APAKAH ELOHIM PLURAL?

Posted by mochihotoru | Posted in , , , , , , , | Posted on 11:26:00 PM

Banyak orang akan sering mendengar pernyataan hingga berkesimpulan bahwa kata Ibrani elohim merupakan bentuk jamak—dari kata eloah, seperti yang dapat dilihat dari suffix -im. Gagasan yang menyeluruh di belakang klaim tersebut adalah bahwa bentuk jamak merupakan suatu petunjuk yang cukup atas adanya pluralitas dalam Ketuhanan. Karena kejamakan bentuk yang berada pada tempatnya ini, beberapa orang menyimpulkan bahwa rujukan-rujukan alkitabiah bagi Bapa dan bagi Anak ini merupakan cara Allah dalam membenarkan argumen (berapologi) bahwa “Allah” merupakan kesatuan dari sosok-sosok ilahi yang dipimpin oleh Bapa.

Mari kita ajukan beberapa pertanyaan yang relevan. Pertama, apakah benar bentuk elohim jamak? Selama pertanyaanya berkaitan dengan bentuk, jawabannya tentu saja iya. Namun, itu tidak menandai akhir dari pertanyaan relevan yang harus diajukan. Ada satu lagi pertanyaan penting yang harus dijawab, mengenai pengertian (sense, nilai rasa) dari kata tersebut. Apakah pengertian dari kata elohim jamak? Jawabannya adalah tidak. Kata ini memiliki satu bentuk, namun memiliki lebih dari satu pengertian, untuk suatu alasan kata ini dilihat baik dalam bentuk tunggal (singular) maupun jamak (plural). Ini merupakan suatu keistimewaan dari bahasa Ibrani, bukan suatu indikasi akan sifat Allah, seperti yang akan dijelaskan di bawah.

Setiap bahasa di dunia membuat pembedaan antara bentuk dan pengertian dari setiap kata yang dimilikinya. Dalam bahasa Inggris kata put(menyimpan) memiliki satu bentuk. Bentuk ini disusun dari tiga huruf yang spesifik yang disusun sedemikian rupa, tetap pengertian dari bentuk ini banyak sekali. “Putbisa berarti tindakan sedang menempatkan sesuatu di tempat tertentu (dalam bentuk sekarang). Bisa juga berarti tindakan telah menempatkan sesuatu di tempat tertentu (dalam bentuk lampau). Bisa juga berarti berbagai tindakan yang sepenuhnya berbeda, misalnya menempatkan kapal di suatu pelabuhan. Selain itu, kata putdapat mengambil konstruksi tunggal maupun jamak (he put, atau they put). Orang yang mengerti bahasa Inggris tentu tidak akan merasa bingung ketika suatu bentuk yang sama digunakan dalam beberapa pengertian berbeda. Lagipula pemakai bahasa Ibrani asli tidak akan merasa bingung oleh kata elohim yang memiliki satu bentuk dan beberapa pengertian berbeda.

Orang-orang yang menentukan sifat Allah dari fakta bahwa elohim merupakan bentuk jamak telah membuat sebuah kekeliruan pokok. Mereka berada di dalam kesan bahwa bentuk dari kata inilah yang menentukan pengertiannya! Tidak ada pengguna bahasa Inggris yang akan bersikeras bahwa bentuk dari kata putharus menjadi pedoman dalam menentukan pengertian yang dimilikinya. Hal demikian juga tidak mungkin dalam bahasa Ibrani. Faktanya, hal tersebut sama sekali akan menciptakan kebingungan. Dalam Kejadian 1:1 (B’reshit 1.1), misalnya, mengambil kata elohim sebagai bentuk jamak dalam pengertiannya akan mengubah makna teks Ibrani disebabkan beberapa alasan.

