SENI KEBAHAGIAAN MENURUT DALAI LAMA

Posted by mochihotoru | Posted in , , , | Posted on 9:29:00 PM

http://www.enjoyfrance.com/images/stories/france/news/Dalai-Lama-china-is-angry.jpg


“Kita masing-masing memiliki fisik, pikiran, dan emosi. Kita semua dilahirkan dengan cara yang sama, dan kita semua akan mati. Kita semua ingin berbahagia dan tidak ingin menderita. Saya yakin, menggunakan waktu dengan cara yang tepat adalah demikian: bila mungkin, bantulah orang lain dan makluk-makluk berperasaan lainnya. Bila tidak, setidaknya tahanlah diri untuk tidak menyakiti mereka. Saya rasa itulah dasar utama filosofi saya." —Dalai Lama


“Semakin lama saya semakin yakin bahwa Dalai Lama telah mengetahui cara menjalani hidup dengan rasa pemenuhan dan tingkat ketenangan yang belum pernah saya lihat dalam diri orang lain… Walau ia seorang bikkhu Buddha…saya mulai berpikir, andai seorang mampu merumuskan keyakinan atau latihan yang dapat dilaksanakan oleh orang-orang non Buddha-latihan yang dapat diterapkan secara langsung ke dalam hidup untuk membantu kita menjadi lebih bahagia, lebih kuat, dan mungkin, tidak terlalu merasa takut.” —Howard Cutler

Pernahkah Anda mendengar kisah tentang seorang psikiater yang bertemu dengan bikkhu Buddha? Biasanya pertanyaan ini digunakan untuk membuka sebuah humor segar, mungkin juga melibatkan dipan dan mangkok pengemis. Namun dalam hal ini, pertanyaan itu merupakan dasar bagi sebuah buku.


The Art of Happiness adalah kolaborasi antara Howard Cutler, seorang psikiater terkemuka, dengan Yang Mulia Dalai Lama. Buku ini merupakan paduan antara pemikiran Dalai Lama tentang berbagai pokok persoalan dengan refleksi pribadi dan ilmiah Cutler terhadap pokok persoalan yang sama.


Sifat dan Sumber Kebahagiaan

Cutler memulai dengan keyakinan tertentu yang berlatar belakang ilmiah Barat, seperti kebahagiaan merupakan sebuah misteri dan yang terbaik yang bisa kita lakukan adalah menghindari kesengsaraan. Setelah melewati banyak percakapan, Dalai Lama berhasil meyakinkan Cutler bahwa kebahagiaan bukanlah sebuah kemewahan melainkan tujuan eksistensi kita—bukan hanya itu, bahkan ada sebuah jalan yang menuju ke kebahagiaan. Kemudian kita harus mengurangi faktor yang menjadi penyebab kesengsaraan dan menumbuhkan faktor yang memicu kebahagiaan.


Hal yang paling mengejutkan tentang kebahagiaan adalah bahwa pencapaiannya ternyata bersifat “ilmiah” serta membutuhkan disiplin, sebagaimana diungkapkan oleh Cutler:

“Saya menyadari bahwa sejak awal, percakapan kami telah bernuansa klinis, seolah saya sedang menanyakan padanya anatomi tubuh manusia, hanya saja dalam hal ini, antomi pikiran dan jiwa manusia..”


Berikut ini adalah beberapa poin dalam The Art of Happiness:

· Ada beberapa tingkat kebahagiaan. Dalam Buddhisme, ada empat faktor—kekayaan, kepuasan duniawi, spiritualitas, dan pencerahan—yang merupakan “totalitas pencarian suatu individu akan kebahagiaan”. Kesehatan yang baik dan sahabat juga merupakan hal yang penting, tetapi yang paling utama dari semua itu adalah keadaan pikiran Anda. Pikiran tidak hanya berperan menciptakan pengalaman hidup Anda, tetapi juga sebagai filter saat Anda melihat pengalaman hidup Anda. Tanpa pikiran yang disiplin, Anda tidak bisa sepenuhnya mengendalikan apa yang sedang Anda lakukan, ataupun membebaskan diri dari segala peristiwa saat Anda menginginkannya. Sumber sejati kebahagiaan adalah kesadaran yang terkendali. Pikiran yang tenang, misalnya, atau terlibat dalam pekerjaan yang berarti, dapat membawa Anda menuju kebahagiaan.


