MEREKA BILANG ALKITAB SAYA PALSU!

Posted by mochihotoru | Posted in , , , | Posted on 8:34:00 PM

Disclaimer: Tulisan ini adalah pledoi terhadap golongan Islam fundamentalis-fanatis yang sering menyerang Alkitab. Tulisan ini bukan ditujukan bagi kaum Islam yang moderat, terbuka, lebih suka mencari titik temu (kalimatun sawa) daripada perbedaan-perbedaan, serta yang menghormati Alkitab).

Pengantar

Jujur saja, sebenarnya saya tidak ingin menyajikan tulisan yang tajam ini, namun karena serangan membabi buta terhadap Alkitab oleh oknum-oknum tertentu yang kerap menghina Alkitab dengan mengatas namakan pengikut Alquran dan Muhammad, maka saya—dengan berat hati—merasa perlu menuliskan artikel ini. Dalam buku-buku saya yang telah terbit, tentu dapat dilihat bahwa saya sangat menghormati Alquran-Hadis dan Muhammad, namun sayangnya, orang yang berseberangan dengan saya ternyata tidak menghormati Alkitab saya, bahkan sangat melecehkan. Saya, beserta banyak golongan sahabat saya dari kalangan Islam, lebih menyukai “kalimatun sawa”, tetapi “kaum fanatis fundamentalis”, yang mengaku orang Islam juga, tampaknya lebih suka bertikai dengan cara menyerang Alkitab saya.

Seringkali ketika membaca buku saya yang berjudul “Menjawab Doktrin Tritunggal”, beberapa orang—yang mengaku “Islam”, yang fundamentalis—memuji-muji (alias menyanjung-sanjung) saya. Mereka memuji-muji saya karena buku tersebut (oleh beberapa orang tertentu) dianggap menguntungkan gerakan Islamisasi mereka guna meruntuhkan doktrin Trinitas Kristen. Namun, ketika mereka membaca yang judul “Kasus Besar yang Keliru” atau “Allah dalam Alkitab & Alquran”, beberapa—sebagian kecil kaum fundamentalis fanatis—dari mereka bukannya memuji atau memberi kritik yang santun, sebaliknya, mereka malah marah bahkan mengumpat saya. Umumnya mereka mengumpat saya karena tidak setuju dengan argumen-argumen yang saya dasarkan dari Alkitab yang menjelaskan di antaranya tentang: Hari Sabat, Penyaliban dan Kebangkitan Yesus, Yesus adalah Malakh (Raja), serta istilah Anak Allah. Mereka tidak setuju dengan kebenaran Sabat, Penyaliban Yesus, Yesus Malaikat, Yesus Anak Allah, padahal semua hal tersebut jelas-jelas diungkap dalam banyak ayat yang bertaburan di Taurat-Injil (Alkitab). Mereka berkeras bahwa semua hal yang diungkapkan dalam Alkitab itu, khususnya tentang Sabat, Penyaliban Yesus, istilah anak Allah, semuanya bertentangan dengan Alquran!

Dengan menolak hal-hal tersebut, artinya mereka jelas menolak kesaksian Alkitab. Setelah saya tanyakan secara baik-baik mengapa menolak kesaksian Alkitab, dengan lugas dan tampak ingin menyakiti hati saya—walau pun kenyataannya hati saya bukan milik saya tapi milik Allah—mereka menjawab: “karena Alkitabmu palsu!”

Inilah beberapa klaim mereka:

“Frans Donald, kalau mau dapat kebenaran, Anda harus meninggalkan Alkitab Anda! Alkitab Anda palsu!”

“Hai, Frans Donald, sebagai seorang Kristen, kasihan sekali Anda, karena Alkitabmu palsu. Kasihan deh lu!”

“Wahai kristen bodoh, jangan sembarang nulis buku, ya! Buku-bukumu sesat semua, kok berani-beraninya kamu menyandingkan ayat-ayat Alquran yang suci dengan ayat Alkitabmu yang sesat, bertobatlah! Yang benar hanya Alquran saja, tidak ada yang lain!”

“Alkitabmu palsu, Frans! Harus kamu sadari Taurat atau Injil yang asli sekarang sudah tidak ada, Alkitab yang beredar sekarang tinggal yang palsu karena yang asli sudah dirusak dan hilang lenyap!”

Memang, banyak juga pujian-pujian atau apresiasi positif dari para pembaca buku-buku yang telah saya tulis selama ini—umumnya mereka orang islam-kristen yang terbuka dan menghormati kebebasan berpikir, tapi juga tidak bisa dibilang sedikit orang yang mengapresiasinya dengan nada-nada negatif. Mereka mengkritik pedas, mencerca, mengutuk, dan menghujatnya.

Beberapa orang—yang mengaku Islam dan beriman pada Alquran, tetapi tampaknya bukan Islam sejati—menghubungi saya dan langsung menyerang dengan statement membabi buta bahwa Alkitab Nasrani, yaitu Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, yang ada sekarang adalah Kitab Palsu. Mereka bilang, Taurat dan Injil yang asli kini sudah tidak ada lagi, alias sudah lenyap, karena sudah diubah alias digantikan dengan Injil-Injil palsu ciptaan manusia!

Meskipun sebenarnya—kalau mau jujur—tuduhan “Alkitab Nasrani palsu” secara hukum hanya akan sah jika disertai dengan bukti adanya Alkitab yang asli, namun walaupun—sampai tulisan ini saya tulis—mereka tidak pernah bisa menunjukkan mana Taurat-Injil yang asli, tapi mereka bersikukuh bahwa yang tinggal sekarang hanyalah yang mutlak palsu. Mereka mengklaim bahwa kini kitab yang asli 100% hanyalah Alquran saja, tak ada yang lain!

