KONTROVERSI SEKTE-SEKTE BERBEDA DI INDIA (Bertemunya Kelompok Arya dan Dasyu)
Posted by mochihotoru | Posted in Hinduism, Religions, World | Posted on 9:55:00 PM
Oleh: Swami Dayananda Saraswati
Diterjemahkan oleh: Dr Somvir
Perkembangan Hindu tak bisa dilepaskan dari eprkembangan sekte-sekte. Ada baiknya, umat Hindu di Bali saat ini belajar dari perjalanan sekte-sekte beberapa abad lalu di India, sehingga bisa menghindari dampak negatif dari munculnya pertentangan antar sekte. Berikut ini secara bersambung Tabloid Mingguan Baliaga menurunkan tulisan karya tokoh pembaru (reformis) India yang juga pendiri gerakan moral Arya Samaj yaitu Swami Dayananda Saraswati yang terjemahannya dibantu Dr. Somvir, seorang dosen tamu Fakultas Universitas Udayana.
Sekarang kita seharusnya mengamati agama-agama Arya, yakni sebutan orang-orang yang menetap di Aryavarta (India). Negara ini adalah yang istimewa dan tidak ada negara lain di dunia yang dapat menyamai kehebatannya. Negara ini juga dinamakan Tanah Emas karena negara ini memang menghasilkan emas dan batu-batu permata.
Adalah karena alasan ini maka orang-orang Arya pada permulaan dunia datang ke tanah ini. Kami telah menyatakannya dalam bab tentang Kosmogoni bahwa orang-orang baik dan terhormat ini disebut sebagai Arya, sedangkan kelompok orang sebaliknya dinamakan Dasyu. Penduduk asli negara lain di bumi ini memuji negeri luar biasa ini, dan percaya bahwa batu filsuf dapat ditemukan di sini. Meskipun kisah tentang batu filsuf ini hanyalah sebuah mitos, tetapi adalah benar bahwa negara ini sendiri (Aryavarta) benar-benar batu filsuf yang setiap sentuhannya mengubah semua logam dasar para orang asing yang malang, menjadi emas, menjadi orang kaya raya. Sejak permulaan keberadaan dunia sampai dengan 5000 tahun lalu, Arya adalah penguasa yang berdaulat di seluruh dunia, atau dengan kata lain, hanya ada satu kekuatan yang besar yang kekuasaannya dipertuan dan diakui oleh para penguasa di bumi.
Sampai dengan nama Kaurawa dan Pandawa, semua penguasa yang lain si bumi ini dan yang dikuasai mematuhi hukum yang diletakkan oleh penguasa negara ini, seperti yang dikatakan Manu Smrti, sebuah buku yang ditulis pada awal dunia. “Biarkan semua orang di dunia, Brahmana Ksatria, Waisya, Sudra, Dasyu, dan Malechha, mempelajari seni dan ilmu pengetahuan yang cocok untuk mereka dari orang-orang yang terpelajar yang dilahirkan di negara ini.
Penelitian yang mendalam terhadap Mahabharata membuktikan bahwa orang-orang Arya adalah penguasa yang berdaulat di dunia ini sampai dengan penobatan raja Yudhistira dan Perang Besar Mahabharaa, karena kita baca dalam buku tersebut bahwa raja Bhagadatta dari Cina, Babrucahan dari Amerika, Vidalakha dari Eropa, penugasa Yunani, Raja Shalya dari Persia dan banyak lagi penguasa yang lain datang sebagaimana diperintahkan untuk ikut serta membantu dalam penobatan raja Yudhistira. Ketika wangsa Raghu berkuasa (di negara ini), bahkan raja Rawana dari Ceylon mengakui kekuasaannya. Kemudian ketika dia memberontak terhadap kekuasaan tersebut, Pangeran Ram-Chandra disingkirkan dan diturunkan dari tahtanya digantikan adik laki-lakinya Vibhisana. Sejak masa Swayambahva sampai dengan Pandawa, orang-orang Arya mempunyai kekuasaan yang sangat besar di seluruh dunia.
Setelah itu, perselisihan di antara mereka menyebabkan kehancuran diri mereka sendiri, karena di dunia ini, keadilan Tuhan yang berlaku. Penguasa yang angkuh, tidak adil dan tiran (seperti yang ditunjukkan oleh Kurawa) tidak dapat bertahan lama.