· Sebuah cara mendasar untuk mencapai kebahagiaan adalah dengan menumbuhkan afeksi dan relasi dengan orang lain. Bahkan andaikan Anda kehilangan segalanya, Anda masih memiliki dua hal ini. Dalai Lama mengisahkan bahwa saat ia kehilangan negerinya, ia di sisi lain mendapat dukungan dari seluruh dunia, karena ia memiliki kemampuan bersahabat dengan orang lain dalam waktu yang singkat. Carilah persamaan Anda dengan orang lain, maka Anda tidak akan pernah merasa kesepian.

· Betapa pun kuatnya, emosi dan pikiran negatif tidak berpijak pada kenyataan. Emosi dan pikiran negatif hanyalah distorsi yang membuat kita tidak bisa melihat keadaan yang sesungguhnya. Kita akan hanya merasa malu dan menyesal setelah lepas kendali dan menyadari keadaan yang sesungguhnya. Saat pikiran kita berada dalam keadaan positif, secara umum kita akan semakin dekat dengan sifat sejati alam semesta dan kita bisa terus seperti itu sepanjang waktu. Seluruh emosi, bila dilatih secara berkala, akan tumbuh dalam ukuran yang wajar. Dalai Lama terus menyarankan agar kita menumbuhkan pikiran positif—seperti kebiasaan baik yang dimulai dari halkecil, pada akhirnya akan menghasilkan manfaat besar.


· Keadaan pikiran yang positif tidak hanya baik untuk Anda, melainkan juga bermanfaat bagi orang yang berhubungan dengan Anda, dan mengubah dunia. Betapa pun sulitnya, kurangi keadaan negative pikiran Anda dan tingkatkan keadaan positifnya.


· Bertindak “benar” sebagai kebalikan dari bertindak yang “tidak benar” bukan masalah moralitas atau pun agama, melainkan perbedaan mutlak antara kebahagiaan dan ketidakbahagiaan. Dengan melatih diri, Anda dapat mengembangkan sebuah “hati yang baik” yang akan memperkecil kesempatan Anda bertindak dalam cara yang tidak produktif.


· Jangan keliru membedakan kebahagiaan dengan kesenangan. Kesenangan berkaitan dengan indra dan bisa terlihat seperti kebahagiaan, namun tidak memiliki arti. Kebahagiaan, sebaliknya, memiliki arti dan sering kali dirasakan walaupun berada dalam kondisi eksternal yang negatif. Kebahagiaan bersifat stabil dan tetap. Kesenangan ibarat bonus dalam kehidupan, tetapi kebahagiaan adalah sebuah keharusan.


· Kebahagiaan adalah sesuatu yang harus terus dikembangkan dari waktu ke waktu. Pencarian yang sistematis terhadap sebab dan cara menuju kebahagiaan bisa jadi merupakan salah satu keputusan terpenting dalam hidup Anda, seperti memutuskan untuk menikah atau memulai sebuah karier, kata Cutler. Bila tidak, kebahagian akan datang dan pergi secara kebetulan, serta mudah diserang oleh ketidakbahagiaan. Para murid pencari kebahagiaan akan merasakan pengalaman yang baik dan yang buruk, tetapi mereka memiliki bekal yang lebih baik untuk kembali ke keadaan positif dengan lebih cepat, atau meningkatkan secara signifikan keadaan mental “normal” mereka ke tingkat yang lebih tinggi.


· Anda harus mencoba untuk tidak mengeluarkan emosi negatif secara terus menerus, terutama kemarahan dan kebencian, dan menggantinya dengan toletansi dan kesabaran. Pemikiran Dalai Lama tentangmengatasi pikiran negatif dengan cara menukarnya dengan pikiran positif telah disahkan dengan muncul dan suksesnya terapi kognitif, yang membuat orang mengganti cara pikir yang terdistorsi (misalnya, “hidup saya benar-benar berantakan”) dengan cara pikir yang lebih akurat (“hidup saya di bagian ini memang tidak bagus, di banyak bagian yang lain, bagus”).


