TIDAK ADA GEREJA YANG LEBIH BAIK? YANG LEBIH “MAHAL”, BANYAK!

Posted by mochihotoru | Posted in , , | Posted on 8:32:00 PM

Oleh Julius Tarigan

Saya tidak tahu dengan Anda, tetapi saya, sejak menginjak dewasa (dan tidak lagi tinggal dengan orang tua), saya sudah beberapa kali berpindah-pindah (keanggotaan) gereja. Bahkan, sejak menjadi seorang pendeta, saya sudah dua kali ditahbiskan sebagai pendeta di lingkungan organisasi gereja yang berbeda. Tolong jangan salah sangka dulu mengenai apa yang barusan saya kemukakan itu. Sungguh, sama sekali saya tidak bangga dengan hal itu—malahan, sebenarnya saya sangat malu tentangnya, sebab hal itu sama sekali bukanlah sebuah “prestasi”, tetapi lebih merupakan “aib” bagi saya. Jadi, saya sebenarnya sedang membuka “aib” saya sendiri, dengan mengungkapkan hal yang di atas itu tadi. Tetapi, bagi saya itu tidak menjadi soal yang berarti, asal saja darinya nanti akan bisa ditarik “hikmah”-nya oleh beberapa orang, sehingga membuat pemahaman dan kehidupan kekristenan mereka menjadi lebih baik dari sebelumnya. Itulah yang saya yakini akan terjadi melalui pemaparan ini nanti, dan karena itulah saya bersedia melakukannya.

Keadaan gereja-gereja secara umum sekarang ini sangatlah jauh dari baik, apa lagi memuaskan. Hal ini khususnya sangat disadari—dan, karenanya, dirasakan—oleh orang-orang Kristen atau anggota jemaat yang agak “liar” atau tidak mudah untuk “dicekoki” begitu saja atau—saya lebih suka menyebutnya—cenderung berpikir dan bersikap secara mandiri dan kritis. Sedangkan, bagi mereka yang lainnya—sayangnya, mereka ini jumlahnya jauh lebih banyak atau yang merupakan kelompok mayoritas, keadaan gereja sekarang ini sudah cukup baik, terutama di lingkungan gereja-gereja Injili dan Kharismatik, yang sekarang ini sedang mengalami “pertumbuhan” yang “pesat”. Tetapi, jika ukurannya adalah kebenaran—nanti saya akan jelaskan mengenai hal ini, sesungguhnya keadaan gereja-gerejalah, secara keseluruhan, sekarang ini sangat mencemaskan (untuk tidak mengatakan: memalukan).

Apakah yang saya maksudkan dengan kebenaran itu tadi? Di sini saya sama sekali tidak bermaksud untuk masuk ke dalam pembicaraan mengenai kebenaran secara teoritis atau dari sisi filosofisnya. Saya memiliki, setidaknya, dua alasan untuk itu, yaitu: 1) Saya tidak cukup berkompeten untuk melakukan hal yang demikian itu, 2) pendekatan yang seperti itu hanyalah akan membawa ke dalam “debat kusir” saja—sebab kita tahu bahwa pandangan atau teori filsafat itu sendiri begitu beragam dan setiap “school of thought” pasti memiliki asumsi atau presuposisi tertentu yang dijadikan sebagai titik tolaknya. Karena itulah, saya akan mendekati permasalahan kita di sini hanya secara praktis—bahkan, prakmatis—saja. Yaitu membicarakan kebenaran itu dari sisi atau cara pandang secara umum atau orang kebanyakan saja.

Jadi, apa persisnya yang saya maksudkan dengan kebenaran tadi, yang dikaitkan dengan menilai keadaan gereja itu tadi ialah begini: Sangat banyak hal yang dilakukan oleh (anggota-anggota dari) gereja-gereja pada masa kini, yang apabila hal-hal itu dinilai dari “kacamata” umum saja pun, akan nyata sekali terlihat keburukan-keburukannya. Yang saya maksudkan itu, antara lain adalah beberapa hal yang akan saya sebutkan berikut ini.

1. Sikap-sikap yang cenderung antisosial (khususnya yang termanifestasikan dari kehidupan anggota-anggotanya yang sangat giat dan bersungguh-sungguh). Bisa diperhatikan langsung di gereja-gereja besar sekarang ini bahwa mereka yang memiliki toleransi dan kesadaran sosial justru pada umumnya adalah orang-orang yang tergolong kurang aktif atau kurang bersungguh-sungguh. Sedangkan, mereka yang tergolong paling “rohani” pada umumnya cenderung bersikap anti sosial (yang “emotional-intelligence”-nya dan “social-intelligence”-nya sama sekali tidak berkembang, karena memang tidak pernah atau sangat jarang dipergunakan).