Adalah juga merupakan hukum alam bahwa akumulasi kekayaan dalam sebuah komunitas yang berada di luar proporsi dari yang diperlukan dan yang dipersyaratkan akan menyebabkan kemalasan, rasa iri, kebencian, keserakahan, kemewahan, dan pengabaian kewajiban yang akan mengakhiri semua pendidikan dan hasil belajar, kemudian tempatnya akan digantikan oleh kebiasaan, perilaku dan tindakan jahat, seperti penggunaan anggur dan daging, pernikahan anak-anak, dan kejahatan lainnya.
Di samping itu, bila orang-orang mempersyaratkan kesempurnaan dalam ilmu pengetahuan milliter dan seni perang. Dan tentara menjadi begitu hebatnya sehingga tidak seorangpun di dunia ini tidak dapat menahannya dalam sebuah peperangan. Kebanggaan dan semangat kelompok akan meningkat diantara mereka dan mereka kemudian akan berubah menjadi kelompok yang tidak adil.
Setelah itu mereka akan kehilangan kekuasaan apakah melalui perselisihan diantara mereka sendiri ataukah seseorang yang sangat kuat dari keluarga yang kurang penting akan mucul dan dia cukup kuat untuk menaklukkan mereka seperti Shivajee dan Goind Singh.
Membuat Meriam dengan Mantram?
Fakta bahwa orang-orang Arya adalah penguasa yang berdaulat di dunia ini sejak awal keberadaan dunia sampai dengan perang Mahabharata, juga dibuktikan pada otoritas Maitreyopanishad yang mengatakan: “Mengapa di samping ini semua, ada Penguasa yang Maha Kuasa yang lain yang merupakan Tuhan yang Maha Kuasa atas seluruh dunia seperti Sudyumna, Bharidyumna, Indradyuamna, Kuvalyashwa, Yanvanashwa Baddhyyrashwa, Ashwapati, Shashavindu, Harishendra, Ambrisha, Nanaktu, Saryati, Anarya, Akshasena dan juga raja seperti Mauruta dan Bharat.”
Nama-nama penguasa yang bedaulat seperti Swayambhava dan sebagainya dengan jelas disebutkan dalam Mahabharata, Manu Smrti dan buku-buku yang lain. Hanya prasangka dan pengabaian yang luar biasa yang akan mengnggap pernyataan ini sebagai sesuatu yang salah. Pertanyaannya, apakah benar, orang-orang kuna penggunaan senapan, seperti Agneyastra, karena kita membaca dalam pustaka Sanskrit? Apakah meriam dan senapan sudah dikenal di zaman kuna atau tidak? Jawabannya, ya. Itu adalah benar. Senjata dan senapan digunakan di zaman kuna. Agneyastra dan senjata sejenisnya dapat dibuat dengan menggunakan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan.
Pertanyaan; Apakah mereka membawa ke dunia nyata benda-benda tersebut melalui formula ajaib yang diberikan oleh para dewa? Jawabnya. Tidak. Metode pembuatan senjata merupakan hasil pemikiran yang mendalam (mantra). Tetapi semata-mata hanya mengucapkan mantra yang hanyalah semata kumpulan kata-kata, tidak akan dapat menghasilkan sesuatu. Apakah seseorang dapat mengatakan, dengan mengucapkan mantra (atau sebuah nyanyian suci) dapat memproduksi api.
Pada orang ini dapat ditanyakan mengapa api tersebut tidak membakar tenggorokan dan lidah orang yang mengucapkannya. Betapa lucunya bahwa seseorang harus membakar dirinya sendiri sampai mati sementara dia mengharapkan kematian musuhnya. Setelah mantra, secara harfiah bermakna kekuatan pikiran, maka dari itu Raja Mantri (Raja bermakna keadaan, dan mantri bermakna seseorang yang sedang berpikir) adalah orang yang sedang memikirkan masalah-masalah atau keadaan negara dan dia adalah penasehat raja.