Baiklah, mari kita jawab!

Saya mendaftar ada beberapa ayat-ayat Alquran yang biasanya dijadikan senjata oleh orang-orang “penyerang Alkitab” (yang mengaku Islam, namun tampaknya bukan islam sejati) itu untuk mengklaim kepalsuan Alkitab, di antaranya ada beberapa ayat yang dipakai, dan berikut tanggapan Saya:

1. “Allah membenarkan apa yang ada pada bangsa Israel (Taurat). Janganlah mereka mengingkari dan jangan menukarkan ayat-ayat-Nya. Janganlah mereka mencampuradukkan yang hak dengan yang batil dan jangan sembunyikan kebenaran” (Albaqarah 2:41-42).

Tanggapan saya: Ayat tersebut memang melarang orang Yahudi untuk tidak mengingkari atau menukar ayat-ayat Allah, tapi ayat tersebut sama sekali tidak ada indikasi yang bisa dijadikan dasar kuat untuk mengklaim bahwa Taurat-Injil yang asli telah lenyap, tidak demikian. Ayat tersebut lebih menekankan agar orang-orang Yahudi yang sudah tahu kebenaran yang ada pada Taurat janganlah menyembunyikan kebenarannya itu.

2. “Segolongan mereka mengubah firman Allah setelah mengetahuinya” (Albaqarah 2:75). “Orang-orang yang menulis Alkitab dengan tangan mereka sendiri, tetapi mengatakan “Ini dari Allah”, demi memperoleh keuntungan yang sedikit” (Albaqarah 2:79).

Tanggapan saya: Ya, saya setuju bahwa bisa dikatakan memang ada ayat dalam Alkitab yang telah berubah, tapi harus segera digarisbawahi dengan tebal bahwa, perubahan yang ada adalah berupa penambahan atau penyisipan ayat, bukan pengurangan atau penghilangan ayat! Artinya, Taurat-Injil yang asli tetap ada, dan tidak mungkin berubah substansi (hakikat)-nya. Perlu saya tegaskan bahwa: ayat-ayat Taurat-Injil yang asli tidak mungkin hilang justru bisa kita ketahui dari kesaksian Alquran juga. Jika Taurat-Injil yang asli telah hilang atau dipalsukan sama sekali, maka Alquran akan otomatis menjadi palsu juga. Tentang hal ini nanti di bahasan berikutnya akan Anda temui alasan-alasannya mengapa saya katakan jika Taurat-Injil yang asli telah hilang maka konsekuensinya adalah ayat Alquran juga pasti palsu atau dusta.

3. “Hai Ahli Kitab, mengapa kamu mengingkari ayat-ayat Allah, … mengapa kamu mencampuradukkan yang benar dengan yang batil, dan menyembunyikan yang benar, padahal kamu mengetahuinya?” (Ali Imran 3:70-71). “Segolongan yang memutar-mutar lidahnya membaca Alkitab supaya kamu mengiranya itu sebagian dari Alkitab, padahal bukan dari Alkitab... Mereka berkata dusta terhadap Allah, sedang mereka mengetahuinya” (Ali Imran 3:78). “Sebagian dari orang-orang Yahudi mengubah-ubah kalimat-kalimat dari tempat-tempatnya … dengan memutar lidah mereka dan mencela agama …” (Annisa 4:46). “Orang-orang Nasrani (Kristen) sengaja melupakan sebagian dari apa yang telah diperingatkan Allah kepada mereka” (Almaidah 5:14). “Ahli Kitab (Yahudi-Kristen) banyak yang menyembunyikan isi Alkitab dan membiarkannya” (Almaidah 5:15).

Tanggapan saya: Kalau kita lebih kritis dan teliti dengan seksama kesaksian ayat-ayat tersebut, justru ayat-ayat tersebut jelas membuktikan bahwa Taurat-Injil yang asli jelas benar-benar masih ada sehingga bisa dikatakan bahwa: sebagian orang berupaya menyembunyikan. Kalau tidak ada yang asli mana mungkin dikatakan bahwa sebagian orang menyembunyikannya, bukan? Ayat-ayat tersebut sama sekali tidak mengklaim bahwa Taurat-Injil yang asli sudah hilang; ayat tersebut hanya bilang bahwa ada sebagian orang yang mengubah—berkata dusta, menyembunyikan, [penerjemahkan secara keliru,] atau melupakan isi dari Alkitab. Yang palsu atau berubah adalah ajaran orang-orang/ tokoh-tokoh agamanya, bukan kitab sucinya. Dari ayat tersebut jelas Muhammad tidak mempersoalkan asli tidaknya Taurat-Injil, tetapi yang dikecam adalah orang-orang pembaca Taurat-Injil yang merubah ajaran, berkata dusta, munafik, memutarbalikkan kebenaran, sengaja melupakan, dan sebagainya. Muhammad tidak pernah berkata bahwa Taurat-Injil asli sudah tidak ada, yang Muhammad serang adalah ajaran oknum-oknum Yahudi-Kristen yang munafik, bukan Kitab Sucinya! Muhammad tidak pernah memperingatkan adanya Taurat-Injil yang palsu, sebaliknya Muhammad justru membenarkan kebenaran Taurat-Injil yang sudah jauh ada sebelum dia lahir. Sekali lagi saya tegaskan, Muhammad—seperti kecaman yang juga pernah dilakukan oleh Yesus Kristus kepada ahli-ahli Taurat—kala itu sedang memberi peringatan keras terhadap penyelewengan-penyelewengan ajaran Taurat-Injil. Jelas, penyelewengnyalah yang dikecamnya, bukan palsunya Taurat-Injil yang beredar!

