Rahasia Perubahan Kiblat

Posted by mochihotoru | Posted in , , | Posted on 11:12:00 PM

Diubahnya arah kiblat dari Bait al Maqdis, yaitu Kuil Sulaiman (Bait Allah di Yerusalem), ke Kaabah (Bait Allah di Mekah) membuat setiap orang bertanya-tanya. Orang-orang, yang mengira bahwa setiap hukum Allah itu harus permanen, akan selalu mempertanyakan, “Kalau memang kita diharuskan mengarahkan wajah kita ke arah Kaabah dalam ibadah salat, mengapa kita tidak diperintahkan sejak awal? Lalu, jika memang Baitul Maqdis itu lebih dulu menjadi kiblat para nabi terdahulu, lalu mengapa diubah?”

http://3lotus.com/images/Misc/Temple-of-Solomon.jpg

Orang-orang yang pada dasarnya memang tidak menyukai ajaran Islam pun mempunyai kesempatan besar untuk menghasut. Mereka berkata, “Pada awalnya memang Muhammad mengarahkan wajahnya ke kiblat para nabi terdahulu. Kemudian, setelah berhasil memenangkan suku bangsanya, beliau segera mengubah arah itu dengan kiblat bangsanya.” Mungkin juga mereka mengatakan, “Demi menarik perhatian para pengikut Yahudi dan Kristen, pertama-tama Muhammad menerima Baitul Maqdis sebagai kiblat. Kemudian, ketika usahanya itu tidak membuahkan hasil, beliau segera menggantinya dengan Kaabah.”

Sudah jelas bahwa provokasi semacam itu yang disebarkan di tengah-tengah masyarakat—di mana pengertian yang benar belum terpatri kuat dalam diri mereka, sementara sisa-sisa kemusyrikan dan penyembahan berhala masih terlihat—membuat kaum muslim merasa khawatir dan iman mereka tergoncang. Oleh karena itu, di dalam surat Albaqarah 2:143, Alquran menegaskan bahwa pengubahan kiblat itu betul-betul merupakan pencobaan besar untuk mengetahui perbedaan sikap orang-orang yang percaya dan orang-orang yang tidak percaya.

Sesungguhnya di antara sebab-sebab perubahan arah kiblat ialah bahwa pada masa itu, yaitu karena Kaabah adalah tempat penyimpanan patung-patung, termasuk patung Dewa Bulan, yang dijadikan ilah oleh kaum pagan (musyrik). Oleh karena itu, untuk sementara waktu umat muslim diperintahkan menghadapkan wajah mereka ke arah Bait al Maqdis dalam ibadah salat. Dengan demikian, barisan mereka terpisah dengan barisan kaum pagan. Adapun ketika Muhammad dan umat muslim berhijrah ke kota Madinah, dan pemerintahan Islam telah dibentuk, serta barisan mereka telah nampak jelas berbeda dengan kaum pagan, maka tidak perlu lagi melanjutkan tradisi ritual tersebut. Ketika itu, arah kiblat dikembalikan ke Kaabah yang merupakan sentral tauhid yang paling lama dan peninggalan para nabi yang paling tua.

Sudah pasti, orang-orang yang menganggap Kaabah itu merupakan tonggak kesukuan tidak merasa tentram menghadapkan wajahnya ke arah Bait al Maqdis ketika melakukan salat. Sebagaimana pula mereka tidak akan pernah merasa tentram ketika kiblat itu dikembalikan ke arah Kaabah setelah mereka terbiasa menghadapkan wajahnya ke arah kiblat yang pertama.

http://www.islamic-architecture.info/aw-misc/Mecca-1850.jpg

Melalui perintah tersebut, keimanan kaum muslim betul-betul dicobai sehingga sisa-sisa kemusyrikan (keinginan menyembah kepada ilah lain di hadapan Allah) yang masih bersarang dalam diri mereka menjadi sirna, hubungan mereka dengan polusi syirik terputus, dan akhirnya dapat menerima perintah ilahi tersebut dengan penuh ketulusan hati sebagai bukti iman dan kasih kepada Allah Yang Tunggal.

Sebagaimana telah diketahui bahwa Allah Mahakudus dan Mahatinggi (SWT) tidak mempunyai dan tidak membutuhkan tempat. kiblat hanya sebagai lambang persatuan barisan umat muslim dan demi menghidupkan roh Tauhid. Perubahan arah kiblat tersebut sama sekali tidak membuat sesuatu menjadi goyah. Yang penting adalah kepasrahan dalam menerima perintah Allah dan menghancurkan berhala-berhala fanatisme, kecongkakan, dan kesombongan.

Sumber: telagahikmah.org

Comments (0)

Post a Comment