Jadi, manusia setelah studi yang mendapam memerlukan pengetahuan tentang hukum alam dan melalui penggunaan yang tepat dapat melakukan banyak penemuan dalam ranah seni serta menemukan mesin-mesin. Contohnya, jika sebuah anak panah besi atau sebuah bola diisi dengan bahan tertentu yang jika dinyalakan akan menghasilkan banyak asap, dan jika kena udara atau sinar matahari akan menghasilkan api, maka orang yang memahami fenomena ini akan menemukan Agneyasthra. Api yang dihasilkan ini akan gagal berfungsi, jika tentara lawan Varumastra yang dibuat oleh bahan tertentu yang asapnya diubah menjadi awan.
Pada saat awan ini bersentuhan dengan udara, maka awan tersebut berubah menjadi hujan dan memadamkan api. Juga, pada masa kuna dulu ada senjata perang yang lain, seperti Nagaphasa, yang dilepaskan pada musuh akan menakibatkan kelumpuhan dan Mohanasra yang jika dilepaskan bersama-sama dengan sejenis bahan narkotika maka asapnya akan menyebabkan tentara lawan linglung, dan Pahupatastra jenis lain Agneyastra, dimana listrik yang dihasilkan melalui seutas kawat, gelas, ataupun bahan yang lain dapat digunakan untuk membunuh musuh.
Sehubungan dengan kata-kata Top (meriam) atau Bandook (senapan) kata-kata ini berasal dari bahasa asing dan tidak berasal dari bahasa Sanskrit atau kara-kata dari bahasa India. Sekarang apa yang dinamakan Top (meriam) oleh orang-orang asing, diucapkan sebagai Shatagahni (secara harfiah bermakna membunuh ratusan orang dalam satu waktu) dan bandook (senapan) disebut sebagai bhushundi dalam bahasa sanskrit dan Arya Bhasha (salah satu istilah yang paling banyak dipakai dalam bahasa India seempat). Mereka yang tidak pernah membaca karya sastra Sanskrit, ternyata menulis dan berbicara segala jenis omong kosong. Tuliasan mereka tidak dapat dianggap sebagai sesuatu yang otentik oleh mereka tidak dianggap sebagai sesuatu yang otentik oleh mereka yang berpendidikan.
Semua pengetahuan yang dikembangkan di dunia ini berasal dari Aryavatra (India), kemudian pengetahuan itu menyebar ke Mesir, kemudian ke Yunani, kemudian keseluruh benua Eropa, kemudian ke Amerika dan negara- negara lainnya.
Bahkan dewasa ini India memimpin negara-negara lain dalam hal pembelajaran Sanskrit dan bahwa tidak ada orang yang lebih banyak membaca Sanskrit seperti dilakukan oleh Prof. Max Multer merupakan sesuatu yang jarang ditemukan. Ya, di tanah dimana pohon-pohon tidak pernah tumbuh, bahkan Recints Communists atau tanaman minyak Gastor dinamakan pohon oak.
India, Sumber Ilmu Pengetahuan dan Agama
Kami tahu lewat surat Rektor Universitas Jerman, bahkan orang yang cukup berpendidikan untuk mengartikan sebuah surat berbahasa Sanskrit saja jarang ditemukan di Jerman. Kami menyimpulkan dari kajian Max Muller tentang sejarah Pustaka Sanskrit dan sejumlah komentarnya tentang mantra dalam Kitab Weda bahwa profesor ini mampu memecahkan makna beberapa mantra dengan bantuan sejumlah Tika yaitu para penafsir Kitab Weda yang ada di India; dia menerjemahkan kata bradhnam menjadi kuda dalam ayat kitab Weda yang berbunyi: “Yunjanti bradhnam arusham charanti.” Bahkan salinan Sayanacharya yang memaknakan kata ini menjadi matahari tampaknya lebih baik, tetapi makna sebenarnya kata ini adalah Jiwa yang tidak pernah mati. Kondisi ini cukup untuk menunjukkan seberapa banyak penguasaan bahasa Sanskrit yang dipelajari Prof. Max Muller dan Ilmuan Jerman lainnya.