Lagi-lagi Saya Bantah

Pada tulisan-tulisan berikut, kita akan membahas lebih tajam lagi. Benarkah Alkitab, Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, yang ada kini palsu sama sekali?

Kita akan menganalisanya lebih jauh. Saya akan buktikan bahwa klaim para penyerang Alkitab tersebut justru perlu dikaji ulang berdasar dari kesaksian Alquran itu sendiri. Mereka mengklaim bahwa Alkitab yang mengandung firman Allah telah terpalsukan atau hilang atau digantikan atau ditukarkan dengan kitab lain karena ulah manusia. Yang asli telah lenyap, yang ada beredar kini hanya Taurat-Injil yang palsu, begitulah klaim mereka.

Pertanyaan-Pertanyaan yang Harus Direnungkan

Pada bagian ini, saya akan mulai mengajak Anda untuk mulai berpikir kritis dan tajam. Ayo, kita mulai dengan dua pertanyaan kunci:

Pertama. Kalau benar Alkitab sudah palsu sama sekali, pertanyaan-pertanyaan penting yang harus bisa dijawab dengan akurat ilmiah dan tepat adalah: Mana Alkitab yang asli? Bukankah sesuatu hanya boleh dianggap palsu jika ada bukti tentang keberadaan yang asli? Tanpa bukti, suatu tuduhan hanyalah akan menjadi fitnah dusta besar penyebar petaka!

Kedua. Jika telah dipalsukan, kapankah masa dilakukannya pemalsuan tersebut, apakah sebelum munculnya Islam di Arab atau sesudahnya? Perlu diketahui saudara-saudari pembaca semua, hingga saat ini—sepengetahuan saya—tidak ada satupun pakar “penyerang Alkitab” dari Islam yang dapat memberikan jawaban memuaskan atas pertanyaan yang sangat sederhana ini. Mereka tidak mau dan memang tidak bisa menjawab, sebab Andaikan mau dijawab “pemalsuan Alkitab terjadi sebelum Islam muncul di Arab”, maka akan menjadi sangat aneh mengapa bertebaran banyak ayat di Alquran justru membenarkan Alkitab dan memerintahkan orang-orang untuk mengimaninya? Artinya kalau Taurat-Injil yang asli sudah tidak ada di zaman Muhammad, maka perintah Alquran yang menyuruh orang beriman pada Taurat-Injil adalah perintah yang salah, karena mana mungkin Allah menyuruh orang untuk beriman pada kitab-kitab yang telah palsu/ telah lenyap! Sebaliknya kalau dijawab “pemalsuan Alkitab terjadi sesudah Islam muncul di Arab”, maka serta merta para ‘penyerang Alkitab’ tersebut akan dipermalukan oleh dua hal: pertama, fakta-fakta sejarah yang akurat membuktikan bahwa naskah-naskah Alkitab yang telah final terkanonisasi1 dengan baik, dan hakikatnya sama dengan Alkitab yang beredar hari ini, sudah tersimpan rapi dalam gereja dan museum-museum dunia ratusan tahun jauh sebelum datangnya islam di tanah Arab; kedua, kalau memang pemalsuan Alkitab terjadi setelah Islam muncul, maka itu artinya Alquran adalah kitab yang palsu dan dusta, sebab Alquran sendiri bersaksi-janji bahwa ayat-ayat Allah, tentu termasuk Alkitab yang berisi Taurat-Injil, tidak seorang pun yang sanggup mengubahnya!

Pernyataan yang berteori bahwa “Alkitab yang asli sudah lenyap seluruhnya sebab sudah dipalsukan, dan kini yang ada tinggal hanyalah yang palsu” ini adalah suatu pernyataan pemutarbalikkan fakta: suatu teori ciptaan Iblis! Mengapa saya katakan teori ciptaan Iblis? Karena teori itu adalah teori yang melawan kesaksian Allah yang—justru menurut Alquran—menjamin bahwa ayat-ayat-Nya tidak dapat diubah atau dihilangkan oleh siapapun juga. Artinya, jika Anda percaya bahwa ayat-ayat Allah (Taurat-Injil) bisa dihilangkan atau dipalsukan oleh manusia, padahal Iblis atau setan sekalipun tidaklah dapat mengubah atau menghilangkan Firman Allah. Maka kalau sampai ada sesuatu yang disebut sebagai “Alkitab asli” tetapi nyatanya kini “Alkitab asli” tersebut telah lenyap oleh karena suatu alasan sebab apa pun juga, maka dapat dipastikan “Alkitab asli” yang telah lenyap itulah yang sebenarnya palsu adanya! Ketidakeksisannya atau kelenyapannya dari peredaran justru membuktikan kitab itu tidak dijaga oleh Allah karena memang tidak mengandung kebenaran firman Allah!

Iblis tidak berkuasa melenyapkan Alkitab, makanya dia hanya bisa berdusta dengan menyebarkan kabar bohong yaitu “Alkitab yang asli sudah lenyap sebab sudah dipalsukan, dan kini yang ada tinggal hanyalah yang palsu”. Itu teori iblis.