Belas Kasih dan Relasi

· Sifat utama manusia, menurut Dalai Lama, adalah kelembutan. Ilmu pengetahuan dan filsafat sering menggambarkan manusia sebagai sosok yang hanya tertarik pada diri sendiri, tetapi sejumlah penelitian menunjukkan bahwa manusia mau peduli terhadap sesamanya bila mereka memiliki kesempatan, misalnya usaha memberi pertolongan pada korban bencana alam. Kita bisa mengibaratkan seorang bayi sebagai contoh sempurna umat manusia, yang hidup hanya untuk memenuhi kebutuhan fisiologisnya. Tetapi bila dilihat dari sudut pandang yang lain, Anda akan melihat kegembiraan yang diberikan si bayi kepada orang-orang disekitarnya. Bila kita melihat dunia ini bukan sebagai sesuatu yang agresif melainkan pada dasarnya berbelas kasih, mudah saja membuktikannya.


· Belas kasih berbeda dengan rasa sentimental, belas kasih merupakan dasar komunikasi yang baik dengan orang lain. Sama seperti Dale Carnegie, Dalai Lama mengatakan bahwa hanya dengan sungguh-sungguh melihat dan merasakan segala sesuatu dari sudut pandang orang lain maka Anda akan sungguh terhubung dengan orang lain itu. Belas kasih bukanlah “merasa iba terhadap orang lain” melainkan merasakan kebersamaan—apa yang dirasakan oleh orang lain hari ini mungkin sajaakan Anda rasakan minggu depan.


· Dalai Lama tidak pernah “merasa kesepian”. Penawar rasa sepi adalah bersedia berelasi dengan siapa pun. Sebagian besar orang menganggap dirinya kesepian hidup dikelilingi oleh keluarga dan sahabat, tetapi mereka menaruh semua kerinduan mereka pada harapan menemukan “seseorang yang istimewa”. Bukalah mata Anda untuk melihat keanekaragaman manusia, katanya, dan rasa sepi akan segera menjadi sebuah masa lalu.


· Bedakan antara cinta berdasarkan pamrih dan cinta berdasarkan belas kasih. Seluruh umat manusia ingin berbahagia dan terhindar dari kesengsaraan; jangan menerima sesama karena Anda ingin dicintai mereka, melainkan mulailah melihat kesamaan kondisi seseorang dan apa yang dapat Anda lakukan untuk meningkatkan kebahagiaan orang itu.


· Bila anda gagal menumbuhkan rasa belas kasih atau kemampuan untuk merasakan penderitaan orang lain, Anda kehilangan rasa memiliki terhadap umat manusia yang justru merupakan sumber kehangatan dan inspirasi. Merasakan penderitaan orang lain mungkin bukan sesuatu yang menarik, tetapi tanpanya berarti kita mengisolasi diri dari orang lain. Orang yang kejam, tidak pernah bisa merasa tenang, tetapi orang yang berbelas kasih menikmati pikiran yang bebas dan kedamaian.


The Art of Happiness, membuat Anda bertanya kepada diri sendiri: “Bagaimana cara Dalai Lama mengatasi situasi yang ia hadapi?” Sosok manusia yang telah kehilangan negaranya ini tidak menyemburkan hal-hal negatif, melainkan menyebarkan cahaya dalam kehidupan. Menghadapi pertanyaan-pertanyaan Cutler yang sifatnya menyelidik itu, herannya, Dalai Lama sering kali menjawab “Saya tidak tahu”, terutama untuk kasus individual. Manusia adalah makluk yang kompleks, katanya, tetapi budaya Barat selalu mencari sebab dari segala sesuatu, yang dapat mengakibatkan agoni bila tidak berhasil menemukan jawabannya. Kita tidak akan memahami mengapa kehidupan berjalan sebagaimana sekarang ini ada dalam lingkup waktu kita.


Sudut pandang ini sebagian muncul dari keyakinan Dalai Lama akan reinkarnasi dan karma, namun bisa dipahami di luar doktrin Buddha. Tepatnya, kita tidak sepenuhnya memahami eksistensi kita, maka yang lebih penting adalah bersikap baik terhadap sesama dan menjadikan dunia ini sebagai tempat yang lebih baik untuk dihuni. Dengan perintah sederhana ini, kita tahu pasti bahwa kita tidak akan salah langkah.


*) Dari 50 Self Help Classics by Tom Butler-Bowdon


(Sumber: samuel-uniwaly.com)

Comments (0)

Post a Comment