cepat dalam upaya membangun opini mengenai Papua sebagai tanggungjawab bersama.

Namun di sisi lain insan pers juga memulai menyimak kembali makna dibalik tudingan orang nomor satu di Polda Papua.Pasalnya pemberitaan yang cenderung memprovokasi tanpa melihat fakta-fakta di lapangan atau sebaliknya tidak memahami kondisi yang sebenarnya.Apalagi memberitakan tanpa memperhitungkan kondisi dan perspektif budaya di Papua.

http://media.vivanews.com/thumbs2/2010/06/18/91450_demo-papua-tuntut-referendum_300_225.jpg

Wartawan pada prinsipnya bekerja secara teratur melaksanakan tugas jurnalistik, memiliki azas, fungsi, hak dan kewajiban dan peranan dalam melaksanakan tugasnya didasarkan pada kode etik jurnalistik.

Dalam menjalankan tugasnya wartawan adalah mata, telinga dan rasa masyarakat untuk memperoleh informasi secara tepat, cepat dan berkualitas. Sebaliknya jika mata, telinga dan rasa ini tumpul dan tidak pernah diasah maka masyarakat tidak akan memperoleh informasi secara cepat, tepat dan berkualitas.

Seorang wartawan bisa disebut profesional karena dia memiliki tiga arti. Pertama profesional yang kebalikan dari amatir. Kedua sifat pekerjaan wartawan menuntut pelatihan khusus. Ketiga adalah norma-norma yang mengatur perilakunya dititik beratkan bagi kepentingan khalayak pembacanya atau bertangunggungjawab kepada masyarakat dan bukan kepada kekuasaan.

Hal ini sangat erat kaitannya dengan UUD 1945, UU No: 40/1999 tentang pers dan SK Dewan Pers No:03/SK-DP/III/2006 tentang Kode Etik Jurnalistik.

Pasal 1 UU Pers No:40/1999 menyebutkan Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.

Sedangkan pasal 2 menjelaskan bahwa perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan lainnya yang secara khusus menyelenggarakan menyiarkan, atau menyalurkan informasi.

Jadi sangat riskan kalau seorang jurnalis ketika berada di dalam suatu peristiwa genting dan gawat tidak melakukan tugas pelaporan. Padahal publik berhak mengetahui sebuah peristiwa yang terjadi tanpa harus menutupi fakta-fakta. Parahnya, jika ternyata insan pers telah dimanfaatkan pihak ketiga demi kepentingannya menciptakan konflik di Papua, maka tudingan Kapolda bisa menjadi sebuah peringatan agar wartawan kembali kepada koridornya sebagai jurnalis yang bertanggung jawab kepada masyarakat. Walau memang terkadang wartawan justru bukan bertanggungjawab kepada masyarakat tetapi pemilik koran dan kebijakan redaksional yang dipegang pemimpin redaksi. Kondisi seperti inilah yang terkadang membuat posisi wartawan sangat riskan di lapangan.

Insiden pengrusakan kamera wartawan oleh individu dan organisasi masyarakat sipil bisa menjadi peringatan bagi para jurnalistik agar selalu profesional dan bertanggung jawab kepada masyarakat. Celakanya kalau wartawan telah diboncengi demi kepentingan sesaat karena ingin memanfaatkan jasa wartawan demi mendapat sebuah informasi maka kondisi inilah yang bisa membuat petaka bagi tugas-tugas jurnalistik seorang jurnalis.
Kalau masyarakat sudah tidak percaya dan bertindak anarkis termasuk tudingan orang nomor satu di jajaran Polda Papua maka jurnalistik juga harus melakukan intropeksi diri. Pasalnya dalam kendaraan wartawan biasanya terdapat pula penumpang-penumpang gelap yang mengaku wartawan.

Karena itu, wartawan juga harus mewaspadai agar jangan ada pihak lain yang mau menyamar sebagai wartawan dan menumpang dalam kendaraan wartawan. Sebaliknya wartawan juga tak mungkin memakai pakaian militer atau polisi dan menumpang dalam kendaraan militer untuk melakukan tugas-tugas seorang intelejen. Memang tugas intelejen adalah melaksanakan tugas negara tapi jika penyamaran itu terkuak maka jangan mengorbankan wartawan dalam melaksanakan tugas-tugas jurnalistiknya.

Oleh sebab itu wartawan dalam melaksanakan tugas-tugasnya, pertama harus menghimpun berita dengan tepat, ketrampilan menulis dan menyunting. Kedua norma etis yaitu kewajiban kepada pembaca serta nilai-nilai seperti tanggungjawab, sikap tidak memihak, sikap peduli, sikap adil, objektif, dan lain-lain semuanya harus tercermin dalam produk penulisan naskah berita yang akan diberitakan. Namun terlepas dari tugas dan tanggungjawab jurnalistik tudingan kepada media sebagai pemicu ketidaknyamanan di Papua perlu dipersoalkan agar jangan sampai terjadi saling lempar tanggung jawab.

Sumber: tabloidjubi.com

Comments (0)

Post a Comment