Makin Dihambat, Makin Merambat

Sejarah pun membuktikan, Alkitab tidak pernah berhasil dilenyapkan oleh ulah manusia, karena ia mengandung pernyataan dan Firman Allah yang kekal. Semakin dihambat semakin merambat. Sangat banyak terbitan-terbitan Alkitab telah berusaha dimusnahkan, dinyatakan ilegal, kitab sesat, dilarang dibaca, bahkan ribuan eksemplar Alkitab pernah dibakar orang dan negara. Begitu banyak penyebar-penyebarnya telah disiksa-aniaya, dibunuh atau dibungkam dengan dijebloskan ke dalam penjara. Tetapi Firman Allah yang kekal makin terbukti tidak bisa disembunyikan atau dihilangkan seperti tuduhan sejumlah orang, malahan tahun demi tahun penyebaran Alkitab makin meluas keseluruh penjuru dunia. Bak peribahasa “Mati satu tumbuh seribu”. Satu Alkitab dibakar satu juta eksemplar dicetak. Setiap tahun jutaan eksemplar Alkitab terus dicetak ulang dalam berbagai versi dan bahasa.

Renungkanlah hal ini saudaraku. Sederhanalah saja, Andaikan kitab yang berisi Firman Allah bisa hilang lenyap dari peredaran, maka kita justru patut mencurigai bahwa itu bukanlah kitab Firman Allah yang kekal, melainkan hanya kalimat buatan manusia yang fana belaka.

Ayo, Kita Buktikan Lebih Jauh!

Saya setuju bahwa ada beberapa ayat di Alkitab yang memang telah ditambahkan/ disisipkan (bukan dihilangkan atau dikurangi!) oleh oknum-oknum tertentu, tapi jelas tidak mungkin jika kini ayat-ayat Taurat-Injil yang asli kini telah menjadi hilang sama sekali atau berubah subtansinya. Itu sungguh tidak mungkin! Saya akan buktikan bahwa Andaikan Alkitab yang ada kini secara subtansi palsu adanya, maka artinya substansi Alquran justru akan menjadi lebih palsu lagi! Klaim bahwa “Alkitab asli sudah tidak ada sama sekali” ternyata justru telah terpatahkan oleh kesaksian Alquran sendiri. Untuk itu mari kita cermati dengan jujur kesaksian-kesaksian Alquran berikut ini:

1. Dalam Almaidah 5:68, Allah memerintahkan: “Katakanlah: ‘Hai Ahli Kitab (Yahudi-Kristen), tidaklah kamu berada atas suatu kebenaran hingga kamu menegakkan ajaran-ajaran Taurat, Injil dan apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu …’”. Ayat tersebut tegas memerintahkan Muhammad untuk menyuruh orang—entah siapapun mereka—supaya menegakkan Taurat-Injil. Nah, bagaimana mungkin orang bisa melaksanakan perintah Allah di Almaidah 5:68 tersebut. Andaikan benar Taurat-Injil yang asli sudah tidak ada? Mana bisa Taurat-Injil ditegakkan jika Taurat-Injil yang asli sudah tidak ada lagi? Artinya jelas, jika benar Taurat-Injil yang asli sudah tidak ada, berarti perintah Alquran surat Almaidah 5:68 tersebut adalah perintah Allah yang salah, yang artinya akan menyusul pada suatu kesimpulan bahwa Alquran adalah salah! Dilema terbesar bagi “orang “Islam penyerang Alkitab” adalah justru ketika Allah sendiri yang menempatkan Taurat dan Injil itu sebagai rujukan kebenaran bagi Muhammad serta pengikutnya. Dengan demikian konsekuensinya jelas, sekali Alkitab dituduh palsu maka otomatis palsu pulalah Alquran itu dengan sendirinya!

2. Perhatikan perintah Allah dalam ayat berikut: Annisa 4:136 “Hai orang-orang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan beriman kepada kitab yang diturunkan kepada Rasul-Nya dan kitab yang diturunkan sebelumnya. Dan barangsiapa yang ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sungguh dia telah sesat dengan kesesatan yang jauh.” Perhatikan dengan teliti ayat tersebut. Di situ juga dikatakan dengan tegas bahwa Allah memerintah supaya pengikut Muhammad beriman kepada kitab yang diturunkan sebelumnya, jelas di sini kitab yang dimaksud dengan “kitab yang diturunkan pada rasul-Nya dan kitab sebelumnya” adalah Taurat dan Injil. Jika benar Taurat dan Injil yang asli sudah tidak ada lagi, maka secara langsung artinya jelas bahwa Allah telah salah dalam memberi perintah pada pengikut Muhammad—otomatis ayat Alquran tersebut juga salah. Konsekuensinya, kesalahan Alquran akan menjadi dobel-dobel. Pertama, Alquran salah karena telah memerintahkan umat-Nya untuk beriman pada kitab Taurat-Injil, sementara Taurat-Injil yang asli sudah tidak ada. Kedua, berarti Allah di Alquran tidak sanggup menjaga ayat-ayat-Nya, padahal pernah berjanji untuk menjaganya. Allah macam apa itu, yang tidak dapat menjaga ayat-ayat yang pernah diturunkan-Nya serta memberikan perintah salah yang tidak mungkin dilakukan umat-Nya?!

3. Yunus 10:64 berkata: “..Tidak ada perubahan bagi kalimat-kalimat Allah.” Nah, di sini akan nampak jelas, kalau ada orang mengaku beriman pada kesaksian Alquran, tetapi kemudian berkata bahwa Taurat-Injil (yang jelas berisi kalimat-kalimat Allah), sudah berubah sama sekali—subtansinya yang asli sudah hilang, orang tersebut justru sebenarnya jelas-jelas kembali mengingkari kesaksian Alquran yang tegas berkata bahwa tidak ada perubahan bagi kalimat-kalimat Allah!

