AKAR KEKRISTENAN (FENOMENA YUDAISME MESIANIK-KRISTEN)

Posted by mochihotoru | Posted in , , | Posted on 9:38:00 PM

Akhir-akhir ini, suatu minat baru dalam dunia teologi dan keagamaan dalam tubuh Kekristenan, mulai mengarahkan diri pada penggalian dan pengkajian tentang akar Kekristenan, khususnya kaitan Kekristenan dengan Semitisme yang mewakili peradaban Timur. Paling tidak, ada beberapa arus dalam Kekristenan yang memiliki perhatian terhadap kajian kajian Semitisme maupun Ketimuran.

http://shabbatshalomtexas.files.wordpress.com/2008/04/messianic-seal-logo-with-text_web.jpg http://www.gnfi.org/images/messianic_judaism.jpg

Pertama, komunitas Yudaisme Mesianik dan Mesianik Yahudi.

Fenomena Yudaisme Mesianik (Messianic Judaism) adalah suatu kebangkitan spiritual yang terjadi dikalangan unsur-unsur Yudaisme dan bangsa Yahudi yang mulai merespons ajaran Yahshua (Aram, Yeshu’, Yunani, ‘Iesous’, Indonesia, ‘Yesus) sang Mesias yang dijanjikan namun tidak menyebut diri mereka sebagai Kristen dan Gereja dan mereka tetap memelihara gaya hidup dan tata ibadat Yudaisme, namun dalam terang ajaran Yahshua Sang Mesias. DR. Michael Shiffman mendefinisikan Yudaisme Mesianik sebagai:

“Messianic Jews are physical descendants of the patriarchs, being Jewish by birth, but are not adherents to the authority of rabbinic tradition. [Yudaisme Mesianik adalah keturunan para leluhur secara jasmani, yang menjadi Yahudi melalui kelahiran namun tidak mengikuti otoritas tradisi kaum Rabinik.]

Sementara itu DR. David Stern memberikan definisi sebagai berikut:

“A person who was born Jewish or converted to Judaism, who is genuine believer in Yeshua, and who acknowledge his Jewishness. [Seseorang yang dilahirkan menjadi seorang Yahudi atau masuk ke dalam agama Yahudi, yang beriman kepada Yeshua serta mengakui keyahudian Yeshua].”

DR. John Fischer memberikan deskripsi mengenai Yudaisme Mesianik dengan mengatakan:

“The convictions of these congregations are uniqe. They are convinced that they can believe in Jesus, be thoroughly biblical, and yet authentically Jewish. They affirm Jesus, as Messiah, Savior and Lord of the universe. They adhere to the entire Bible as the inspired Word of God and refuse to do anything contrary to its teachings. Thy feel a kinship and commitment to the entire body of the Messiah. Yet they express their faith, lifestyle and worship in Jewish form and in Jewish ways. [Keyakinan kumpulan jemaat ini adalah unik. Mereka mengakui bahwa mereka dapat mempercayai Yesus sesuai Kitab Suci, namun yang secara otentik adalah seorang Yahudi pula. Mereka menyetujui bahwa Yesus sebagai Mesias, Juruselamat, dan Tuan atas alam semesta. Mereka menerima keseluruhan Kitab Suci sebagai Firman Tuhan yang diilhamkan dan menolak segala sesuatu yang bertentangan ajaran-Nya. Mereka merasakan suatu kekeluargaan dan kesetiaan terhadap seluruh anggota tubuh Mesias. Namun mereka mengekspresikan iman mereka, gaya hidup mereka, dan ibadah mereka dalam bentuk dan tata cara Keyahudian.]

