MAKNA PERKAWINAN DALAM BERBAGAI AGAMA

Posted by mochihotoru | Posted in , , , , , , | Posted on 8:55:00 PM

Oleh: Pormadi Simbolon

Di dunia modern ini makna perkawinan telah luntur dan terkikis dari makna sucinya (sakral) akibat pergeseran nilai yang mengedepankan kepentingan sesaat. Tidak jarang, perceraian dan perselingkuhan menjadi peristiwa yang kerap terjadi di sekitar kita akibat kurangnya internalisasi nilai-nilai luhur perkawinan dalam ajaran agama. Padahal perkawinan itu bermakna suci, mendasar dan merupakan anugerah cinta dari Sang Ada Tertinggi.

Berikut ini kami utarakan makna perkawinan dari berbagai agama yang kami rangkum dari berbagai referensi buku tentang aneka agama di dunia.

  • Agama Hindu

http://rummuser.com/wp-content/uploads/Hindu_wedding_fire_ceremony.jpg

Perkawinan bermakna sebagai tanda dimulainya status “berumah tangga” dan upacara ini merupakan samskara yang ke-13. Upacara perkawinan dilaksanakan di sekitar api suci dan penuh dengan simbol-simbol. Dalam upacara, kedua mempelai berjalan mengelilingi api suci tujuh langkah sambil bergandengan tangan, dan pada setiap langkah mereka saling membuat janji. Hukum manu, suatu Kitab Suci, mengatakan bahwa seorang istri harus selalu mencintai dan menghormati suaminya, dan umat Hindu Ortodoks tidak mengijinkan perceraian apa pun alasannya.

  • Agama Yahudi (Yudaisme)

http://www.massachusettsweddings.com/jewishweddingtraditions/jewishweddingcustoms_1.jpg

Perkawinan berarti bermakna pembentukan suatu rumah yang dibangun bersama-sama dan mempunyai nasib yang sama. Tujuan utama perkawinan adalah menciptakan lingkungan yang ideal bagi anak-anak tetapi jugadari kata-kata salah satu berkat perkawinan berbunyi “memberikan kegirangan dan kesenangan hati, keriangan dan kegembiraan yang meluap-luap, kegemaran dan suka cita, cinta damai dan persahabatan” kepada pasangannya. Dengan kata lain, perkawinan merupakan pusat kehidupan keluarga dan pembentukan pribadi para anggota keluarga sejahtera lahiriah dan batin.

Upacara perkawinan pada dasarnya sama pada seluruh tradisi Yahudi. Perkawinan sinagoga hanya diperuntukkan bagi pasangan laki-laki Yahudi dangan perempuan Yahudi. Perkawinan tidak boleh dilaksanakan pada hari Sabat atau hari raya lainnya. Upacara dimulai dengan pemberian tanda tangan pada surat nikah atau ketubahyang menunjukkan tanggung jawab laki-laki tetapi tidak berisi janji-janji dari pihak perempuan.

Upacara perkawinan dilaksanakan di bawah tirai perkawinan atau chuppahyang melambangkan suatu rumah yang dibangun bersama-sama. Kedua mempelai bersama-sama minum segelas anggur untuk melambangkan nasib umum mereka. Upacara diakhiri dengan pemecahan gelas anggur oleh mempelai pria di bawah kakinya untuk mengingatkan semua orang pada kehancuran Bait Allah di Yerusalem pada tahun 70 M.

  • Agama Buddha

http://images.dexknows.com/cms/images/buddhistweddingceremony460x300.jpg

Konsep perkawinan dalam agama Buddha tidak secara tegas dibahas. Namun perkawinan dapat dirumuskan sebagai hubungan suami-istri untuk memperoleh kesucian (vimakirti sutra). Salah satu pesan moral dari Lima Aturan yang menjadi pedoman moral setiap umat Budha adalah “Mereka tidak boleh menyalahgunakan seks”.

  • Agama Katolik

http://www.lusterstudios.com/images/ambermagnus/catholic-wedding-ceremony.jpg

Perkawinan adalah persatuan seumur hidup, yang diikat oleh perjanjian, antara seorang pria dan seorang wanita. Melalui perkawinan mereka menjadi suami-istri, berbagi kehidupan secara utuh, saling mengembangkan diri secara penuh dan dalam cinta melahirkan dan mendidik anak-anak (Gaudium et Spes 47-52).

Kerapkali perkawinan Katolik gagal dilaksanakan secara sah karena adanya halangan-halangan nikah, seperti umur belum cukup, impotensi, ikatan perkawinan yang masih ada, tahbisan (imamat), kaul kekal hidup religius yang dilakukan secara publik, hubungan darah dalam tingkat tertentu (Hukum Gereja, Kitab Hukum Kanonik 1073-1094).

Perkawinan Katolik hanya sah kalau dilangsungkan di hadapan uskup setempat, pastor paroki, imam, atau diakon yang diberi delegasi secara sah. Kalau tidak ada imam atau diakon, awam dapat diberi delegasi hanya kalau diberikan oleh konferensi uskup-uskup. Dalam peneguhan perkawinan harus ada dua saksi yang lain.

  • Agama Kristen (Protestan)

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhWSvDqrjXdj_4XvpIrpzn5FEPfCIyiYMCWQhMMZT48uTDDaaqkNp-cECG_7urKaNpyPd5VsH9RyOovFYXXZkLjHSXvtVnTWwuJyPy6gkCVN4dc16CLZy5jUN0vm-TqBSxvOTWRrCYApbA/s400/DSC_0298.JPG

Perkawinan dipandang sebagai kesetiakawanan bertiga antara suami, istri di hadapan Allah. Perkawinan itu suci. Seorang pria dan seorang wanita membentuk rumah tangga karena dipersatukan oleh Allah. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu.

Pada prinsipnya makna perkawinan dalam agama Kristen (Protestan) memiliki makna kesamaan, namun dalam ritus dan peraturannya berbeda. Peraturan perkawinan lebih longgar alias tidak seketat dan serumit dalam perkawinan dalam Katolik.

  • Agama Islam

http://thestar.com.my/archives/2008/12/21/nation/n_pg03mawi.jpg

Umat Islam memercayai bahwa keluarga Islam adalah fondasi masyarakat dan perkawinan adalah tulang punggung kehidupan berkeluarga. Dalam masyarakat muslim, seluruh keluarga terlibat dalam pemilihan pasangan perkawinan dan ketika perjanjian, maskawin (mahar) dibayarkan oleh pengantian laki-laki atau ayahnya. Maskawin merupakan perlindungan penting bagi pengantian perempuan karena baginya tidak diwajibkan mencari nafkah sendiri. Dalam upacara perkawinan, suatu perjanjian antara pengantin laki-laki dan pengantin perempuan ditandatangani dengan disaksikan oleh dua saksi laki-laki.

Dari berbagai makna perkawinan tersebut di atas, kita dapat melihat bahwa perkawinan itu pada dasarnya mempunyai makna penting, suci, dan bertujuan untuk menggapai kebahagiaan dan kesejahteraan kehidupan berkeluarga. Jadi perkawinan bukan soal main-main seperti beli baju: kalau tidak cocok langsung diganti dengan yang baru, tetapi soal serius dalam mengejar kebaikan bagi keluarga, agama, dan bangsa.

Sumber:

Keene, Michael, Agama-agama Dunia, Kanisius: Yogyakarta, 2006

O’Collins, Gerald, SJ, Kamus Theologi, Kanisius: Yogyakarta, 1996.

Aneka Sumber lainnya dari internet.

(sumber: pormadi.wordpress.com)

Comments (0)

Post a Comment