4. An-anaam 6:34 juga berkata: “…Tiada seorang pun yang dapat menukar kalimat-kalimat Allah..” Alquran tegas bersaksi bahwa tidak ada seorang pun yang dapat menukar atau mengganti (memalsukan substansi) kalimat-kalimat Allah. Sedangkan ayat-ayat Alquran yang lain mengatakan bahwa umat pengikut Muhammad harus beriman pada Taurat dan Injil (Bandingkan Albaqarah 2:136, Ali Imran 3:84). Nah, bukankah Taurat dan Injil jelas berisi kalimat-kalimat Allah, maka jikalau benar kini kitab Taurat-Injil sudah ditukar dengan injil-injil yang palsu, berarti otomatis ayat An-anaam 6:34 tersebut tidak bisa dipercaya! Alquran bersaksi bahwa kalimat-kalimat Allah (termasuk Injil), tidak seorang pun dapat menukarnya; sementara beberapa orang mengklaim bahwa Injil sudah dipalsukan. Nah, konsekuensinya akan jelas, salah satu dari dua hal tersebut pasti salah. Alquran yang salah, atau klaim orang tersebut yang salah? Pikirkanlah, saudaraku.

5. Perhatikan juga ayat Alfath 48:23 yang berkata: “Ketentuan Allah yang telah berlaku sejak dahulu dan engkau tiada akan mendapati perubahan bagi ketentuan Allah.” Taurat-Injil jelas di dalamnya berisi ketentuan-ketentuan Allah. Jika ketentuan-ketentuan Allah yang tertuang dalam Taurat-Injil ternyata telah ditukar atau dipalsukan, maka Allah telah gagal menjaga ayat-ayatnya, dengan demikian kesaksian Al-anaam 6:34 dan Yunus 10:64 yang berkata bahwa “kalimat-kalimat Allah tidak dapat ditukar oleh seorang pun” juga adalah ayat palsu! Konsekuensinya jelas, jika kalimat-kalimat Allah dalam Taurat-Injil adalah palsu atau telah diubah oleh seseorang, maka dengan sendirinya kesaksian Alquran juga palsu!

6. Almaidah 5:44, 46 berkata: “Sesungguhnya Kami (yaitu Allah dengan mengutus malaikat-Nya) telah menurunkan Taurat, di dalamnya berisi petunjuk dan cahaya … Kitab Injil sedang di dalamnya ada petunjuk dan cahaya, dan membenarkan kitab Taurat. Dan menjadi petunjuk serta pengajaran untuk orang-orang yang bertakwa.” Nah, kalau kita camkan ayat tersebut, maka klaim yang mengatakan bahwa Taurat-Injil sudah dipalsukan, terlebih lagi dilenyapkan, maka klaim itu sama dengan menghina Allah! Mengapa saya katakan menghina Allah? Orang-orang tersebut jelas menghina Allah karena menganggap bahwa Taurat yang berisi kalimat-kalimat dlam Taurat-Injil yang mengandung petunjuk dan cahaya Allah tersebut telah hilang lenyap. Taurat-Injil yang asli dianggap hilang, kalimat-kalimat petunjuk dan cahaya dari Allah telah hilang? Kasihan sekali Allah, jika seperti itu! Allah yang malang, lemah, dan tidak sanggup menjaga Taurat-Nya. Seperti itukah Allah yang saudara sembah? Tentu tidak, bukan?

7. Camkan pula ayat Yunus 10:94: “Maka apabila engkau (Muhammad) dalam keragu-raguan tentang apa yang Kami turunkan kepadamu, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang membaca kitab sebelum engkau…” Alquran bersaksi memerintah Muhammad: seandainya Muhammad ragu, maka Allah menyuruhnya bertanya pada orang-orang yang membaca Kitab Suci sebelum Muhammad. Siapakah orang-orang yang membaca kitab sebelum Muhammad? Apakah itu orang-orang Arab Jahilliyah yang kafir dengan kitab-kitab kekafirannya? Tentu tidak. Yang dimaksud pasti orang-orang Yahudi dan Nasrani [dan Sabean] dengan kitabnya Taurat-Injil. Nah, kalau Andai saat itu Taurat-Injil yang asli sudah tidak ada, maka sangat tidak masuk akal jika Allah menurunkan perintah semacam itu pada Muhammad, bukan? Tidak mungkin Allah menyuruh Muhammad untuk berkonsultasi kepada Ahli Kitab yang beriman pada Taurat-Injil yang telah palsu. Dan perlu dikritisi, kalau Alkitab sudah dipalsukan orang sebelum Muhammad lahir, tentu ayat-ayat Alquran tidak akan memerintahkan Muhammad dan pengikutnya untuk beriman pada Taurat-Injil. Sementara kalau kemudian mereka mengklaim bahwa Taurat-Injil di zaman Muhammad masih asli, tetapi setelah tahun 700-an sepeninggal Muhammad baru dipalsukan oleh orang-orang kristiani, wah, di samping menentang dalil Alquran sendiri yang menjamin bahwa ayat-ayat Allah pasti terjaga, tuduhan tersebut juga akan jelas kelihatan sangat ngawur sekali, termasuk dari segi sejarah, karena terjemahan Taurat-Injil yang ada kini jelas sama substansinya dengan naskah-naskah yang tersimpan rapi sejak tahun 400-an dalam gereja-gereja dan museum-museum dunia jauh sebelum Muhammad lahir!