2. Pengelolaan keuangan yang tidak transparan. Sebagai suatu badan sosial, gereja itu seharusnya tidak mencari laba, tetapi nyatanya, betapa banyak pendeta-pendeta yang menjadi kaya (berkelimpahan?) dari “'pelayanan sosial”-nya itu!

3. Sedemikian intens-nya dorongan yang diberikan untuk mendapatkan donasi dari anggota-anggotanya (atau simpatisannya). Kita bisa menemukan sedemikian banyaknya apa yang mungkin bisa disebut sebagai “rekayasa teknologi” yang “dikembangkan” oleh atau di dalam gereja-gereja sekarang ini, yang kesemuanya itu dimaksudkan untuk menemukan cara-cara terbaik atau paling sukses dalam upaya “menjaring” lebih banyak lagi dana (uang) dari umat.

4. Terjadi persaingan yang tidak sehat antara gereja yang satu dengan yang lainnya (dan antara pendeta yang satu dengan yang lainnya) untuk memperebutkan anggota (atau pelayan dan, bahkan, tempat/ lokasi untuk melakukan kebaktian gereja—barangkali karena keliru menafsirkan Maleakhi 3:10). Jika dilihat dari jarak yang agak dekat sedikit saja ke dalam “dunia persilatan” gereja itu—sekarang ini, maka akan kelihatanlah trik-trik kotor, intrik, dusta dan pemutarbalikan fakta, yaitu segala cara yang ditempuh oleh manusia-manausia yang bejat dan licik di dunia ini, dilakukan juga di dalamnya—sehingga, kawan-kawan di legislatif dan politisi lainnya di negeri ini pun dijamin akan “geleng-geleng kepala” kalau mereka melihat apa yang dilakukan di gereja-gereja sekarang ini.

Keempat hal yang sudah dikemukakan di atas itu hanyalah singkapan kecil saja dari keburukan-keburukan dari gereja-gereja sekarang ini. Masih sangat banyak lagi hal-hal yang lainnya, yang jika dinilai menurut standar umum saja pun sudah tidak bisa dibenarkan lagi, bahkan tidak sedikit di antaranya yang sangat buruk dan kejam. Saya tidak bisa melupakan jawaban yang diberikan oleh seorang pendeta dari suatu gereja yang besar, ketika dia ditanya: “Apa bapak tidak kasihan dengan gereja-gereja yang kecil di sekitar gereja bapak, yang anggota-anggotanya tersedot ke dalam gereja Bapak?” Dia menjawabnya begini: “Ada tertulis, 'setiap pohon yang tidak ditanam oleh Bapa-Ku yang surga akan dicabut sampai ke akar-akarnya.' Jadi, itu adalah penggenapan fiman Tuhan. Kita tidak perlu menjadi sentimentil mengenai hal itu!” Ada lagi pendeta yang ketika anggota jemaatnya bermaksud memberikan persepuluhannya kepada gereja-gereja yang kecil, yang nampaknya sangat membutuhkan pertolongan, mengatakan begini: “Menaburlah di tempat yang subur. Kalau kamu menabur di tempat yang tandus, kamu tidak akan menuai apa-apa nantinya!”

Pada suatu kali, saya berbincang-bincang dengan seorang teman mengenai keadaan gereja sekarang ini. Beberapa saat kemudian, teman saya itu berkata begini kepada saya: “Aku sebenarnya sudah tidak bersemangat lagi untuk mengikuti kebaktian di gereja.” Saya justru menjawabnya begini: “Aku malah sudah jijik pun!” Tetapi, kami masih tetap pergi ke gereja juga. (Habis, mau ke mana lagi?! Kalau ke Wihara, kan nggak lucu?!)

Kemudian, tidak lama berselang, seorang bapak datang dari jauh menemui saya untuk berbincang mengenai pelayanannya di gereja, karena dia barusan membaca buku saya yang berjudul “Rumah Tuhan menjadi Sarang Penyamun”. Dalam pembicaraan itu, akhirnya si bapak bertanya begini:”Saya sudah berpindah-pindah keanggotaan gereja sampai lima kali. Dan, di gereja yang sekarang ini pun saya tidak merasa cocok juga. Menurut Bapak, bagaimana? Apa yang harus saya lakukan?” Selanjutnya, kami pun larut di dalam perbincangan mengenai hal itu. Dan, akhirnya kami berdua sepakat untuk satu hal ini mengenai apa yang ditanyakannya itu tadi, yaitu: Pada dasarnya, semua gereja sekarang ini adalah sama saja; tidak ada yang bisa dikatakan lebih baik dari yang lainnya. Dan, kemudian, tanpa dikomando, kami pun mengucapkan perkataan yang berikut ini—yang menirukan bunyi dari sebuah iklan di teve secara bersama-sama (yang diakhiri dengan gelak tawa kami berdua:

“Apa nggak ada gereja yang lebih baik? Yang lebih “mahal”, banyak!”

(sumber: in-christ.net)

Comments (0)

Post a Comment