Kata kerja (verba) bahasa Inggris “created (menciptakan) memiliki bentuk yang sama secara tunggal dan jamak. Pengertiannya, bagaimanapun, dapat dimengerti dengan jelas ketika sebuah kata ganti (pronomina) diimbuhkan (he created, atau they created). Dalam bahasa Ibrani, bentuk tunggal dan jamak dari kata kerja ini memiliki dua bentuk yang berbeda. Kata kerja ini menggunakan bentuk tunggal (bara, he created). Kata kerja ini, lalu, mencegah penafsir dalam hanya mempertimbangkan bentuk kata kerja dalam bahasa Inggris. Seseorang harus melihat juga ke dalam nilai rasa bahasanya, atau jika tidak, sebuah penafsiran keliru akan muncul terhadap ayat ini. Dalam naskah Ibrani Kejadian 1:1, baik bentuk dan pengertian dari kata “menciptakan” (created) merupakan bentuk tunggal. Tidak ada kemungkinan akan munculnya sebuah pemahaman yang berbeda terhadap ayat tersebut. Dengan sendirinya, kata itu berarti Dia menciptakan”—bukanlah “Mereka menciptakan.”

Orang-orang yang mengemukakan ide mengenai suatu kesatuan Keallahan mengakui bahwa kata kerja tersebut berbentuk tunggal dan bahwa bentuk dan pengertiannya berbentuk tunggal. Namun mereka menghilangkan rincian ini dengan mengatakan bahwa ada contoh-contoh (dalam bahasa Inggris, misalnya) saat kata kerja tunggal mengikuti sebuah kata benda (nomina) yang memiliki arti majemuk (a family is, a nation is, dan lainnya). Langkah seperti ini tentu mengandung kekeliruan besar, karena hal itu mengisyaratkan (dimulai dengan suatu premis) bahwa nama “Allah”—meski tetap diterjemahkan sebagai (the) God, bukan gods—merupakan sebuah kelompok makhluk ilahi. Dengan demikian muncullah sebuah pertanyaan lain harus diajukan: apakah kata “Allah” menunjuk kepada sekelompok sosok ilahi? Orang-orang yahudi menjawab, “Tentu saja bukan. Itu sangat tidak masuk akal. Umat muslim pun akan menjawab demikian, dan umat kristiani mula-mula secara tradisional juga memegang pandangan yang sama seperti umat yahudi dan muslim.

Para pendukung teori kesatuan pribadi-pribadi ilahi ini mengakui bahwa konsep yang mereka pegang memang tidak masuk akal bagi umat yahudi, muslim, dan kristiani mula-mula, tetapi mereka menilainya sebagai sebuah indikasi kesesatan saat agama-agama tersebut didalami. Seperti bagi Kekristenan tradisional, penyerangan tersebut ditujukan kepada konsili-konsili gereja ekumenis. Klaim tersebut dibuat sehingga konsili-konsili itu menjadi tempat bermain bagi Iblis, karena satu-satunya hal yang nampak bermasalah adalah apa yang orang-orang pikirkan, bukannya apa yang Firman Allah ajarkan. Pendekatan terhadap persoalan ini mengundang pertanyaan relevan yang keempat berkaitan dengan kesatuan Allah. Bagaimana para pendukung doktrin kesatuan pribadi Allah itu terus membuktikan bahwa Firman Allah, Alkitab, merujuk kepada kesatuan pribadi-pribadi Allah ketika menggunakan kata elohim? Jawaban mereka adalah bahwa kata ini merupakan bentuk jamak. Tetapi, seperti yang dijelaskan di atas, sebuah bentuk jamak tidaklah selalu harus memberikan pengertian yang jamak pula. Inilah letak kekeliruan yang pokok.

Penjelasan di atas meninggalkan satu lagi pertanyaan yang belum terjawab. Bagaimana bisa sebuah rujukan terhadap Allah Yang Satu (echad) berakhir dalam bentuk jamak? Karena pertanyaannya berkisar mengenai bentuk, pertanyaan tersebut berkaitan dengan rasa bahasa bahasa Ibrani. Kata tersebut tidak membahas mengenai sifat Allah, sang TUHAN Yang Maha Esa. Meskipun demikian, jawabannya tidaklah sulit untuk dipahami. Bahasa Ibrani memiliki karateristiknya sendiri sebagai suatu bahasa. Di antaranya terdapat cara saat mengekspresikan kekuatan, kekuasaan, dan penghormatan1—namun bukanlah “jamak keagungan” (pluralis mejestaticus) yang mengarah pada “sekelompok kekuatan atau kekuasaan”. Sebuah contoh dari Alkitab Perjanjian Baru mungkin akan membuatnya jelas.