8. Kesaksian Albaqarah 2:136, Ali Imran 3:84: “Katakanlah, ‘Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub dan anak-anaknya... Musa dan Isa dan para nabi... Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka...’” . Perlu dipikirkan dari ayat tersebut: Jika Allah tidak melakukan pembedaan kepada nabi dan rasulnya, maka masuk akalkah jika kemudian Allah membedakan perlakuan-Nya terhadap kitab-kitab-Nya, di mana yang satu tetap terjaga keasliannya sementara yang lainnya diterlantarkan tak terjaga sehingga telah begitu mudah dipalsukan dan hilang sama sekali akibat ulah segelintir manusia? Andaikan ada Allah yang hanya sanggup menjaga keaslian Alquran saja sementara Taurat-Injil tidak, maka Allah yang seperti itu adalah Allah palsu hasil dogma palsu buatan manusia!

Lalu, terdapat pertanyaan seperti ini: Jika Alkitab-Injil benar tidak terpalsukan, mengapa ada ayat-ayat dalam Alkitab yang jelas-jelas berbeda ketika menceritakan hal yang sama, misal perbedaan angka-angka dalam beberapa ayat di Perjanjian Lama jelas berbeda, apakah Firman Allah bisa lupa sehingga berbeda?

Seperti telah Saya jelaskan, Alkitab berisi Firman Allah, tetapi jangan lupa dan harus dipahami betul bahwa Alkitab bagaimanapun bukanlah suatu kitab yang turun dari surga dengan bersampul kulit yang indah bertaburan permata dan dihiasi halaman-halaman menyilaukan mata yang disepuh emas perak serta turunnya diringi para malaikat-malaikat bersayap. Alkitab adalah kitab yang sangat manusiawi yang tentunya akan memantulkan gaya khas dari masing-masing penulisnya yang dipengaruhi oleh peradaban budaya dan tradisi pada zaman itu. Ia memang penulisannya diilhami dari hubungan manusia dengan Allah atau hubungan Allah dengan manusia, ia juga berisi kisah-kisah sejarah-sejarah manusia kala berhubungan dengan Allah, ekspresi iman, sajak-sajak manusia yang mengungkapkan hubungannya dengan Allah ataupun manusia dengan manusia lain, dan kisah-kisah para nabi lainnya, yang mana semuanya itu dicatat atau ditulis redaksionalnya oleh orang-orang dengan berbagai macam profesi atau latar belakang yang berlainan. Maka misalnya ketika para penulis itu kemudian sedikit mengalami ketidak sempurnaan redaksional di sana-sini tentu wajar saja, tanpa mengubah hakikat atau substansi pesan rohani yang hendak disampaikannya. Karena untuk hal-hal yang prinsipil tentu Allah tidak mungkin akan membiarkannya salah sehingga umatnya menjadi tersesat, bukan?

Tapi, jika memang ada redaksional Alkitab yang salah, bukankah sangat beda dengan Alquran yang 100% benar tanpa cacat cela baik secara substansi atau pun secara redaksional, karena ayat-ayatnya jelas adalah Firman Allah yang turun dari langit? Alquran bagaimana pun pasti lebih asli dari Alkitab!

Benarkah Alquran layak diklaim lebih asli dari Alkitab? Apakah klaim bahwa Alquran adalah 100% Firman Allah yang turun dari langit yang 100% terhindar dari cacat cela, bisa disepakati oleh semua umat dan intelektual di kalangan Islam sendiri? Nyatanya tidak. Artikel “tajam” berikut ini saya harap bisa dikaji dengan hati tulus-ikhlas serta penuh kasih (hati yang wajib dimiliki seorang muslim sejati). Demikianlah artikelnya:

***

ASLIKAH ALQURAN KITA?

(Mengkritisi kaum fundamentalis & fanatis)


Oleh: Mustafa Al Basrie

Pengantar

Bismillahir Rahmanir Rahim.

Kefanatisan telah membutakan umat Allah, hingga menjadi umat yang bodoh serta terpuruk. Zaman ini banyak ‘orang-orang fanatis’ yang mati-matian (benar-benar berani mati!) mengklaim bahwa ayat-ayat Alquran, yang terdiri dari 30 juz, 114 surat, dan 6236 ayat, yang kini ada di zaman kita ini, adalah benar-benar murni 100% berisi kalimat-kalimat Allah yang turun dari langit tanpa campur tangan manusia. Hingga dipandang bahwa Alquran adalah kitab yang tanpa salah dalam hal apapun juga!

Tetapi, pada kenyataannya, sementara kini tidak sedikit pula ‘orang-orang tidak fanatis’, kaum intelektual/ terpelajar muslim yang bernurani jujur, yang, sangat berbeda prinsip dengan kaum fanatis, berani terang-terangan membuktikan bahwa 6236-an ayat-ayat Alquran yang ada sekarang, adalah tidak 100% (tidak murni) wahyu dari langit. Nah, tulisan ini akan menyajikan khusus pandangan-pandangan ilmiah dan teruji dari ‘orang-orang muslim terpelajar yang tidak fanatis’ tersebut.

Sebagaimana Nabi Muhammad sendiri telah tegas dan gamblang mengatakan: “Al-din huwa al-‘aql la dina liman la ‘aqla lahu”, yang artinya: “agama adalah akal, tidak ada agama bagi mereka yang tidak berakal!”. Bahkan di Alquran sendiri dikatakan: “…dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya” (Yunus 10:100). Maka tulisan ilmiah (dan sangat bisa dipertanggungjawabkan) ini ditulis hanya ditujukan khusus kepada orang-orang muslim yang berakal budi, yang lebih mengutamakan akal sehatnya, pakai otak dan bukan emosi, apalagi otot!