Adalah kenyataan, semua ilmu pengetahuan dan agama yang berkembang di dunia ini berasal dari India kemudian meyebar ke negara yang lain. Jacolliot, orang Prancis, lewat bukunya berjudul Bible to India mengatakan kepada kita bahwa India adalah sumber semua jenis pengetahuan dan institusi yang baik. Semua ilmu pengetahuan dan agama yang ditemukan di dunia ini disebarkan dari negara ini. Maka dari itu dia berdoa kepada Tuhan, “Berkenanlah Engkau, ya TUhan, mengangkat negaraku menuju keberadaban dan kemajuan seperti yang telah dicapai oleh India dulu”. Pangeran Dara Shikoh juga sampai pada kesimpulan yang sederhana, yaitu pengetahuan tidak dapat ditemukan dalam bahasa yang lain sesempurna yang dapat ditemukan dalam bahasa Sanskrit.
Dia berkata dalam komentarnya tentang Upanishad dia membaca bahasa Arab dan bahasa-bahasa yang lain, tetapi keraguannya tidak pernah hilang, juga tidak pernah merasa berbahagia sampai dia mempelajari bahasa Sanskrit, lewat bahasa ini semua keraguannya tidak pernah hilang, juga tidak pernah merasa berbahagia. Melihat sekali lagi Zodaic pada kuil Man di Benares yang begitu indahnya bahkan sampai dewasa ini memberikan informasi yang menakjubkan tentang Astronomi meskipun kuil itu tidak dirawat dengan baik.
Akan merupakan suatu yang sangat baik jika penguasa Jeypon mau merawat kuil ini dan melakukan perbaikan-perbaikan. Sangat disayangkan permata negara ini mengalami guncangan yang sangat kasar dari perang besar yang bahkan sampai dewasa ini belum sepenuhnya pulih dari akibat-akibatnya, karena keraguan yang mungkin ada di negara ini dimana masing-masing saudara membunuh satu sama lainnya. Dikatakan, “Bila waktu kehancuran tiba, kaum intelek akan berbalik,” dan manusia melakukan hal-hal yang bodoh. Seharusnya setiap orang menawarkan kepada mereka nasehat yang baik, mereka memang menanggapinya dengan tidak baik, teapi setiap orang selaluingin mengikuti nasehat tersebut. Ketika sebagian besar orang terpelajar, para raja dan kaisar, pahlawan dan para ahli nujum tebunuh atau meninggal dalam perang besar, sinar ilmu pengetahuan mulai memudar, dan dengan itu semua penghamburan agama Vedic segera berakhir. Orang-orang menjadi mangsa bagi rasa iri, kebencian dan kesombongan. Cengkeraman yang sangat kuat memayungi negara ini dan kemudian memproklamasikan dirinya sendiri sebagai raja-raja. Jadi bila sebuah kerajaan dibagi begitu banyak kawasan bagian yang merdeka dan berdaulat bahkan di India sekalipun, siapa yang dapat mengendalikan penjajahan. Ketika para brahmana miskin pengetahuan, maka tidak akan ada pembicaraan mengenai pengabaian kaum Ksatria, Waisya, dan Sudra.
Bahkan praktik kuna tentang kajian Kitab Weda dan Sastra yang lain dengan maknanya sekalian akan menghilang. Para Brahmana hanya mempelajari Kitab Weda secara hafalan, hanya cukup bagi mereka untuk mempertahankan kehidupannya. Bahkan mereka tidak lagi mengajar kaum Ksatria dan yang lainnya. Sebagaimana pengabaian menjadi guru banyak orang, penipuan, pemalsuan, sikap hipokrit (munafik) dan tidak percaya kepada agama mulai meningkat di antara mereka kaum Brahmana yang berpikir bahwa mereka seharusnya mengatur keperluan untuk hidup mereka sendiri. Mereka membentuk sebuah dewan di antara mereka dan setuju untuk berkhotbah bagi para Ksatria dan yang lain: “Kami sendiri adalah obyek pemujaan bagimu. Engkau tidak akan pernah masuk ke dalam surga atau mendapatkan penyelamatan kecuali melayani kami. Jika engkau tidak melayani kami, engkau akan masuk ke dalam neraka.”
Kitab Weda dan Sastra yang ditulis oleh para Rsi dan para ahli menujum telah menyatakan manusia yang terpelajar dan yang benar-benar sebagai brahmana dan harus dihormati, tetapi di sini, mereka yang bodoh, penipu, pemalas, dan tidak beragama, menyatakan diri mereka sendiri sebagai Brahmana dan pantas dihormati.
Sumber: The Light of Truth
Comments (0)
Post a Comment