KESAMAAN SIKAP ISTANA DAN KEPOLISIAN TERHADAP PENEGAKAN HUKUM
Posted by mochihotoru | Posted in Analysis, Indonesia | Posted on 9:30:00 PM
Telah berkali-kali Metro TV dalam editorialnya mengingatkan: hai hati-hati media dan publik, jangan sampai kasus Century tenggelam oleh pemberitaan dan perhatian masyarakat terhadap eforia kasus Gayus dan sekarang bergeser pada perseteruan antara Syahril Djohan dan Susno Duaji. Terakhir Metro TV menyoroti penetapan Misbakhun, anggota DPR dari PKS sebagai tersangka kasus LC fiktif oleh kepolisian. Status tersangka anggota DPR untuk diperiksa, menurut undang-undang harus ada persetujuan Presiden. Dalam waktu relatif singkat persetujuan presiden pun diperoleh.
Terus terang, penyikapan yang sangat berbeda yang diperlihatkan baik pihak kepolisian maupun istana terhadap kasus bank Century dan LC fiktif ini tentu akan mengundang berbagai pertanyaan dari masyarakat. Kenapa kesigapan kepolisian dan istana dalam menangani kasus LC fiktif bukannya diberikan apresiasi, tapi justru dipertanyakan?
Dipertanyakan, boleh jadi dalam penanganan kedua kasus tersebut, kepolisian maupun pihak istana keliru dalam menentukan skala prioritas, mana kasus yang pantas lebih didahulukan, bank Century atau kasus LC fiktif Misbakhun? Pada kenyataannya justru yang mendapatkan respons lebih cepat adalah kasus LC fiktif. Padahal dari aspek pemberi rekomondasi, mestinya kasus century yang lebih didulukan. Kenapa? Century berawal dari pemekriksaan BPK bahwa penggelontoran dana untuk penyelamatan bank Century diindikasikan bermasalah. Temuan BPK ini direspons oleh beberapa anggota dewan untuk membentuk Pansus Bank Century dan berhasi terbentuk dan hasilnya pun telah diketahui masyarakat luas yaitu memberikan rekomondasi kepada pemerintah untuk menonaktifkan Budiono dan Sri Mulyani untuk kebutuhan penyelidikan atas dugaan penyalahgunaan wewenang sebagai Gubernur BI dan Menteri Keuangan pada kebijakan bail-out Bank Century. Bagaimana dengan respons istana terhadap kasus Century ini? Masyarakat pun sudah tau lewat isi pidato monumental SBY yang dikenal dengan sebutan “Pidato Pembelaan Istana’’.
Memang harus kita akui bahwa kasus bank Century seakan hilang tertelan bumi. Sampai-sampai para inisiator pansus tersebut rada-rada frustrasi. Sebenarnya tidak ada alasan institusi penegak hukum kita untuk tidak mengusut kasus tersebut walau melibatkan Wakil Presiden dan salah satu menteri. Karena rekomondasi bahwa kebijakan bail-out Century bermasalah tidak lahir dari organisasi jalanan, tapi dari lembaga Negara (BPK dan DPR) yang cukup dipercaya. Validitas datanya cukup akurat. Investigasi anggota pansus juga sudah diketahui lewat tayangan langsung media TV. Indikasi bermasalah sudah cukup jelas. Bandingkan dengan masalah LC fiktif yang melibatkan Misbakhun. Cepat sekali direspons oleh kepolisian. Pihak istana pun, tanpa resistensi SBY langsung menandatangani persetujuan untuk pemeriksaan Misbakhun (anggota DPR) sebagai tersangka. Padahal ikhwal LC fiktif ini bersumber dari staf ahli Presiden (Andi Arief) yang membidangi tentang penanggulangan bencana. Di saat korban bencana banjir, gempa sangat membutuhkan kehadirannya di tengah-tengah tenda pengungsian, mala Andi Arief grusak-grusuk ke sana kemari membawa dokumen LC fiktif yang melibatkan anggota DPR Misbakhun. Dan ironisnya, justru polisi lebih merespons fakta yang dikedepankan oleh Andi Arief ketimbang BPK dan DPR. Apa karena Misbakhun salah satu inisiator pembentukan pansus Century?
Jika kita mencermati penyikapan istana terhadap kasus LC fiktif yang melibatkan Misbakhun dan penyikapan kepolisian terhadap mafia kasus Gayus yang diendus pertama kali oleh Susno Duaji memiliki kemiripan. Istana lebih merespons untuk memproses kasus Misbakhun sebagai salah satu inisiator pembentukkan pansus Century ketimbang kasus bail-out bank Century yang melibatkan Budiono dan Sri Mulyani. Demikian pula dengan pihak kepolisian, bukannya memberikan perlindungan terhadap Susno Duadji karena kebehasilannya dalam membuka mafia hukum yang melibatkan lintas institusi penegak hukum kita, tapi malah dimusuhi dan dicari-cari kesalahannya. Bahkan sampai terjadi drama pembawaan paksa ke Mabes Polri dari Bandara Sukarno saat Susno mau cek-up ke Singapura. Kesamaan ini lagi-lagi pasti akan memunculkan pertanyaan, apakah ini secara kebetulan mirip, atau ada skenario besar untuk menyembunyikan mafia yang lebih dasyat lagi selain yang sudah diungkapkan oleh Susno Duadji? Mengapa pihak istana diam seribu bahasa, tanpa ada sepatah katapun pembelaan terhadap Susno? Padahal apa yang dituduhkan Susno ada mafia hukum di Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman bukan isapan jempol. Yang semula ketiga institusi ini ramai-ramai membantah, sok suci lah, dan pada akhirnya pertahanan mereka juga jebol. Kebusukan mereka mulai terkuak dan sesuai dengan apa yang dituduhkan oleh Susno. Jangan ada dusta antara pemerintah dan rakyat. Rakyat ingin sekali korupsi di negeri ini dienyahkan. Sekaranglah saatnya untuk memulai memberantas korupsi. Tunggu apa lagi, Pak SBY?
Comments (0)
Post a Comment