JASMERAH (Jangan Sampai Melupakan Sejarah) Penulisan Alquran

Orang yang melupakan sejarah akan menjadi orang “buta”. Para intelektual dan kaum terpelajar islam di berbagai dunia, yang paham sejarah, sangat paham bahwa kitab Alquran (Kitab “Suci” Islam) yang saat ini ada di sekitar kita adalah bukanlah Alquran yang murni 100% berisi kalimat Allah (atau pun wahyu “suci” yang turun dari langit). Tulisan dan kajian Muhammad Husain Haekal (penulis kitab “Sejarah Hidup Muhammad”, yang telah puluhan kali cetak ulang dan telah tersebar ke seluruh penjuru dunia) membuktikan bahwa naskah-naskah (surat-surat) Alquran yang kini ada, sejatinya merupakan Alquran made in (hasil pengumpulan) Mushaf Usman, dengan bantuan Zaid bin Tsabit. (baca “Sejarah Hidup Muhammad”, karya Muhammad Husain Haekal, Litera AntarNusa, cetakan ke-29, 2003, halaman ixxvii - ixxviii ).

Surat-surat—yang kini sering terlanjur dianggap sebagai ayat-ayat suci dari langit—itu mulanya dikumpulkan oleh Zaid bin Tsabit atas kehendak Abu Bakar dan Umar bin Khattab, dari segenap penjuru. Ada yang dari tulisan pada daun-daunan, tulisan pada batu-batu, tulisan pada tulang-tulang unta dan kambing, dan sebagian besar dari yang dihafal oleh orang-orang. Setelah beberapa waktu kemudian terjadilah perselisihan dan perbedaan-perbedaan paham mengenai “Alquran” hasil kerja Zaid tersebut, juga terjadi perbedaan Alquran versi orang-orang Suriah dengan orang Irak. Bahkan Zaid juga sempat berselisih paham dengan sahabat-sahabatnya sendiri!

Nah, karena banyaknya perbedaan-perbedaan berbagai versi Aluran tersebut, akhirnya Usman turun tangan, untuk mengumpulkan kembali naskah-naskah yang saling berbeda tersebut. Setelah selesai, maka naskah-naskah selebihnya dikumpulkan lagi atas perintah Usman lalu dibakar!

Tidak berbeda paham dengan Muhammad Husain Haekal, namun tampak lebih berani dan blak-blakan terus terang, Sumanto al Qurtuby, intelektual muslim, dalam bukunya tegas mengatakan bahwa 6000-an ayat—yang kini ada dalam Alquran di sekitar kita—adalah “kitab suci” bikinan Usman, yang penuh dengan intervensi kekuasaan Quraisy (baca: Lubang Hitam Agama, karya Sumanto al Qurtuby, Penerbit Rumah Kata).

Buku Lubang Hitam Agama (Mengkritik Fundamentalisme Agama, Menggugat Islam Tunggal) tersebut dengan tajam dan sangat ilmiah mengungkapkan bahwa:
(halaman 65-66:) …Alquran yang dibaca oleh jutaan umat Islam sekarang ini adalah teks hasil kodifikasi untuk tidak menyebut “kesepakatan terselubung” antara Khalifah Usman (644-656M) dengan panitia pengumpul yang dipimpin Zaid bin Tsabit, sehingga teks ini disebut Mushaf Usmani. Kita pun tahu ada banyak teks Alquran selain teks Usman ini. Arthur Jeffry, dalam Materials for the History of the Text of Al-Quran bahkan merekam keberadaan 15 mushaf primer para sahabat dan 13 mushaf sekunder generasi berikutnya yang kesemuanya merupakan cerminan dari keragaman tradisi teks dan bacaan pra-Usman. Di antara sekian mushaf itu, ada empat mushaf paling berpengaruh; yakni (1) mushaf Ubay bin Kaab berpengaruh di Suriah; (2) kodeks Abdullah bin Masud berpengaruh di Kufah; (3) mushaf Abu Musa Al-Asyaari berpengaruh di Bashrah; dan (4) kodeks Miqdad bin Aswad yang diikuti penduduk kota Hims.

Mushaf-mushaf Alquran para sahabat Nabi yang saling berpengaruh ini saling berbeda juga dengan mushaf resmi yang dikumpulkan pada masa Usman, mulai dari sekuensi dan jumlah surat sampai pada ortografis, teks dan bacaan (banyak sekali perbedaannya!). Popularitas mushaf-mushaf tersebut juga dengan jelas menafikan kemungkinan adanya pengumpulan resmi Alquran pada masa kekhalifahan Abu Bakar di samping berbagai alasan lainnya menyangkut kandungan riwayat pengumpulan pertama yang meragukan secara historis. Keragaman tradisi teks dan bacaan Alquran yang tampak dalam mushaf-mushaf otoritatif para sahabat ini belakangan mulai mengganggu kesatuan sosio-politik umat Islam sehingga Usman mengambil “kebijakan” melakukan stAndarisasi teks Alquran, dilanjutkan dengan pemusnahan teks-teks lainnya (dibakar!).

Sekalipun mendapat tentangan dari sejumlah sahabat nabi seperti Ibnu Masud dan Abu Musa Al-Asyaari—dua sahabat senior yang mushafnya “ditendang” begitu saja oleh Usman, Mushaf Usmani belakangan berhasil membenamkan mushaf-mushaf sahabat yang berpengaruh ketika itu ke dalam limbo sejarah. Dengan dukungan otoritas politik kerajaan Umayah (Usman yang berkuasa selama 89 tahun dengan tangan besi), Daulah Abbasiyah (berkuasa lebih dari 400 tahun) serta mayoritas muslim, mushaf ini (Alquran made in Uthman) berhasil memaparkan dirinya sebagai teks yang disepakati (textus receptus). Di bawah pengawalan ketat kekuasaan ditambah petuah-petuah para ulama tentang sakralitas bahasa Alquran, pelan tapi pasti, teks yang bernama Alquran ini kemudian menjadi “Kitab Suci” yang dimitoskan dan tak tersentuh. Abu Zaid, pemikir muslim yang diusir kemudian menetap di Belanda, bersama Arkoun, intelektual Aljazair yang hengkang dari negaranya dan tinggal di Perancis, menuding Muhammad Idris Syafii sebagai salah satu arsitek dan pionir dalam sakralisasi bahasa Alquran.