Dari tiga definisi di atas, kita mendapat tiga karakteristik umum dan khas dari Yudaisme Mesianik, yaitu: Pertama, suatu pergerakan spiritual dikalangan komunitas Yahudi (bangsa) dan Yudaisme (agama). Kedua, mereka beriman pada Yahshua sebagai Mesias dan menerima Tanakh dan Brit Khadasha (Perjanjian Baru), sebagai kitab suci yang diilhamkan Ruakh Haqodesh (Roh Kudus). Ketiga, mereka tetap mempertahankan gaya hidup, tradisi dan kebudayaan luhur Yahudi yang dipelihara berabad-abad, sebagai warisan kebudayaan suatu bangsa.

http://www.kolmashiach.org/images/monotheism.gif

Kedua, Gereja Ortodoks. Di Indonesia, gerakan ini dimotori oleh Bambang Noorsena (Ortodoks Timur yang berbahasa Arab, Syria) dan Daniel Bambang (Ortodoks Barat, yang berbahasa Yunani). Dalam berbagai kajian, artikel, buku-buku Bambang Noorsena
khususnya, sarat dengan mempromosikan Kekristenan Timur
khususnya Gereja Ortodoks Syria. Berkaitan dengan visinya, Bambang Noorsena menjelaskan, “Berangkat dari pergumulan seperti itulah, lahir visi saya untuk menghadirkan Kekristenan Timur Tengah sebagai wacana dalam rangka ‘menjembatani’ kesenjangan yang cukup tajam antara Kristen-Islam di Indonesia. Dari gereja-gereja Oriental itu, penulis masih mengkhususkan pilihan lagi, yaitu Kekristenan Syria, khususnya Gereja Ortodoks Syria Antiokhia [Kanisat al Anthakiat al Suryaniyat al-Urtuduksiyat]. Kekristenan tersebut kini berpusat di Damaskus, Suriah. Mengapa? Sebab dari kajian sejarah dan budaya gereja-gereja Arab yang penulis lakukan di Timur Tengah, khususnya gereja Arab dan Gereja Ortodoks Syria yang berpusat di Bab Touma, Damaskus, saya menemukan banyak ‘meeting point[kalimatun sawa] dengan Islam yang dapat diagendakan dalam dialog kedua iman. Baik dari sudut historis, kultural maupun teologis.

Ketiga, komunitas gereja dari berbagai aliran di luar Indonesia dan di Indonesia yang merespons kajian-kajian yang dimotori baik oleh komunitas Yudaisme Mesianik maupun Yahudi serta komunitas Gereja Ortodoks. Sejak Tahun 2006, pergerakan Pemulihan Nama Yahweh yang sekarang berkembang menjadi pemulihan kemesianikan, dapat dipetakan berdasarkan karakteristik penekanannya, adalah sebagai berikut:

1. Komunitas Yahweh Only

Mereka yang dikategorikan sebagai “Yahweh only”, nampaknya memahami gerakan ini sebagai suatu bentuk memperjuangkan penggunaan nama Yahweh (YHVH) dalam terjemahan Kitab Suci, dalam berbagai kotbah di mimbar rumah ibadah, dalam berbagai tulisan-tulisan. Seiring dengan itu, penolakkan terhadap penggunaan nama Allah dalam tradisi kristiani di Indonesia.

Mereka sangat bergiat membuat literatur dalam bentuk traktat, brosur, buku penjelasan, dan lainnya untuk meyakinkan orang-orang Kristen di Indonesia untuk menolak keberadaan nama Allah dan pentingnya penggunaan nama Yahweh. Tidak terbersit untuk memperluas makna dan aplikasi perjuangan penggunaan nama Yahweh dalam konteks yang lebih luas, yaitu dalam pokok iman, teologi, tata ibadah dan etika. Yang penting semua pendeta, atau organisasi gereja yang digembalakannya, dan para pimpinan serta pengajar sekolah teologi Kristen menyadari dan menggunakan nama Yahweh, maka bagi mereka misi tersebut mereka anggap telah selesai.