Dalam Keluaran 4:16 (Shemot 4.16), Musa diberi tahu bahwa Harun akan menjadi penyambung lidah baginya, sementara ia sendiri menjadi Allah (elohim) bagi Harun. Pertama, bentuk elohim adalah jamak, padahal Musa jelas-jelas merupakan satu pribadi atau sosok yang tunggal (yachid)bukanlah suatu kelompok atau kesatuan dari beberapa makhluk. Ini cukup untuk mengindikasikan perbedaan yang harus digambarkan antara bentuk dan pengertian dari suatu kata. Kedua, Musa menjadi seperti elohim bagi Harun, hanya dalam pengertian bahwa ia akan berada dalam sebuah posisi yang lebih berkuasa dan dihormati. Ekspresi yang sama ditemukan dalam Keluaran 7:1 (Shemot 7.1), di mana Musa dikatakan bahwa ia menjadi elohim2 bagi Firaun.

Contoh ini menunjukkan bahwa elohim memiliki sebuah pengertian yang tunggal (yachid), tanpa melihat bentuknya. Untuk memahami bagaimana bentuk ini didapat, seseorang harus memeriksa perkembangan bentuk-bentuk linguistik yang that diwarisi orang-orang Israel dari orang-orang yang memakai bahasa Semitik (Ibrani-Aram-Arab) sebelumnya. Dalam masyarakat politeistis seperti orang Kanaan, Amorit, Mesir, Yunani, Romawi, dan sebagainya, sebuah rujukan mengenai dewa-dewa (alah-allah atau ilah-ilah) merupakan hal yang standar, dan hampir tidak di luar tempatnya. Sebagai bahasa yang mengalami perubahan dalam masyarakat monoteistis seperti Israel, sangatlah alami bahwa bentuk-bentuk asli akan digunakan dengan pengertian baru.

Contohnya, dalam bahasa Inggris, bentuk kata conversation(hidup, berbicara, berperilaku) tidak berubah sampai munculnya Alkitab Raja James (KJV), namun rasa bahasa dari kata ini sudah berubah untuk memberi kesan “berbicara”, bukannya “bertingkah laku”. Alasan-alasan pergeseran semantik akan ditemui dalam studi mendalam mengenai bagaimana sebuah bahasa berkembang di bawah pengaruh tertentu dari luar dan dalam. Ini merupakan sebuah proyek linguistik, apakah fokusnya itu terhadap sebuah kata bahasa Inggris seperti conversation,” atau kata Ibrani seperti elohim.Sama seperti bentuk dari kata bahasa Inggris conversationyang tidak merujuk pada tingkah laku seseorang, begitu pula dengan elohim”; kata tersebut tidak merujuk pada konsep apapun mengenai politeisme atau yang mirip dengan politeisme, dan tidak ada ketidaksesuaian dalam penolakan yang konsisten terhadap politeisme (serta gagasan yang mengarah kepadanya) di seluruh Kitab Suci.

Catatan:

1 Ini sama dengan penggunaan bentuk plural “ba’al” (penguasa) dan “adon” (tuan). Dalam bahasa Etiopia, Amlak (yang berarti “tuan-tuan”) menjadi nama generik bagi allah (sesembahan) mereka.

2 Mengenai para nabi utusan yang dipanggil dengan sebutan Allah (elohim) bagi penyambung lidahnya (rasulnya) dan umatnya, lihat pula Mazmur 82:6-7 (Tehilim 82.6-7).

(www.sammy-summer.co.cc)

Comments (0)

Post a Comment