Siapakah Mbah Priok dan Bagaimana Persengketaan Terjadi

Posted by mochihotoru | Posted in , , , | Posted on 10:26:00 PM



Mbah Priok telah lama tiada. Namun, bukan berarti ia tak meninggalkan apa-apa. Sebuah kenangan berupa makam dijaga masyarakat yang mengagumi Mbah Priok. Tak sedikit pula yang masih datang untuk memanjatkan doa di makam tersebut.

Siapakah Mbah Priok sebenarnya?

Masyarakat mengenalnya sebagai Habib Hasan bin Muhammad Al-Haddad. Cerita yang disampaikan secara turun-temurun, lelaki kelahiran Palembang, Sumatra Selatan, itu berlayar dengan perahu layar bersama tiga temannya untuk berdakwah di pulau Jawa. Habib yang lahir pada 1727 itu mengalami kesulitan dalam menjalankan tugas keagamaan lantaran terus dikejar tentara Belanda. Akhirnya, Habib diperkirakan meninggal dunia pada 1756 dan dimakamkan di Pulau Pondok Dayung.

Nama Tanjungpriok muncul lantaran warga menemukan priok nasi di samping jasad Habib. Kini, makin banyak orang yang dimakamkan dekat makam Mbah Priok sehingga kawasan tersebut menjadi pekuburan umum. Dan, tak sedikit pula warga yang berziarah ke makam Mbah Priok.

Pada 1930, kolonial Belanda memindahkan makamnya ke Tempat Pemakaman Umum Dobo di Koja. Lalu pada 1987, pemerintah memindahkan kompleks pemakaman Dobo ke TPU Budi Dharma di Cilincing. Satu versi menyebutkan, kerangka jenazah Mbah Priok dipindah pada 1997. Namun, setelah dua tahun dipindah, ahli waris justru membangun kompleks makam di sana. Padahal lahan itu milik PT Pelindo.

Versi lain, menurut arkeolog Candrian Attahiyat memang ada pemindahan makam secara massal dari Dobo ke Cilincing pada 1994. "Saat makam lain dipindah, makam Mbah Priok dipertahankan," kata Candrian.

Budi, pengurus makam, mendukung pendapat Candrian. Menurut Budi, ketika itu, setiap pekerja yang diperintahkan untuk membongkar makam langsung jatuh sakit. Karena itu, tidak ada pekerja yang berani meneruskan pekerjaan itu. "Jadi (jenazah) Mbah Priok masih tetap ada di sini," katanya di lokasi pemakaman.

Ahli waris Habib Hasan al-Haddad mengklaim lahan pemakaman itu adalah milik keluarga berdasarkan verklaring nomor 1268/RB pada 19 September 1934. Pada 2001, ahli waris menggugat PT Pelindo II melalui Pengadilan Negeri Jakarta Utara, tapi pengadilan tidak menerima gugatan tersebut. Ahli waris tidak mengajukan banding untuk melawan keputusan itu.

Mereka tetap mempertahanan dua bangunan yang ada di lahan seluas 5 hektare itu. Satu bangunan berukuran 10 x 8 meter digunakan Habib Ali Al Idrus, ahli waris makam, sebagai tempat tinggalnya bersama keluarga dan sekitar 20 orang santrinya. Sementara satu bangunan lagi, berukuran 8 x 6 adalah tempat makam Habib Hasan.

Meski kalah dalam banding, ritual di makam itu tetap terjadi. Bila ada haul, ada sekitar seribuan orang berkumpul dan mengaji bersama di areal makam seluas seluas 5 hektare. Haul itu, tentu saja mendatangkan rezeki bagi penduduk sekitar. Mereka berjualan mulai dari kembang, peci, mukena, makanan sampai aneka baju.

Sengketa tanah ini makin memuncak setelah pemilik tanah PT Pelindo II atau Jakarta Indonesia Container Terminal (JICT) mencoba menggusur makam ini. Pemerintah Jakarta Utara juga ikut mengeluarkan surat perintah bongkar untuk membongkar makam itu. Akhir tahun lalu, misalnya, mereka sudah menyegel pagar makam itu. Toh, para peziarah tak surut. Ribuan orang tetap berziarah dan berdoa di sana.

Salah satu pengunjung, Rahmat Yudi, mengatakan dia sengaja datang ke makam tersebut untuk ziarah dan berdoa. Dia juga mempertanyakan penutupan gerbang dan jalan masuk menuju makam oleh pihak JICT. Menurutnya, penutupan tersebut tidak adil. "Karena ini tanah Islam. Seharusnya dikasih jalan," kata pria asal Bekasi itu. Rahmat juga menyatakan keyakinannya bahwa makam tersebut tidak akan bisa digusur karena kekeramatannya. "Walau presiden sekalipun, tidak akan bisa (menggusurnya)," ujar Rahmat. Menurutnya, dulu banyak yang meninggal karena menggusur makam tersebut.

Kisah Habib yang menyebarkan Islam di Jakarta Utara pada abad ke-18 itu sudah di ujung halaman. Jika proses pemugaran yang dilakukan pemerintah Kota Jakut atas instruksi Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo itu berhasil, kemungkinan makam Mbah Priok akan berubah fungsi.

Katanya, tanah pekuburan milik PT Pelabuhan Indonesia Dua itu akan diperluas menjadi jalan tol. Disebut-sebut juga, kanal dan peti kemas siap dirikan di tempat itu. Namun, ada yang menyatakan bahwa makam tersebut bakal dijadikan taman dan monumen seluas 100 meter persegi. Sengketa itu pun akhirnya meledak menjadi bentrokan Selasa, 14 April 2010. Puluhan orang terluka hanya karena rebutan tanah.

(sumber: youtube, tempointeraktif, dan yahoo)

Comments (0)

Post a Comment