Maka, penjelasan Al-Quran sebagai “Firman Allah” sungguh tidak memadai justru dari sudut pandang internal (dari dunia Islam sendiri, bukan dari luar Islam!), yakni proses kesejarahan terbentuknya teks Alquran (dari komunikasi lisan ke komunikasi tulisan) maupun aspek material dari Alquran sendiri yang dipenuhi ambivalensi. Karena itu tidak pada tempatnya, jika ia disebut “Kitab Suci” yang disakralkan, dimitoskan.

Kesimpulan

Jelas sekali sudah, ayat-ayat Quran yang saat ini ada pada kita, adalah bukan sepenuhnya asli “wahyu Allah dari surga”, melainkan tulisan-tulisan hasil [produk] kodifikasi politis dari Usman, yang jelas-jelas penuh muatan kepentingan kekuasaan dan mengalami intervensi politik!

Bagi kaum muslim, berpikirlah, gunakan akal-budimu, dan ingat peringatan Muhammad sang Rasul Allah: “La dina liman la ‘aqla lahu”, tidak ada agama tanpa akal!

Wasallam.

***

Nah, itulah artikel yang pernah dikirimkan seseorang kepada saya, dan saya rasa cukup bisa menjawab kegundahan hati orang-orang yang bertanya-tanya “benarkah Alquran lebih asli dari pada Alkitab?” Saya bersyukur dengan adanya artikel tersebut, setidaknya artikel itu bisa menjadi tambahan bahan kajian dan pemikiran bagi umat Islam di mana pun berada. Saya juga setuju dengan apa-apa yang ditulis oleh Mustafa al Basrie tersebut, karena setelah saya peruksa ulang tulisan tersebut, dengan dua buku yang menjadi sumber kajiannya, yaitu tulisan Muhammad Husain Haekal (Sejarah Muhammad) dan Sumanto al Qurtuby (Lubang Hitam Agama), ternyata memang cocok, tidak ada yang dilebihkan tidak ada dikurangi.

Renungkanlah sobat-sobat!

Terakhir, bahan untuk direnungkan, misal soal: Yesus benar mati disalib atau tidak. Dalam hal ini jelas dalam Alkitab banyak sekali bertaburan ayat-ayat yang jelas mengungkapkan bahwa Yesus mati disalib. Sedangkan Di Alquran ada satu (benar-benar cuma satu! yaitu An Nisa 157) ayat “sulit” yang sering ditafsirkan bahwa Yesus tidak mati disalib (padahal penafsiran seperti itu terhadap ayat itu meragukan dan masih kontroversi). Setelah menyimak semua tulisan diatas, renungkanlah sobat-sobat:

Seringkali dalam berlogika (pakai akal budi) saat mau mengukur kebenaran Taurat-Injil-Alquran, saat berbicara tentang sesuatu tema (misal, tema penyaliban Yesus): Benarkah Yesus disalib? Umumnya orang Islam, yang menolak penyaliban Yesus, akan mengklaim bahwa kitab Alquran—surat Annisa 4:157 sebagai satu-satunya ayat pegangan yang ditafsirkan bahwa Yesus tidak disalib—adalah satu-satunya ukuran yang paling benar; sementara posisi kitab Taurat-Injil, yang di dalamnya bertaburan ayat tentang penyaliban Yesus, harus begitu saja ditundukkan di bawah penafsiran Alquran. Menurut saya, hal tersebut jelas terbalik logikanya, sebab penulisan kitab Alquran dilakukan jauh sekali setelah adanya kitab Taurat-Injil (Alkitab). Artinya sebagai kitab yang paling bungsu, Alquran ketika ditafsirkan, tentu tidak boleh lari dari apa-apa yang tertuang dalam kitab-kitab yang lebih dulu ada [sebagai “kakak-kakaknya”] yaitu Taurat-Injil (Alkitab). Artinya, dalam upaya menafsirkan sesuatu hal kebenaran, bukan Alkitab yang harus tunduk di bawah penafsiran-penafsiran Alquran, tetapi justru saat mau menafsirkan Alquran, maka orang harus terlebih dulu tunduk—menggariskan, mengukurkan—pada kitab-kitab yang ditulis sebelum Alquran, yaitu Taurat-Injil! Kalau Anda jujur, tentu Kitab yang lebih lama (tua)-lah yang harus jadi tolak ukurnya, bukannya yang baru! Sebagaimana Muhammad juga diperingatkan, jika Muhammad ragu atau bingung, maka “tanyakanlah pada orang-orang yang membaca kitab sebelum kamu”.

1 Kanon, berasal dari bahasa Yunani yang artinya penggaris atau tongkat untuk mengukur. Maksudnya kata ‘kanon’ ini mengacu pada tolak ukur yang digunakan kepada naskah dalam Alkitab untuk selanjutnya disebut sebagai inspirasi dari Firman Allah.)

Sumber: fransdonald.blogspot.com

(www.sammy-summer.co.cc)

Comments (0)

Post a Comment