ALQURAN TERJEMAHAN DEPAG: BANYAK KESALAHAN
Posted by mochihotoru | Posted in Holy Books, Indonesia, Islam, Religions | Posted on 8:14:00 PM
Sebagai seorang muslim yang tidak paham bahasa Arab, tentunya saya mencari terjemahan Alquran dalam bahasa Indonesia, untuk bisa memahami apa yang dikandung dalam kitab suci umat Islam tersebut. Setahu saya proyek terjemahan Alquran dalam bahasa Indonesia yang menjadi standar dan direkomendasi adalah terjemahan Departemen Agama. Alquran itu digalakkan sejak Menteri Agama dipegang oleh Alamsyah Ratu Prawiranegara. Edisi perdana Alquran tersebut dibuat oleh tim yang dipimpin oleh Prof. dr. Sunaryo. Kemudian dalam banyak cetakan dilampirkan oleh ‘Lajnah Pentashih Alquran’ (Komisi Pengoreksi Alquran), yang dikeluarkan oleh Depag, termasuk yang dicetak oleh Percetakan Mushaf Alquran Raja Fahd, Madinah, Arab Saudi. Alquran yang dicetak oleh Ikadi tak luput dari komisi tersebut. Perlu diketaui, Ikadi merupakan wakaf dari Yayasan Amal Sheikh Abdullah Al-Nouri (Sheikh Abdullah Al-Nouri Charity Society), di mana di sana dilampirkan tanda Tashih tahun 2006 yang ditandatangani oleh Ketua, H. Fadhal AR Bafadhal, dan Sekretaris H. Mazmur Sya’roni dengan anggota sebanyak 20 orang, yang merupakan ulama dan cendekiawan Muslim yang kemampuan ilmunya tidak diragukan lagi, antara lain, Prof. Dr. M. Quraish Shihab, Dr. Ahsin Sakho Muhammad (Rektor IIQ), Prof. Dr. K.H. Mustafa Yakub, Dr. Ali Audah, Dr. Khatibul Umam, Dr. Faizah syibromalisi, dan lainnya. Namun bila diperhatikan Tim Lajnah Pentashih Alquran yang berganti-ganti tersebut, tidak melakukan perbaikan terjemahan yang baru. Artinya bila diperhatikan sejak diterbitkan oleh Lajnah Pentashih pimpinan Prof. Sunaryo, tidak ada perubahan perbaikan (penyuntingan) bahasa Indonesianya. Hal ini saya perhatikan sejak saya mengerti bahasa Arab dalam memahami ayat-ayat Kitab Suci tersebut, dan membandingkan edisi Menag Alamsyah dengan edisi terbaru (Ikadi dan Cetakan Madinah Munawwarah).
Dalam berbagai kesempatan saya sering menguji orang lain untuk membuka secara acak ayat dalam teks asli dan terjemahan Alquran—yang tidak bisa berbahasa Arab tentunya. Saya meminta dibacakan terjemahannya. Saya tanya, apakah dia paham maksudnya setelah membaca terjemahan tersebut. Sering kali jawabannya: tidak paham. Nah, apakah karena kelemahan terjemahannya atau memang karena kelemahan bahasa Indonesia yang tidak mampu menangkap makna gaya bahasa Alquran yang kaya dan tinggi. Salah satu cara untuk menjelaskannya adalah dengan memberi keterangan di catatan kaki sebagaimana juga dilakukan dalam terjemahan Alquran tersebut.
Saya hanya ingin memberikan contoh mengenai kesalahan, yang menurut saya cukup fatal, karena keluar dari makna teks ayat Alquran tersebut. Antara lain dapat dibaca terjemahan Surat ke-105 (Surat Al-Fiil atau biasa dibilang ‘Alam Tara’), ayat ke-5. Ayat tersebut bunyinya adalah, ‘Faja’alahum ka ashfin ma’kuul’. Terjemahan Depagnya, ’sehingga mereka dijadikan-Nya seperti daun-daun yang dimakan (ulat)’ (halaman 601 terbitan Ikadi). Karena saya sudah mengerti bahasa Arab, saya perhatikan ayat tersebut (dalam teks asli), tidak ada kata ‘daun-daun’. Aneh! Dari mana terjemahan ‘daun-daun’ itu datangnya? Lalu kata ‘ulat’, walaupun diberi ‘dalam kurung itu tafsiran dari mana? Jangan-jangan, dulu kiayi di pesantren di kampung, di pinggir jendela pesantren melihat daun dimakan ulat, sehingga inspirasi bagi pemahaman makna yang, saya rasa, salah tersebut. Penyebab kesalahan terjemahan ayat tersebut adalah kata ‘ma’kul’ yang terambil dari bahasa Arabnya ‘a-ka-la’ yang artinya makan. Sayang kiayi tidak merujuk dalam dalam kamus bahasa Arab-Inggris untuk lebih dekat maknanya dalam memahami arti. Jangan cuma mengandalkan hafalan, yang memang benar, kata ‘ma’kul’ itu artinya ‘dimakan’ sehingga dikarang-karang dan diduga-duga saja, tanpa ada bukti penguat sehingga terjemahannya menjadi ngelantur seperti yang ada tertulis.
Kita coba cari tahu makna kata yang lain dari ayat kitab suci tersebut, yaitu ‘ashfin’, yang—saya ketahui—sebenarnya berarti ‘badai’. Misalnya Perang Teluk pertama di Timur Tengah ketika pasukan gabungan melawan Irak keluar dari Kuwait dengan semboyan ‘Ashifah Sahra’ (Desert Storm). Ini kesalahan pertama. Kedua, juga salah memahami arti ‘ma’kul’ yang diterjamahkan ‘dimakan’. Memang betul, arti kata itu ‘dimakan’ tapi siapa yang makan dulu. Kalau mulut yang makan, ya, tidak dahsyat dong? Nah, saya buka kamus Arab-Inggris yang akar kata arabnya ‘a-ka-la’, selain mempunyai arti ‘eat’, juga mempunyai arti ‘to destroy’. Nah, saya kira terjemaan yang tepat untuk itu adalah ‘to destroy’, yang artinya ‘menghancurkan’. Jadi, memakan pada hakikatnya adalah menghancurkan dan mengunyah makanan di mulut hingga hingga hancur.
Jadi ayat di atas yang terjemahannya lebih cocok adalah (ayat aslinya dikemukakan dalam bentuk active vioce, bukan passive voice): ‘Maka Dia (Tuhan semesta alam) menjadikan mereka (yaitu: tentara Abrahah) bagaikan dihancurkan oleh badai’. Apalagi kalau mau dikontekstualisasikan dengan peristiwa ‘tsunami’ di Aceh, misalnya, agar terkesan lebih dahsyat lagi, sehingga terjemahannya menjadi ‘Maka Dia menjadikan mereka bagaikan dihancurkan oleh terjangan tsunami’. Dengan demikian, kedahsyatan hukuman Tuhan nampak menakutkan dan menyeramkan kepada pasukan Abrahah tersebut.
Jika mau membuka pikiran dan mencoba bersifat kristis terhadap versi terjemahan ini, masih banyak terjemahan-terjemahan yang terkesan membingungkan bagi pembaca yang tidak pandai bahasa aslinya, Arab—apalagi Arab kuna seperti yang dipakai Alquran. Nelongso juga rasanya.
Jadi, bagimana, Lajnah Pentashih Mushaf Alquran, apa saja yang kalian sumbangkan bagi Alquran terjemahan bahasa Indonesia?
Oleh: Bang Nasr
(Sumber: edukasi.kompasiana.com)
Comments (0)
Post a Comment