2. Komunitas Back to Hebraic Root

Berbeda dengan kelompok pertama, kelompok yang dikategorikan sebagai “Back to Hebraic Root” adalah mereka yang menaruh perhatian terhadap persoalan penelusuran historis terhadap asal-usul Kekristenan atau akar Kekristenan yang berakar pada Yudaisme. Kelompok ini menekankan pemulihan akar Ibrani yang diekspresikan dalam pokok iman, tata ibadah, teologi, etika praktis. Meskipun demikian, dalam kelompok ini ada begitu banyak keragaman pemahaman dan sikap terhadap isu-isu teologis tertentu. Namun secara kasar dapat dikategorikan menjadi beberapa subkategori sebagai berikut:

a. Impor pemahaman Back to Hebraic Root

Kelompok ini memiliki visi dan kerinduan untuk memulihkan akar Ibrani Kekristenan dalam pengakuan iman, tata ibadah dan etika praktis. Namun mereka sekedar “mengimpor”
pemahaman dan aktualisasi dari fenomena Messianic Judaism yang melanda wilayah Amerika, Eropa, Asia
, dan Afrika serta Timur Tengahyaitu fenomena pemulihan tata ibadah pengikut Mesias dari kalangan Yahudi yang tidak mau menyebut diri mereka “Kristen” melainkan “Mesianic Judaism”. Kelompok ini memindahkan begitu saja tata ibadah yang mengekspresikan Keyahudian seperti lagu-lagu Ibrani, ucapan-ucapan Ibrani, kostum kostum Ibrani, tradisi-tradisi Ibrani, literatur-literatur rabinik dan melaksanakannya dalam pertemuan-pertemuan ibadah individual dan komunal. Dalam kelompok inipun masih terbagi dalam beberapa subkategori mengenai penggunaan nama Yahweh, yaitu:

1) Ha-Shem dan Adonāi ganti Yahweh

Mereka melarang pengucapan secara literal nama Yahweh, sebagai bentuk pelestarian tradisi dalam Yudaisme yang masih dipelihara secara ketat sampai hari ini di Israel dan komunitas Yudaisme di luar Israel.

2) Yahweh ganti Ha-Shem dan Adonāi

Berkebalikan dengan kelompok yaang melarang penggunaan nama Yahweh, kelompok ini justru menyalahkan tradisi Yudaisme tersebut dan menekankan serta meyakinkan bahwa penggunaan nama Yahweh secara literal adalah firmaniah dan historis.

3) Yahshua, bukan Yeshua

Kelompok ini meyakini bahwa nama Sang Juruselamat bukan Yesus atau Yeshua, melainkan Yahshua yang setara dengan penerus Musa, yaitu Yahshua ben Nun.

4) Yeshua, bukan Yahshua

Kelompok ini meyakini bahwa nama Sang Juruselamat bukan Yesus atau Yahshua, melainkan Yeshua, sebagaimana tertulis dalam naskah Perjanjian Baru versi Shem Tov, Du Tillet, serta Peshitta.

b. Kontekstualisasi pemahaman Back to Hebraic Root

Mereka yang tergabung dalam komunitas ini adalah yang memiliki visi dan penerapan memperluas aspek pembaruan bukan hanya berhenti dalam penggunaan nama Yahweh. Jika pembaruan hanya berhenti dalam penggunaan nama Yahweh semata, namun pokok iman dan tata ibadah masih dalam baju komunitas yang lama, lalu apa yang berbeda? Ini tentunya bukan visi besar jika sekedar mengganti nama Allah menjadi Yahweh. Komunitas ini menyadari bahwa pembaruan dan pemulihan merupakan tugas dan panggilan besar yang membutuhkan wawasan yang luas dan kinerja pembaru yang berkualitas serta memiliki kapabilitas dan bukan sekedar emosi atau keberanian semata. Kekhasan komunitas ini adalah dalam dua hal: Pertama, mengadaptasi tata ibadah dan berbagai ekspresi Yudaik sebagai akar iman namun dalam terang kematian dan kebangkitan Yahshua sebagai Mesias. Berbagai tradisi rabinik Yudaisme yang tidak sejalan dengan Torah Yahweh dan Torah Mesias, tidak dipergunakan, seperti penggunaan nama Ha-Shem atau Adonāi bagi Yahweh. Kedua, berani mengambil jarak terhadap fenomena Yudaisme Mesianik dan mengapresiasi serta mereaktualisasi dalam konteks lokal etnis di mana mereka berada. Contoh, dalam konteks komunitas Jawa, maka ekspresi ibadah dalam bahasa Jawa atau idiom-idiom Jawa serta kesenian Jawa dengan leluasa di sintesakan dengan warna Hebraik, sehingga menghasilkan pengayaan ekspresi kultural. Pola ini diisyaratkaan oleh Rasul Paulus mengenai “hancurnya perseteruan” antara Yahudi dan Goyim (non-Yahudi), oleh kematian dan kebangkitan Yahshua Sang Mashiah (Ef 2:15). Tidak ada perbedaan dan tidak ada sikap-sikap inferiority complex dari pihak non-Yahudi terhadap Yahudi.

Di samping pergerakan Sacred Name yang mengkristal menjadi pergerakan Mesianik di beberapa gereja-gereja beraliran Evangelical (Gereja Alkitab Injili Nusantara), Pentakostal (Gereja Isa Al-Masih, Gereja Pimpinan Roh Kudus, dan lainnya), Protestan (Gereja Kristen Jawa), Kharismatik, telah hadir di Indonesia Gereja dengan membawa visi yang mendekati visi Mesianik. Mereka menyimpan perhatian terhadap pengkajian Semitisme, Kembali kepada Akar Kekristenan.

Komunitas ini bernama Gereja Kemah Abraham, pimpinan K.A.M. Jusuf Roni. Adapun yang menjadi visi dan misi Gereja Kemah Abraham, sebagaimana diatur dalam Bab I Pasal 3 Tata Gereja Kemah Abraham sebagai berikut:

1. Pewaris monoteisme Abraham;

2. Membangun pengajaran pencerahan umat;

3. Memelihara tradisi Semitik.

Perhatian Abuna Jusuf Roni terhadap pengkajian Semitik sebagai akar Kekristenan, nampak juga dalam buku terbarunya berjudul “CRITISM: Mengritik Agama Sendiri dan Membela Yang Lain”, di mana beliau menyatakan:

“Awalnya, orang-orang Kristen, yaitu para pengikut Yesus, adalah Yahudi. Mereka beribadah pada hari Sabat dan mengikuti tradisi Yahudi… Bukan hanya itu, mereka bahkan bersama-sama dengan orang-orang Yahudi, sebab mereka dianggap sebagai salah satu sekte Yahudi, yaitu sekte Nasrani. Ketika Kekristenan diterima sebagai agama oleh Romawi. Identitas Kekristenan semakin menampakkan ciri Helenisnya. Di bawah payung kekuasaan Romawi, Kekristenan bercorak Helenis [budaya dan paham Yunani] yang prinsip-prinsip dasarnya diletakkan oleh Paulus ini menjadi semakin besar dan akhirnya menenggelamkan Kekristenan bercorak Yahudi, yang dikembangkan oleh kedua belas Rasul lainnyaAtas kenyataan inilah maka aku melihat penting sekali bagi Kekristenan untuk kembali ke akarnya. Ia lahir dalam budaya Semitik yang sangat akrab dengan Islam. Ini dapat memudahkan Kekristenan untuk masuk dalam dialog dengan Islam… Namun, ternyata untuk kembali ke akar Kekristenan, hambatannya tidak sedikit. Kekristenan ibarat seorang anak yang telah sukses di rantau dan lupa untuk pulang ke kampung halamannya.

Kajian di atas menjadi semacam peta jalan bagi para pembaca bahwa telah terjadi pergeseran dalam tubuh Yudaisme maupun Kekristenan khususnya untuk meredefinisi, merekontruksi eksistensi akar dan sumber religiusitasnya yang bercorak Timur atau Semitik. Kita akan mendalami persoalan tersebut dalam kajian-kajian berikutnya.

Sumber: diasporacawang.wordpress.com

(www.sammy-summer.co.cc)

Comments (0)

Post a Comment